Bagi sebagian wanita, kesuciaan adalah harta paling berharga yang harus selalu ia jaga. Begitu pula untuk Naya, gadis keturanan jawa yang selalu berprinsip bahwa mahkota itu hanya akan ia berikan kepada suaminya kelak.
Namun, hidup di kota besar seperti Jakarta ternyata tak seperti membalikkan telapak tangan. Semua prinsip yang ia pegang sejak dulu dengan mudah tergoyahkan.
****
"Bangun!"
Gadis itu tersentak dari tidurnya kala ia merasakan tendangan meluncur langsung ke perut bagian bawah. "Kenapa tiba-tiba nendang aku, Mas?" Naya merintih, terlihat jelas kesakitan di wajahnya.
"Gue ngajak lo ke sini buat nemenin main game. Kenapa lo malah tidur?"
Tubuh Naya langsung meremang kala Beno menatapnya dengan pandangan gelap. Rasanya ia lebih baik tenggelam ke dasar bumi daripada harus menghadapi lelaki ini dengan kemarahannya.
"Mas, aku capek baru pulang kerja. Trus kamu langsung nyuruh ke sini. Lagian aku cuma tidur bentar, masa enggak boleh?" Naya hanya bisa menatap lantai dengan nanar. Kamar kosan yang berukuran 4 x 4 meter ini terasa seperti neraka baginya.
Beno langsung mencekik leher Naya hingga gadis itu terpaksa menatap ke arah matanya. "Udah bisa bantah lo sekarang?"
Naya mencoba menarik napas sebisa mungkin. Tangan kirinya memegang lengan kekar sang kekasih dengan sisa tenaga. "M-mas, a-aku enggak bisa napas." Gadis itu hanya bisa menjerit dalam hati, meminta pertolongan pada Tuhan-Nya. Entah sudah berapa kali ia diperlukan bak binatang seperti ini.
Gadis itu ingin menceritakan kepada dunia betapa bejatnya kelakuan Beno, tetapi ia hanyalah gadis pengecut yang masih mencintai kebaikan hati sang kekasih. Meski semesta meragukannya, tetapi Naya percaya jika lelaki itu bisa berubah suatu hari nanti.
"M-mas?"
Beno menggeram lalu melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Meski sang kekasih terus terbatuk akibat perbuatannya, lelaki itu terus saja acuh tak acuh. "Lo enggak usah bikin gue naik pitam! Dasar cewek enggak tahu diri!"
Naya menghela napas lalu tersenyum miris. Ucapan menyakitkan lainnya yang harus ia telan bulat-bulat. "Maafin aku, ya? Udah jangan marah lagi." Gadis itu mengambil segelas air putih kala Beno hanya membuang muka sebagai jawaban.
Gadis itu kembali tersentak saat Beno memeluknya dari belakang. Tangan sang kekasih perlahan mulai menggerayangi perut Naya. Yang bisa ia lakukan hanya menahan napas dengan jantung menderu. "M-mas?"
Beno berbisik tepat ke telinga, menyuruhnya untuk diam. Naya menggigit bibir, pandangan matanya kembali mengabur. Sang kekasih memang tidak pernah menghargainya sebagai seorang wanita. "Ben?" Naya mengepalkan tangan kala Beno mulai menciumi lehernya.
"Beno!" Naya melepaskan pelukan lelaki itu lalu mendorong Beno menjauh. "Cukup, Ben! Udah berapa kali aku bilang, aku enggak bisa!"
Pandangan lelaki itu kembali menggelap. Rahangnya mengeras seakan ia siap menerkam mangsa di depannya, tetapi kali ini Naya tak gentar. Ia harus menjaga mahkota berharga miliknya.
"Dasar cewek enggak tahu diuntung!" Beno menjambak rambut Naya lalu mendorong gadis itu ke lantai. Lelaki itu menarik baju kekasihnya, lalu melayangkan tinju tepat ke arah pelipis hingga Naya tersungkur kembali ke lantai.
Naya hanya bisa meringkuk, mencoba melindungi tubuh dari tendangan-tendangan Beno yang semakin kencang. Bulir bening menetes dari sudut netra, mengharapkan keajaiban itu datang. Sampai akhirnya suara malaikat itu benar-benar menyelamatkan hidupnya. Pandangan mata gadis itu mulai mengabur hingga kesadaran sang gadis perlahan menghilang.
"Bangsat! Lo ngapain Naya?" Redi, teman sekamar Beno langsung menghampiri gadis yang telah tersungkur di lantai. "Astaga, gila lo, ya? Dia berdarah!"
Tangan Redi bergetar kala ia melihat darah yang keluar dari mulut Naya. "Kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue laporin polisi lo! Dasar berengsek!" Lelaki itu langsung membopong Naya keluar dan membawanya ke klinik terdekat.
Sepanjang perjalanan, bibir Redi terus merapalkan sesuatu. Berharap Tuhan bisa mendengar doa dari sang pendosa. Lelaki itu hanya ingin gadis yang selama ini diam-diam ia cintai, selamat dan mendapatkan kebahagiaan yang diimpikannya.
*******
Hampir satu minggu sejak kejadian itu, Beno tak pernah menghubunginya. Lelaki itu pun sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya selama ia dirawat dua hari di rumah sakit. Lebam-lebam di tubuh Naya bahkan belum sembuh, tetapi dengan bodohnya ia masih memikirkan keadaan sang kekasih.
"Aku kenal Beno, Red. Dia begini pasti ngerasa bersalah sama gue. Gue mau ketemu sama dia dan bilang kalau gue baik-baik aja." Naya mengambil rantang dan memasukan beberapa masakan ke dalamnya. Ia berencana untuk menemui Beno di kosan sang kekasih.
"Tolong dengerin gue kali ini aja. Lo tuh masih belum sehat, lebam-lebam lo aja masih kelihatan jelas. Enggak usah pergi, ya?" Redi menyentuh lengan Naya dan menatapnya dengan wajah memelas. Ia hanya tak ingin gadis itu kembali terluka.
"Gue baik-baik aja. Lo cukup anterin gue ke sana." Naya tersenyum lembut ke arah Redi.
Ingin sekali ia memeluk erat gadis itu. Melihat Naya tersenyum dengan pelipis yang masih membiru membuat hatinya terluka. Redi merasa begitu tak berdaya menjadi seorang lelaki karena tak bisa menjaga orang yang ia sayangi.
Redi menghela napas pelan. "Ok, gue anterin lo ke sana. Tapi gue bakal tetep nemenin lo."
Naya mengangguk penuh semangat. Akhirnya setelah hampir satu minggu, ia bisa kembali berjumpa dengan sang kekasih. Gadis itu menoleh ke arah Redi lalu tersenyum dengan mata berbinar. Ia bahkan tak mampu melihat jika di sampingnya ada cinta tulus yang selalu menunggu untuk disambut. "Ya udah, ayo."
Sepanjang perjalanan dihiasi dengan canda tawa dari Naya. Gadis periang yang selalu menyebarkan senyum tak peduli apa pun yang terjadi dalam hidupnya.
Redi hanya bisa menoleh sambil sesekali terenyuh menjawab candaan Naya. Gadis rapuh yang selalu mencoba untuk kuat dan tegar. "Udah sampai. Ayo turun."
Naya membuka pintu mobil dengan riang kemudian berlari ke arah kosan Beno. Tanpa ragu gadis itu melangkah masuk. Tak ada tawa atau sambutan hangat yang tercipta. Yang terdengar hanyalah suara rantang yang terjatuh ke lantai dengan kencang.
Redi yang mendengar hal itu langsung berlari mengikuti Naya. Wajahnya geram kala ia melihat pemandangan di depannya. Gadis yang ia cintai terduduk di lantai sambil menangis tersedu. Yang membuat darah lelaki itu semakin mendidih ketika ia melihat Beno keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan seorang wanita yang notabene sahabat Naya sendiri, sedang menutup sebagian tubuhnya dengan selimut.
"N-nay, ini gue bisa jelasin ...."
Ini pertama kalinya Redi melihat Beno gelagapan. Lelaki itu langsung menepis tangan sahabatnya kala ia akan meraih bahu Naya. "Jangan sentuh dia kalau lo enggak mau babak belur! Ini terakhir kali gue ngeliat wajah lo!"
Redi hanya bisa menghela napas berat saat melihat Naya masih terduduk di lantai. "Ayo, kita pulang." Lelaki itu menyentuh bahu Naya lalu mengangkat tubuh sang gadis. Keduanya berjalan melangkah ke arah mobil.
Tak ada caci maki atau amarah yang keluar dari bibir Naya, hanya kekecewaan yang begitu jelas terasa. Ia begitu mencintai dan memercayai Beno. Namun, balasan yang diberikan berupa sebilah pisau yang merobek hatinya. "Ke-kenapa? Kenapa semua orang di hidup gue enggak ada yang tulus? Kenapa semua orang cuma manfaatin kebaikan gue aja?"
Redi hanya bisa mendekap tubuh ringkih itu dengan erat. Bukan tangisan kencang yang ia dengar, tetapi ratapan yang begitu menyayat hati.
*****
Kejadiannya memang telah berlalu, tetapi itu mampu membuat Naya menjadi wanita yang kuat. Saat ini, ia mampu menemukan kebahagiannya sendiri. Orang yang pantas mendapatkan mahkota berharga miliknya. Sang gadis menoleh ke arah kiri lalu tersenyum lembut melihat calon suaminya yang begitu memesona.
"Sudah siap menjadi istriku?"
Naya tersenyum dengan wajah berbinar kala melihat tangan lelaki di sampingnya terulur ke arah sang ayah. Gadis itu yakin jika ia adalah yang terbaik. Ya, semenjak sang lelaki selalu memeluknya dalam gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul - The Journey of Life
RandomSelalu banyak pengalaman dan kejadian dalam hidup. Kadang baik, tak jarang buruk. Namun, itu semua bisa dijadikan pelajaran jika kita bisa menyikapinya dengan bijak. Ini merupakan kumpulan cerpen yang merupakan tantangan dari keluarga literasi. aka...