"Gimana, Nis? Diangkat ga sama Igor?"
"Engga, Nya. Duh, gimana nih? Gue pulang naik apa?" Mata Janis berkaca-kaca. Sudah satu jam setengah mereka menunggu Igor, pacar Janis, tapi manusia satu itu tidak kunjung datang juga. Satpam lobby sampai kesal dibuatnya, sebab ini sudah lebih dari jam 10 malam. Artinya selesai sudah shift Pak Satpam malam itu, tapi ia tidak bisa pulang karena dua gadis yang tak kunjung pulang.
"Coba sini gue yang telpon!" Anya mengambil paksa HP Janis. Berulang kali Anya menelpon Igor, tetap tidak ada balasan. "Sialan tuh cowok! Liat aja, abis dia sama gue nanti."
Sekarang Janis malah lebih mengkhawatirkan keselamatan Igor. Jangan coba-coba buat Anya marah, bisa berubah dia jadi nenek lampir. Lebih seram malah. Janis teringat saat Anya melawan abang-abang preman pasar. Waktu itu mereka lagi beli buah, tiba-tiba saja ada abang-abang yang catcalling. Tau apa yang Anya lakukan? Dia balik suit-suitin abang-abang itu! Memang tidak bisa dipercaya, tapi itulah kenyataannya.
"Udah, Nya. Lu balik duluan aja. Gua gapapa kok nunggu sendiri."
"Heh! Yang ada digiling gua sama bokap lu nanti kalo dia tau gua ninggalin lu." Anya melotot. Janis bergidik, ngeri kali punya sahabat macam ini. Tapi ada untungnya juga, keselamatan Janis sudah terjamin karena abang-abang preman pun ciut oleh sahabatnya ini.
"Trus gimana dong, Nya. Udah malem banget ini." Janis gelendotan di tangan Anya.
"Duh, gausah nempel-nempel." Ditoyornya kepala Janis agar menjauh dari dirinya. "Tinggalin aja si Igor, bodoamat mau dia beneran jemput lu apa ngga. Sekarang gua anter lu pulang aja."
Janis menghela napas lega. Untuk saat ini ia bersyukur punya sahabat yang dewasa dan pintar mengambil keputusan.
(...)
Janis menyantap makan siangnya dengan tidak semangat. Dia bersama sahabatnya, Anya, makan siang di kantin jurusan Igor. Menunggu kedatangan cowok sialan itu yang batang hidungnya tidak keliatan juga dari tadi. Seakan tau ajalnya akan datang di kantin itu, Igor sengaja tidak makan siang di kantin jurusannya. Sebaliknya, Igor makan siang di kantin jurusan Janis dan Anya.
"Beneran deh, tuh cowok hebat banget. Pas PDKTin lu alus banget, pas ngehindar dari lu jago banget. Heran kenapa dia belom dapet title fakboy kampus, padahal title itu cocok banget buat dia."
Igor bukan fakboy, kata Janis dalam hati. Memang bukan. Igor, mahasiwa tahun ke-3, adalah seorang social butterfly dan idaman cewe-cewe jurusannya. Bukan cuma cewe jurusannya saja, cewe-cewe satu kampus klepek-klepek dibuatnya! Meskipun dia berpotensi dan punya kesempatan untuk menjadi seorang fakboy, dia sebenarnya cowo yang setia dan gentle. Dan itu yang membuat para wanita di kampus ini semakin mengidam-idamkannya!
Janis yang notabenenya adalah seorang maba, bisa menggaet hati Igor. Janis memang cantik, tapi tetap saja banyak kating dan maba yang sama cantiknya dengan Janis. Kata Igor sih dia suka Janis bukan karena cantiknya, bukan juga karena dia anak seorang pengusaha sukses, tapi karena Janis selalu wangi setiap saat. Jangan-jangan sekarang dia menjauhi Janis karena Janis bau ketek? Tapi tidak mungkin, toh cuma igor saja yang menghindar. Kalau Janis memang bau ketek pasti orang-orang disekitarnya juga bakal menghindar.
"Nya, gua ga bau ketek, kan? Masih wangi, kan?" Janis mengendus-endus keteknya sendiri. Orang sekitar menaruh perhatiannya ke Janis karena kelakuannya itu.
"Bentar, Farhan nelpon gua nih." Anya mengangkat telpon itu sebentar dan langsung menatap Janis seakan ia baru saja berhasil mengungkap tempat persembunyian mafia dunia. "Cowo sialan itu makan di kantin jurusan kita."