Part 3

0 0 0
                                    

5 tahun yang lalu

Aku menikmati perjalanan yang menyenangkan, jalan raya yang besar serta angin kencang yang menerpa wajahku. Kini jalan raya yang besar di gantikan dengan pepohonan serta sawah yang luas. Aroma pedesaan takkan pernah membuatku bosan, aroma ini selalu membuatku rindu. Sebuah rumah sederhana di tengah desa, di sana orang tersayang tinggal, aku merindukan mereka.

"Assalamualaikum ibu, El pulang ni " teriakku dari luar.
" El otak udang!!! Loe ninggalin gue sama barang-barang loe ni,emang siapa yang mau bawain ogeb " teriak illian kakakku.
" Yah elah kak pelit amat, bantuan gue dikit aja berat amet sih " sahutku.
" Loe kira enak apa bawa motor dari kota sampe desa, sini ambil tas gendut loe ni " omelnya.
Dengan wajah cemberut aku menurut saja.

Aku masuk ke dapur tetapi ibu tidak ada, orang-orang rumahpun tidak ada.
" Bibik, orang-orang rumah kemana?? " Tanyaku ke bibik yang sedang asyik kipasan di depan rumahnya.
" Ibu bapakmu masih disawah sisanya lagi nonton remaja buat reflika masjid " jawab bibik.
Mataku berbinar-binar, aku baru ingat nanti malamkan malam takbiran, akan di adakan festival perayaan penyambutan hari raya, pasti sangat menyenangkan.
" Illi, loe gak ikut liat orang buat reflika masjid gak ??? " Tanyaku dari luar rumah.
" Ogah,pergi aja sendiri " sahutnya.
" Biasa aja kali, gak usah ngegasssss " sinisku.

Di gang desa anak-anak banyak berkeliaran, mata orang-orang memandangku penasaran, maklum aku jarang pulang, aku terbiasa hidup di kota tentu saja aku hidup di kota karena menentut ilmu.
" Nak Eliana, kapan pulang ??" Tanya bibik yang sedang asyik mengobrol dengan bibik-bibik yang lain
" Baru aja bik, baru nyampe " balasku dengan senyuman manis tentunya.
" Ini Eliana, bibik jadi pangling liatnya " sahut bibik yang lain.
Aku hanya tersenyum malu menanggapi keterkejutan bibik itu.
" Nak Eliana sering- sering main ke rumah kalo pulang, maen sama Devi " kata bibik yang tadi bertanya padaku.
" Insyaallah bibik, ya udah saya duluan ya bibik, mau liat orang buat reflika masjid " pamitku.

Di lapangan yang luas terlihat remaja-remaja sibuk menghias reflika masjid yang sudah selesai di buat, memang remaja masjid disini kreatif sekali, hanya satu yang bisa ku ucapkan 'indah'.
" Wihhhhhh saya makin semangat ni buat ngehias masjidnya, ada neng Eliana soalnya yang nonton" sahut salah satu pemuda yang sedang ikut menghias.
" Gombal kamu sama neng Eliana " balas teman-teman pemuda tersebut.
Aku hanya tersenyum menanggapi candaan mereka, jujur saja aku tidak terlalu nyaman menonton terlalu lama, banyak gadis-gadis desa yang menatapku tak suka, aku tak ingat pernah buat salah atau masalah dengan mereka. Sering kak Illian menyuruhku mengabaikan mereka, tapi rasanya tak nyaman.

Aku memilh mencari ibu dan bapak di sawah. Ku susuri setiap petak sawah, tak jauh dari berdiri ku lihat ini dan bapak sedang duduk di gubuk sederhana yang sengaja di buat bapak untuk istirahat di sawah. "Ibu!! Bapak!! " T mm panggilku.
" Ya Allah Eli, kapan pulang " tanya ibu dengan wajah terkejut.
Aku menghampiri mereka dengan cengitan khasku.
" Kenapa gak telpon dulu kalo mau pulang ??" Tanya bapak.
" Biar bapak sama ibu kaget aja " jawabku.
" Nakal kamu " kata ibu gemas.
" Sudah-sudah, ayo kita pulang, lagi sebentar azan " kata bapak menengahi.

***

"Eli gimana kuliahmu di sana??" Tanya bapak saat buka puasa selesai.
" Baik kayak biasa pak, MABA mah sibuknya biasa aja " jawabku.
" Trus kamu Illi?? Skripsinya gak di buang lagi kan " tanya bapak ke kak Illi.
" Iiihhhh bapak mah suka gitu, skripsi Illi gak di buang cuma di lempar doang " jawab kak Illi ketus.
Semua orang di sana tertawa dan suara tertawaku yang paling besar.
" Pak Eli mau pergi nonton festival, boleh ya " izinku.
" Boleh asalkan bareng sama kakak dan adiknya " jawab bapak.
" Siap kapten " jawabku dengan  semangat 45.

Di kamar aku sibuk sendiri milih baju apa yang cocok buat nonton festival, maklum kalo di desa harus pake rok ato gamis biar sopan, beda banget di kota pake celana udah biasa jadi gak apa-apa.
" Kak gimana ni, gak ada baju yang pas buat di pake nonton festival nanti " keluhku ke kak Illi.
" Kalo gak ada, gak usah pake baju aja sekalian, kan lebih Sempil " timpalnya.
" Sialan loe kak, ajaran sesat " jawabku ketus.
Akhirnya pilihanku jatuh pada baju putih lengan panjang dan lebar sampe nutupin lutut di padu sama celana kain krim sama jilbab krim biar serasi. Gak apa-apa lah pake celana yang penting sopan.

Setelah solat isya, orang-orang sudah banyak berkumpul di gang, aku sudah tak tahan ingin ikut bergabung.
" Eliii...., Ayok keluar, dah rame ni" panggil sepupuku Dian.
" Tunggu bentar " jawabku dari dalam kamar.
" Ibu Eli pergi nonton dulu ya " pamitku pada ibu.
" Iya, hati-hati, banyak yang main petasan, jaga diri " pesan ibu.
" Siap ibu kapten " jawabku semangat.
Aku menghampiri Dian yang sudah tak sabaran.
" Sumpah kamu lama banget, lumutan aku nunggu disini " omel Dian. " Trus kak Illi mana??" Sambungnya.
" Ya ampun, kelupaan!!" Seruku.
Aku berteriak dari luar memanggil kak Illi.
" Kak keluar cepetan, gue tinggal ni " teriakku.
" Eeee ogeb, tega bener loe tinggalin gue" sambarnya.
"Udahhhhhh gak usah perang dulu, ayok jalan" kata Dian malas.

Sampai di gang, orang-orang sudah ramai. Banyak pedagang juga dan itu membuatku ngiler. Ku tarik Dian ke dagang cilok, Dian hanya menurut saja, maklum aku memang tipe orang yang heboh.
" Wiiihhh enak ni, traktir dong Ill" sahut seseorang dari belakang.
" Roziiiiii!! David!! kangen" heboh kak Illi, Jagan salah sangka, kak Rozi dan kak David itu sahabat nya kak Illi dari kecil.
" Ehhh ada Eli juga ternyata " sapa kak Rozi ramah.
" Kakak sok ramah gini bukan ada maunya kan " selidikiku.
Dia terkekeh mendengar kata-kataku.
" Zi, vid aku traktir cilok ya, mumpung aku pulang " kata kak Illi.
" Boleh banget " girang kak Rozi tapi aku heran sama kak David kok diem aja, emang dia gak seneng apa ketemu sahabat kecilnya yang ketus ini. Sudahlah ngapain aku mikirin itu, lebih baik serbu cilok dulu.

Festival sudah mau mulai, para panitia menyuruh kami berbaris dan membagi antara perempuan dan laki-laki, biar rapi dan biar tidak dempet-dempetan, bukan muhrim katanya. Saat aku, kak Illi, dan Dian akan berbaris ku dengar kak David memanggil Dian.
" Dian, sini bentar " serunya.
" Apa kak??" Tanya Dian .
" Aku titip salam sama sepupumu yang pake jilbab krim itu " jawabnya. Aku terkejut dengan kata-katanya, suaranya tidak besar tapi cukup sampai aku bisa dengar. Aku menatapnya bingung, dia hanya diam tanpa ekspresi lalu pergi begitu saja.
" Dasar orang aneh " gumamku.
Dian menghampiri ku sambil senyum-senyum jahil menatapku, aku abaikan saja, sedangkan kak Illi pun hanya terkekeh menggapi kegilaan sahabatnya itu.

CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang