dua

34 4 0
                                    

Suasana dalam ruang sempit serta senyap itu sungguhlah tidak menyenangkan. Terbukti dengan situasi sekarang saat mobil sudah kembali dilajukan oleh sang pemilik.

Ravin sudah selesai mengantar teman kelasnya, kini saatnya pria itu membawa dirinya untuk pulang ke rumahnya.

Ah benar. Ravin tentu tidak sendiri. Masih ada gadis di samping kemudinya yang juga ingin pulang. Tidak lupa bukan kalau mereka rumahnya berdampingan? Jadi itu berarti dengan pulang ke rumahnya sama saja dengan pulang ke rumah sahabatnya itu.

Suasana di mobil saat ini benar-benar canggung. Tidak ada suara yang terdengar sama sekali kecuali suara deru napas dari masing-masing. Ditambah lagi dengan tidak adanya suara musik yang diputar semakin terasa betapa heningnya itu mobil. Mungkin juga diantara mereka ada yang mendengar suara detak jantung salah satunya.

Ravin masih menyetir dengan fokusnya ke jalan. Sedangkan Kaira menatap nanar ke jendela di sampingnya.

Gadis itu masih mengingat adegan tidak senonoh sahabatnya itu dengan temannya. Dan lagi mereka berkelamin sejenis! Sangat tercetak jelas Ravin dan Ezra berciuman tadi.

Kaira berharap itu adalah halusinasinya, tapi bagaimana bisa kalau dia benar-benar melihatnya dengan kedua matanya sendiri dan juga dalam keadaan sadar?
Masalahnya disini adalah Ravin bukan hanya sekedar sahabatnya, tetapi juga pria yang disukainya. Iya Mas Crush nya! Ahh memikirannya terus bisa membuat dirinya gila.

Ingin sekali rasanya Kaira bertanya kepada Ravin sekarang juga. Tetapi nyalinya tiba-tiba ciut begitu saja. Terlalu banyak yang dipikirkan olehnya tentang bagaimana respon dari pria itu kalau saja ia benar menanyakannya. Kaira takut Ravin marah dan tidak suka padanya.

Tetapi disisi lain Kaira sungguh sangat ingin menanyakan itu. Siapa sebenarnya pria yang bernama Ezra tersebut, sejak kapan mereka bisa sedekat itu, dan bagaimana bisa mereka berciuman kalau memang hanya teman, juga kenapa bisa mereka sesama jenis melakukannya, apa mereka homo, mereka saling menyukai satu sama lain walaupun sesama gender?

Ah tidak tahu! Semua pertanyaan itu hanyalah bisa tersimpan di dalam kepalanya. Kaira tidak berani mengeluarkannya bahkan sepatah katapun.

Kaira kemudian sedikit melirik ke arah sahabatnya, Ravin. Ia mengamati wajah pria tersebut dari samping sambil masih memikirkan isi pikiran di dalam otaknya.

Bagaimana bisa Ravin terlihat santai setelah apa yang terjadi? Batin Kaira berbicara.

Sedetik selanjutnya, Ravin menengokkan kepalanya menghadapkan Kaira. Kaira terperanjat kaget dengan gerakan itu yang tiba-tiba.

Melihat hal tersebut, Ravin kebingungan dan bertanya, “Kenapa kaget? Ada apa?” ujarnya bertanya. Matanya masih menyapu mencari tanda di wajah gadis di depannya ini apa yang membuatnya kaget seperti itu.

Kaira gelagapan, layaknya maling yang tertangkap basah oleh warga. Wajahnya mencoba untuk tetap tenang lalu menjawab,

“A-ah gak-gak ada apa-apa kok hahaa..” ujarnya terbata-bata.

Kaira mencari cara untuk mengakhiri pertanyaannya Ravin dan berniat mencairkan suasana awkard sedari tadi. Kaira pun memutar musik radio di mobil tersebut dan agak membesarkan volumenya.

Tetapi kemudian Ravin kembali menyeletuk kepadanya,

“lo ngapain?” tanyanya kepada gadis yang sedang memunggunginya itu.

Kaira samar-samar mendengar sahabatnya ini berbicara tetapi tidak jelas karena mungkin pengaruh dari volume musik yang ia besarkan. Dengan rasa penasaran Kaira pun membalikkan badan, “apa kenapa?” gadis itu balik bertanya.

“LO NGAPAIN?” Ravin bertanya ulang dan sedikit berteriak agar sahabatnya itu dengar.

“Gausah tereak juga kali gue ga budek ya! Gue lagi nyetel musik lah ini, jangan-jangan lo yang budek segede ini suaranya masih nanya iya?” Kaira mulai emosi entah kenapa.

Ptak!

Ravin menyentil kening Kaira dengan gemas.

“Aw sakitt tau apa-apaan sih lo anjing!” Kali ini Kaira benar mulai tersulut api emosinya karena ulah pria menyebalkan ini. Dirinya mengusap terus keningnya tiada henti.

“Lagian lo kenapa marah gitu sih sama gua, salah gua apa hei? Terus lo juga ngapain nyalain musik coba kan kita udah sampe rumah. Kenapa gak dari tadi lo nyetel musiknya Kaira Grizelle Rosalie??” Ravin mendengus juga kini menepuk keningnya sendiri.

“Hah? Apa lo bilang, kita udah sampe?”

Kaira langsung memutar matanya ke depan dan sekelilingnya memastikan perkataan tersebut dan kembali bertatapan dengan Ravin.

Malu. Satu kata itulah yang hanya ada di pikiran gadis tersebut. Kaira tersenyum kecut menatap Ravin,

“Ke-kenapa lo gak bilang dari tadi sih!” ujar gadis itu lagi semakin marah.

“Kinipi li gik biling diri tidi sih!” Ravin mengulang perkataan Kaira dengan huruf vokal yang diubah menjadi huruf ‘i’ semua dan dengan nada yang terlihat meledek.

“Ah gak tau lah bodoamat gue mau pulang!” Kaira yang sudah kehabisan kata-kata karena malu itu akhirnya mengakhiri pembicaraan dan segera turun dari mobil.

Brak!

Pintu tertutup cukup kencang akibat gebrakan yang diperbuat oleh gadis pemarah itu. Bahkan dia tidak mengucapkan terima kasih kepada sahabat baiknya ini karena telah membantunya untuk sampai ke rumah.

Tak mau ambil pusing, Ravin segera memasukkan mobil kesayangannya ke dalam garasi dan berniat mandi lalu istirahat. Benar-benar hari yang melelahkan.

•••

Kaira menutup pintu kamar kuat-kuat. Melempar tote bag nya asal ke sembarang tempat. Kemudian gadis itu membaringkan tubuhnya ke atas ranjang berwarna ungu kesayangannya.

Kaira sudah gila sekarang, membayangkan betapa malunya ia tadi di mobil bersama Ravin. Perkara soal Ravin berciuman dengan teman prianya itu, pikirannya jadi kacau balau tak karuan. Gadis itu masih belum bisa melupakan bayangan mereka berdua di otaknya.

Satu jam setelahnya. Setelah Kaira membersihkan diri karena aktivitas kampus sehariannya, kini gadis tersebut membuka laptop, mengerjakan tugas pemberian dosen yang hanya terhitung beberapa jam lagi waktu Deadline.

Kalau saja Deadline tidak malam ini, tidak akan dirinya menyentuh sedikit saja benda kotak besar terbuka itu. Mungkin ia sudah berada di dalam mimpinya saat ini. Tetapi lagi-lagi itu hanyalah khayalan belaka. Hari ini sungguh sial, batinnya dalam hati.

Di tengah mengerjakan tugasnya, Kaira terbayang lagi adegan mengerikan sahabatnya itu. Sampai muncullah terbesit dalam otaknya untuk mencari tahu informasi yang mungkin saja bisa membantu menjawab banyak pertanyaan yang masih tersimpan rapi di otaknya.

Kaira membuka aplikasi Google pada laptopnya, menuliskan kata tiap kata yang disusun olehnya. Ia berharap isi dalam artikel yang tertulis tidak akan membuat dirinya sakit hati.

 Ia berharap isi dalam artikel yang tertulis tidak akan membuat dirinya sakit hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vote comment pls❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Guy is Gay!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang