BAB I PERTEMUAN

39 0 0
                                    

"Duh. Tidak, sudah kukatakan tempo hari aku tidak bisa datang. Acaranya bersamaan dengan acara di kampusku" gadis berpenampilan seadanya itu sibuk menggerutu dengan ponsel yang sedang ia letakkan pada telinganya. Ia Nampak kesal dengan lawan bicaranya di seberang sana. Terbukti bahwa ia berkali kali memutar bola matanya menandakan kemuakannya.

"aku.akan.ada.kelas.setelah ini.bye" lihat, sambungan telponnya diakhiri sepihak.

Gadis itu berjalan malas memasuki kelas mata kuliah yang akan ia ikuti setelah ini. benar saja jika ia tampak malas, ini sudah pukul 3 sore. Jam dimana seharusnya ia menghabiskan waktunya berada didalam kamar dan berguling-guling dengan boneka beruang coklatnya.

"Ru, sini sebelahku. Bangku kosong hanya tersisa disini saja" Gadis yang akrab dipanggil Ruru ini mengangguk pelan dan mulai melangkahkan kakinya pada bangku pojok paling belakang dekat dengan kaca besar di ruangan itu. Bukan ide yang buruk untuk Ruru berada dibangku itu. Ia akan lebih dapat leluasa mendengarkan senandung tanpa diketahui dosennya yang jaraknya terbilang lumayan jauh dari bagian depan kelas, ditambah dengan pemandangan luar kampus yang masih dapat dinikmati lah setidaknya.

"hey, aku Amira dari kelas B. kau?" suara nyaring yang bersumber dari sebelah Ruru cukup membuat Ruru terlonjak kaget. Ruru tersenyum nanar tanpa membalas uluran tangan teman sebelah bangkunya dan mulai melepas benda yang menyumpal kedua telinganya

"awal bertemu tadi kau sudah memanggilku dengan 'ru' lalu untuk apa kau bertanya lagi?" sifat menyeramkan Ruru memang kadang membuat jengkel orang yang baru ia kenal

"tidak mungkin namamu hanya 'Ruru' saja. Aku mengetahui saat teman sekelasmu sering memanggilmu dengan berteriak karna kau sering mengabaikan mereka hahaha" gadis yang katanya bernama Amira ini merasa pernyataan yang ia katakan barusan adalah hal yang lucu. Berbeda dengan Ruru yang hanya menatapnya datar

"Arunika. Kelas C" demi apapun bukan Ruru yang mengatakan. Namun, laki-laki yang duduk tepat didepannya, dan Ruru juga tampak tidak keberatan dengan perlakuan laki-laki tersebut yang mewakilkan dirinya untuk memperkenalkan diri

"aku Senja. Teman yang sering diabaikan Ruru saat dipanggil. Ruru itu sosok yang aneh. Dia menyeramkan, menyebalkan dan tidak direkomendasikan untuk dijadikan teman" lanjut laki-laki itu diselingi cengiran renyah didalamnya.

"hey bangsat, terus saja kau jelekkan citraku"

"kau peduli dengan citramu?"

"tidak, karna aku bukan pejabat" tawa mereka pun pecah, Amira yang tidak tahu arah bahasannya pun ikut tertawa dengan renyah. Dasar Amira, tetap saja lugu.

Kelas sore itu berjalan seperti biasanya, membosankan dan tidak ada yang menarik. Ruru, pemeran utama pada cerita inipun menjalani kelas sorenya dengan yang seperti biasa ia lakukan. Menyumpal kedua telinganya dengan benda yang dapat mengeluarkan suara music favoritnya yang biasa disebut earphone dan mencoret-coret buku gambar yang selalu ada satu paket dengan earphone di dalam tas kanvasnya.

"woah ini yang kau gambar selama jam mata kuliah berangsung?" lagi-lagi Ruru terlonjak kaget karena suara Amira yang nyaring. Ruru memutar bola matanya kesal. Dan Amira seketika paham pertanyaannya tidak memerlukan sebuah jawaban.

Kelas sore yang berakhir dengan sedikit keos karna adanya seekor kucing yang secara tiba-tiba turut mengikuti kelas sore itu dan dosen yang sedang mengisi pada saat itu kebetulan sangat amat benci dengan kucing. Singkat cerita, suasana hati ibu dosen sudah tidak bersahabat hingga pada akhirnya kelas pun diselesaikan.

Ruru membuka pintu kamarnya dengan malas. Badannya sungguh ingin direbahkan secepatnya, matanya mulai memaksa menutup. Wangi kopi mulai menyeruak kedalam hidungnya. Ia yakin, ada orang lain di dalam kamarnya. Ya, Galaksi. Sahabat masa kecil satu-satunya yang mengetahui password kamar apartemen milik Ruru.

Belum Ada Judul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang