20 - a good memories

4.1K 395 35
                                    

London, UK

River berdiri di depan restoran dengan plang nama 'Un Jour' sambil menyandarkan tubuhnya di pilar besar bangunan restoran. Pengang akibat penerbangan 17 jam sama sekali tidak ia hiraukan, ia masih harus menunggu seseorang yang menjadi tujuannya datang ke kota ini.

Suasana Victoria road siang ini tampak padat, mengingat banyaknya restoran mahal dan pertokoan yang ada di sepanjang jalan. River menunduk, menatap pakaiannya yang kusut. Ia sama sekali tidak membawa pakaian lain dan mungkin harus merepotkan diri sendiri untuk membelinya sebelum ke hotel tempatnya menginap.

"Apa akhirnya kau memaafkanku?"

River mengernyit, melirik pria yang sudah berdiri di sisi nya itu. 'Memaafkan?' seumur hidupnya -dari yang ia ingat- River bahkan tidak pernah mendengar langsung suara pria ini, lalu kapan kata maaf terucap untuk River?

"Kau menunggu lama? Tadi saat salah satu pegawai ku menyebut namamu sebagai orang yang ingin bertemu, cukup membuatku kaget." Ia tertawa sumbang. "Ku pikir kau tidak ingin menemuiku sampai mati."

River menoleh, menatap langsung pria yang kini sudah tampak menua. Garis wajahnya tegas, dengan mata, hidung, dan rambut yang mirip dengan dirinya. River bisa berbohong bahwa ia tak mengenal pria ini seumur hidupnya, tapi semua orang jelas bisa melihat kemiripan mereka sebagai sepasang ayah dan anak.

"Aku datang bukan untuk berbasa-basi." ucapnya dingin.

Pria itu mengangguk. "Aku tau."

"tuan Tyler Hoult, bisa ceritakan bagaimana aku lahir?" tanya River langsung.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, keberatan dengan panggilan River atas dirinya. Walaupun ia sendiri menyadari bahwa hubungan mereka tidak semanis hubungan ayah dan anak sebagaimana mestinya, tapi ia sedikit berharap River akan memanggilnya ayah alih-alih namanya.

"Jadi kau datang hanya untuk menanyakan itu?"

River berdecih, apa katanya? 'hanya?' Ia bahkan mengumpulkan semua tekadnya untuk berdiri di depan pria ini sekarang.

"Aku tau anda sudah bahagia dengan keluarga baru anda sekarang dan aku tidak akan mengusiknya. Aku hanya ingin tau bagaimana aku lahir."

Tyler mengangguk. "26tahun lalu mungkin aku menganggapmu sebagai sebuah kesalahan, tapi aku tidak pernah menyesal membuatmu lahir ke dunia. Ya walaupun aku tidak bertanggung jawab dan menjalankan kewajibanku sebagai orang tua." ucapnya menerawang.

Tyler menepuk pelan pundak River dan tidak mendapat penolakan, hal itu membuatnya mengharapkan lebih. Seperti sebuah pelukan misalnya? Ia meringis, sudah sangat menyedihkan bagi seorang ayah bukan?

"Masuklah, akan ku masakkan sesuatu dan aku akan menjawab apapun yang kau tanyakan nanti." ucapnya sambil menelengkan kepala ke arah pintu restoran.

River mengikuti Tyler masuk ke restorannya. Duduk di sudut ruangan yang agak privasi sambil menunggu Tyler yang belum kembali dari dapurnya.

"Aku memasak seafood dan sayuran. Kuharap kau menyukainya." Ucap Tyler yang kembali duduk di depan River. Membiarkan beberapa pegawainya meletakkan piring-piring makanan di meja.

"Bisa langsung ceritakan saja?"

Tyler tersenyum, menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dan menautkan jari-jarinya. "Saat itu aku sedang patah hati, wanita yang ku cintai memilih pria lain dan yah seperti pria kebanyakan aku menghabiskan banyak waktu di bar untuk mabuk." ucapnya membuka cerita. "Ibumu, adalah pekerja di sana."

River mengerutkan alisnya, dan Tyler menangkap keraguan di mata Putranya itu.

"Ibumu perempuan yang baik, di luar profesinya waktu itu." tandasnya dengan penuh penekanan. "Kami tidak berkencan, hanya sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Dan saat ia mengatakan sedang mengandung, aku marah dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya."

The VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang