2

10 1 0
                                    

"Pak? Anda tidak apa-apa?"

Johan tersadar dan melihat wanita berkaca mata yang duduk didepannya.

"Ah...i...iya, maaf," Johan memijat kepalanya yang pusing karena semua yang telah terjadi.

"Oh ya, sebentar ada sesuatu yang perlu saya ambil." Wanita berkacamata itu beranjak dari kursi dan mencari sesuatu di meja belakangnya.

Johan melihat sekelilingnya, sebuah ruangan seperti kantor dengan cat dan perabotan serba putih. Disisi kanan ada satu pintu bertuliskan lab, sedangkan didepannya ada sebuah meja putih namun anehnya tak ada satupun benda disana. Dipojok ruangan ada tanaman pakis hijau dan itu satu satunya warna yang berbeda. Di belakang meja kosong, ada lemari besar juga berwarna putih dengan banyak dokumen yang tersusun rapi. Wanita berkaca mata tadi terlihat sibuk mencari sesuatu.

Johan menghela nafas, ia tak percaya akhirnya mengambil keputusan ini. Hal yang tadinya ia pikir hanya lelucon. Sebuah undangan merah dari Dokter Sandria yang tak masuk akal. Johan pikir mungkin ia sudah gila tapi dia benar benar buntu. Dia butuh sosok yang bisa membantu putrinya bangkit dari keterpurukan. Ia sudah tidak percaya siapapun lagi dan tak ingin bertemu siapapun. Apa yang dilakukan Hera sudah sangat melukai hatinya ditambah kondisi putrinya yang ikut terpuruk akibat penyakit dan terus ingin bertemu ibunya membuat ia depresi. Satu-satunya yang ia inginkan sekarang adalah kesembuhan putrinya Yuri. Mungkin sebuah robot tak akan menghianatinya bukan? Lagipula robot hanyalah benda.

Wanita berkacamata tadi kembali ke meja dan duduk didepannya. Ia membawa sebuah map merah polos dan meletakan diatas meja. Kemudian wanita itu mengusap meja tersebut.

Johan sedikit terkejut karena meja itu ternyata adalah sebuah komputer layar sentuh yang besar. Kemudian terdapat hologram nama yang muncul,

Dr. Sandria

"Jadi anda Dokter Sandria?" Tanya Johan terkejut, ia kira wanita ini adalah seorang asisten dokter.

"Ah iya maaf saya lupa memperkenalkan diri, disini tak ada yang orang yang bekerja kecuali saya.

Saya tak mempercayai siapapun."

Dokter Sandria menekankan pada kalimat terakhirnya saya tak mempercayai siapapun.

Johan mengerti, mungkin karena ia pernah dikhianati oleh orang-orang tempat ia bekerja dulu. Itu memang menyakitkan, dia sudah merasakannya. Bahkan oleh orang yang paling dekat.

Sebuah hologram wajah seorang wanita muncul diatas meja dan mengucapkan selamat pagi

Nama saya Lia. Saya adalah artificial inteligent yang akan membantu anda.

Wow, jadi ini robot A.I itu? Lebih dari yang dibayangkan Johan, ia nyaris seperti manusia.

"Ini adalah model robot yang nanti akan saya aktifkan setelah anda sudah tanda tangan kontrak. Namanya Lia. Apakah anda bersedia?"

Johan tak langsung menjawab. Ia mengamati hologram itu, wajahnya, matanya, rambut dan hidungnya sempurna seperti manusia. Cara bicaranya pun tidak kaku seperti robot, mungkin Yuri akan suka.

"Sepertinya anda menyukainya. Anda akan lebih terkejut apabila sudah melihatnya langsung. Oh iya, ini kwitansi pembayarannya, kami menggunakan kwitansi karena dalam bentuk digital mudah ditrack dan dipalsukan. Di dalam ketas ini ada nano chips yang sangat kecil, bukti untuk keaslian dan terhubung dengan sistem pada robotnya."

Kwitansi berisi pelunasan 2 milyar rupiah atas kontrak sewa sebuah robot A.I dengan durasi 2 tahun.

Ia berhenti sebelum mulai tanda tangan, apakah ini keputusan yang tepat?  namun penghianatan Hera dan kondisi Yuri membuat ia tak berpikir panjang lagi dan menandatangani kontrak itu.

"Iya, terima kasih banyak Dokter." Jawabnya dengan senyum lembut. Dia tampan, namun lingkaran hitam bawah matanya membuat iya tampak berantakan.

Merasa sang dokter memperhatikannya, Johan buru-buru menandatangani kontrak "Maaf dokter saya terlihat menyedihkan," ujarnya.

"Banyak penyewa sebelumnya yang terlihat lebih menyedihkan dari anda." Dokter Sandria sudah biasa bertemu orang putus asa seperti Johan. Ternyata memang kekayaan bukanlah segalanya.

"Dokter... apakah dia bisa membuat keadaan lebih baik?"

"Saya tidak menjamin tentang itu tapi, anda tidak akan menyesal pernah berkenalan dengan robot A.I kami, Lia." Ujar sang Dokter sambil tersenyum.

"Kalau boleh saya tahu, apa yang menyulitkan anda?... tentu anda tidak perlu mengatakan pada saya kalau merasa keberatan. Tapi akan lebih mudah jika saya mengetahuinya karena ini berkaitan dengan property saya yang nanti akan digunakan oleh anda. Jadi saya juga tetap harus memantau."

"Saya membutuhkan robot ini untuk merawat anak saya yang sakit dan... yah, seperti itu." Johan tak menjelaskan lebih panjang lagi.

Dokter Sandria terdiam sejenak sambil mengamati Johan seakan menebak nebak apa yang terjadi depan pria ini. Dia tahu orang yang benar benar mengambil kesempatan menyewa robot ini bukan untuk main main tapi memang sudah putus asa.

"Em, okey, anda bisa isi data-datanya disini. Dan... apakah anda benar-benar akan menyewa robot ini?"

Johan heran mengapa Dokter Sandria menanyakan hal yang sama berulang kali. Tapi Johan tak pikir panjang, dia mengangguk mantap.

"Baik, saya akan membacakan beberapa aturan terkait penyewaan robot A.I kami. Dan setelahnya kami akan mengirimkan robot A.I ke rum-"

"Saya mau dia diaktifkan sekarang, dokter"


RESETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang