Dalam waktu yang sepagi ini, seorang gadis cantik berambut pendek sebahu dengan pakaiannya yang rapi duduk di atas sofa berwarna cokelat tua. Di hadapannya terdapat seorang laki - laki paruh baya yang terlihat sangat serius dengan kacamatanya yang sedikit melorot. Tatapan matanya begitu fokus seperti seekor harimau yang akan memangsa buruannya. Gadis itu terus mengatur nafas dan tersenyum bermaksud menenangkan diri. Laki - laki paruh baya itu mulai membuka suara.
"Sebelumnya kamu telah menjadi siswa di sekolah negeri. Apa alasanmu memilih pindah untuk belajar di sekolah ini? Apakah kamu mengejar gengsi?"
Gadis itu menggeleng. "Tidak pak. Saya belajar begitu keras untuk mendapatkan beasiswa ini. Saya ingin belajar di sekolah ini karena saya ingin membantu meringankan beban Ibu saya. Dengan bersekolah disini Ibu saya tidak perlu membayar biaya sekolah saya."
Lelaki paruh baya itu membenarkan letak kacamatanya. "Apakah kamu tidak masalah dengan pergaulan di sekitarmu yang bisa dibilang mewah?"
Gadis itu terdiam. Bukan. Bukan karena dia tidak bisa menjawab pertanyaan dari lelaki paruh baya yang ada di hadapannya. Tetapi karena dia melihat sosok laki-laki yang bagian wajahnya hancur sedang mengintip di balik lemari. Gadis itu merasa takut dan keringat dingin mulai membasahi keningnya. Wajahnya memucat. Lidahnya terasa kelu.
"Ekhem." Suara dehaman itu menyadarkannya.
"Maaf pak, bisa diulangi?" Ucap gadis itu masih dalam keadaan takut.
"Apakah kamu tidak masalah dengan pergaulan di sekitarmu yang bisa dibilang mewah?" Lelaki paruh baya itu mengulang pertanyaannya.
"Tidak sama sekali. Saya mantap datang kesini untuk belajar, bukan untuk mengubah gaya hidup." Gadis itu menjawab dengan tempo yang sedikit cepat. Dia masih merasa kaget dengan apa yang dilihatnya barusan.
"Baiklah kalau begitu, selamat. Kamu saya terima untuk menjadi murid di sekolah ini. Mulai besok, kamu sudah bisa memasuki kelas." Kemudian lelaki paruh baya itu meminum secangir teh hangat yang ada di atas meja.
Gadis itu bertanya. "Pak, maaf sebelumnya. Besok saya harus masuk ke kelas mana ya Pak?" Gadis itu bertanya dengan gugup.
"Kamu masuk didaftar kelas 11 MIPA 4. Ada lagi yang mau ditanyakan?"
Gadis itu menggeleng dan tersenyum. "Terimakasih Pak. Kalau begitu saya pamit dulu. Permisi."
Gadis itu melangkahkan kakinya keluar dengan tergesa-gesa. Baru saja dia memegang gagang pintu, sebelum seseorang menepuk pundaknya. Gadis itu memejamkan matanya guna menetralisir rasa terkejutnya kemudian berbalik dan mendapati lelaki paruh baya itu sudah ada di hadapannya.
"Ini seragam sekolah Luxury High School, saya lupa memberinya tadi."
Gadis itu menarik nafas dan tersenyum merasa lega. "Terimakasih pak, kalau begitu saya permisi."
Keesokan harinya ...
"Sayang, sini sarapan dulu. Ibu udah buatin kamu roti bakar nih." Gadis cantik itu dengan terburu-buru menuruni anak tangga kemudian memeluk Ibunya."Waaah pasti enak nih. Terimakasih Ibu." Gadis itu tersenyum, menikmati roti bakar buatan Ibunya.
Sang ibu hanya tersenyum melihat anaknya yang dengan lahap memakan roti bakar buatannya.
"Kamu hati-hati ya berangkat ke sekolahnya. Semoga kamu betah belajar disana. Ibu pamit mau ke Toko." Gadis itu mengangguk dan tersenyum.
"Hati-hati di jalan ya Bu." Ucapnya sedikit berteriak.
Melangkahkan kaki memasuki tempat baru bukanlah hal yang sulit baginya. Tapi itu dulu, sebelum semuanya terasa sulit seperti sekarang. Dia memejamkan mata dan menarik nafas panjang mencoba meyakinkan diri bahwa dia bisa betah dan bertahan di tempat barunya ini. Dia berharap semoga hari ini adalah awal yang baik. Kemudian dia tersadar dari pikirannya ketika seorang wanita berumur sekitar 30-an menepuk pundaknya pelan.
"Kamu murid pindahan dari SMAN Nusa Harapan kan?" Gadis itu mengangguk dan merasa waswas.
"Nama saya Tessa, saya adalah wali kelas 11 MIPA 4. Bukankah kamu terdaftar di kelas itu?" Baru saja gadis itu membuka mulut bersiap untuk menjawab pertanyaan, bel tanda masuk berbunyi.
"Sudah bel, mari ikut saya ke kelas." Tessa merangkul gadis itu sebagai tanda mengakrabkan diri dengan murid.
"Baik anak-anak, silahkan duduk dengan tenang. Ibu punya kabar gembira untuk kalian. Kalian kedatangan teman baru, pindahan dari SMAN Nusa Harapan. Silahkan perkenalkan nama kamu." Tessa tersenyum ramah pada gadis itu mencoba meyakinkannya.
"Nama saya Kiran Naresha, kalian bisa memanggil saya Kiran." Gadis itu menunduk dengan tatapan yang lurus ke depan.
"Hallo Kiran." Semua murid di kelas itu dengan kompak dan ramah menyapanya.
Namun tidak ada sedikit pun senyuman yang terlihat dari wajahnya. Kemudian gadis yang bernama Kiran itu duduk di sebelah gadis berparas cantik dan berambut coklat. Tak lama kemudian bu Tessa izin pergi untuk menghadiri rapat bersama kepala sekolah. Para murid diinstruksikan untuk membaca buku atau novel yang mereka bawa.
"Namaku Aluna." Gadis cantik yang duduk di sebelah Kiran itu tersenyum ramah dan mengulurkan tangannya.
Kiran hanya menatap uluran tangan itu kemudian menatap wajah gadis bernama Aluna itu. Aluna meraih tangan kanan Kiran agar bisa bersalaman. Ekspresi datar Kiran tidak pudar. Kiran menarik tangannya dan kembali membaca novel yang dibawanya. Mendapati hal itu, Aluna hanya tersenyum dan mengedikan bahu. Lalu kembali menulis resume yang sedang dibuatnya.
Bel istirahat berbunyi. Aluna dengan semangat mengajak Kiran untuk pergi ke kantin yang ada di sebelah taman sekolahnya.
"Kiran, ayo ke kantin." Seperti biasa, senyumannya tak peenah pudar dari paras cantiknya.
Namun Kiran menolaknya dengan gelengan kepala dan mengeluarkan bekal yang dibawanya. Hal itu dia lakukan untuk memberi kode bahwa Kiran membawa bekal dari rumah, jadi Aluna tidak perlu repot-repot mengajaknya ke kantin.
"Kalo gitu, kamu mau nitip sesuatu ga?" Kiran menggeleng.
"Yaudah aku ke kantin dulu ya Ran, dahh." Aluna pergi ke kantin bersama teman sekelasnya yang lain.
Kiran merasa heran, kenapa Aluna tetap bersikap ramah kepadanya. Padahal dia sudah dengan jelas menunjukan sikap tidak peduli. Dia jadi merasa sedikit tidak enak. Namun perasaan itu segera ditepis olehnya. Dia berpikir harus tetap mempertahankan sikap cuek dan juteknya kepada siapa un agar orang-orang tidak berani berbuat macam-macam padanya.
Kiran Naresha
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumor
Mystery / ThrillerSMAN Nusa Harapan, sekolah terbaik yang memiliki pelajar dengan segudang prestasi. Sekolah yang juga dikenal sebagai sekolah ramah anak tiba-tiba digemparkan oleh kematian keempat siswinya yang misterius. Mereka mati dengan cara yang tidak wajar, ha...