TW//02

3 0 0
                                    

"Ada kabar bahagia, Nat?" tanya Della—teman sebangku Nata—ketika Nata baru saja akan duduk di bangkunya.

Nata dengan senyuman yang selalu berseri pun menjawab dengan anggukan yang penuh semangat, "masa tadi dada Kak Darren nabrak gue, dong!"

"Idih! Palingan lo aja yang nyosor," ejek Della.

"Ih, sirik aja mbaknya."

"Sebahagianya lo hari ini, tetep aja gak ada yang lebih bahagia dari kabar bahwa hari ini ulangan fisika dadakan!"

Nata makin tersenyum lebar, "hari ini penuh kebahagiaan banget buat gue."

Sontak Della melayangkan tatapan anehnya kepada Nata. Pasalnya, teman sebangkunya itu paling tidak suka dengan yang namanya fisika. Tetapi kenapa hari ini dia begitu bahagia mendengar ada ulangan dadakan? Ah, apakah sebegitu kerasnya dada Kak Darren sehingga otak Nata geser?

"Kantin, yuk?" ajak Della ketika baru saja Pak Galih mengakhiri pelajaran hari ini karena bel tanda istirahat sudah terdengar.

Nata menggeleng, "enggak ah, males."

"Yee, elo mah. Yaudah deh, gue duluan ya," pamit Della.

Nata mengangguk. Dan selanjutnya yang dilakukannya adalah menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya yang sudah tertekuk rapi di atas meja.

"SAYAANGGGG ... OPO KOWE KRUNGUUUU .."

"DANTE BRISIK!" teriak Nata dengan mata yang sudah memandang tajam sang pembuat keributan—Dante, teman sekelasnya—

"Sirik aja lo gak ada yang manggil sayang."

"Mau gue panggil sayang?" tanya Dante.

"SAYAAANGGG .. OPO KOW-"

Nata langsung mengambil secara kasar ponsel dan earphone-nya dan langsung pergi keluar dari kelasnya.

"Kurang ganteng apa sih gue," guman Dante ketika melihat kepergian Nata.

Setelah niat tidurnya sempat tidak terealisasikan karena terganggu oleh suara Dante, di sinilah Nata sekarang, taman belakang sekolah, tempat yang cukup sepi untuk menjalankan niat tidur tenangnya.

Nata duduk di sebuah kursi yang teduh karena tertutup oleh bayangan dari pohon yang cukup besar dan rindang. Ia menyabarkan tubuhnya di sana, memasang earphone di kedua telinganya dan memainkan lagu-lagu kesukaan yang ada di playlist-nya lalu inilah yang di tunggu-tunggu oleh Nata, memejamkan matanya.

3 menit berselang, Nata merasakan kehadiran Kara di sebelahnya. Rupanya dia sudah masuk ke dunianya yang lain, dunia mimpi yang serasa nyata. Dunia yang hanya akan ada ketika dia tidur, dunia yang Nata dapatkan semenjak dia berusia 10 tahun. Entah bisa disebut sebagai karunia Tuhan atau tidak.

"Akhirnya! Bangun juga! Lo tuh kebiasaan ya kalo tidur kayak orang pingsan tau gak!"

"Hehehe, habisnya ngantuk banget tau."

"Lo itu kayak putri tidur Nat, kalo tidur bisa sampek seharian, bahkan di sekolah sekalipun, dan beruntungnya lo, guru-guru pada gak pernah protes kalo lo tidur. Coba kalo gue, habis!" curhat Kara.

Nata terkekeh pelan sebelum akhirnya dia menyadari sesuatu—sepi. "Lho? Kok kelas sepi?"

"Iyalah, udah pada pulang sejak lima jam yang lalu."

"Tunggu, tunggu, bukannya terakhir kali gue tidur kita lagi nunggu hujan reda mau pulang, ya?"

"Iya, itu udah kemaren."

"Waduh, lama banget ya gue tidurnya?"

"Banget banget banget banget banget."

Nata terkekeh. "Yaudah yuk pulang," ajak Nata yang kini sudah berdiri dengan tas yang sudah nyaman berada di gendongannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two WorldsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang