"Arina!!!" Sarah terus berteriak memanggil anak tirinya, namun tak kunjung mendapat balasan dari gadis itu. Biasanya pagi-pagi begini gadis itu sudah berada di dapur, akan tetapi Sarah tidak melihat batang hidung Arina dari tadi. Akhirnya dengan perasaan geram, wanita itu memutuskan untuk mengecek sendiri ke dalam kamar Arina.
Ceklek
Kosong, itulah yang dilihatnya sekarang. Sarah menghembuskan nafas kasar.
"Berani-beraninya kau kabur Arina, lihat saja apa yang akan aku lakukan." ucapnya sambil menyeringai. Kemudian ia menutup pintu kamar Arina dengan keras.
"Ada apa, Bu?" Yunan berbicara setelah melihat Ibunya yang tampak menahan emosi.
"Arina kabur dari rumah."
"Apa?! Bagaimana bisa Bu, lalu ke mana Kakak pergi. Dia tidak mengenal siapa pun selain kita Bu." Sarah menatap tajam putranya.
"Biarkan saja dia mati kelaparan di luar sana, aku tidak peduli."
"Ibu!!" Yunan berteriak saat melihat Ibunya melenggang pergi, bisa-bisanya wanita itu mengatakan hal sekeji itu.
"Aku harus mencari Kakak."
****
Pukul lima pagi Arina sudah bangun, ia berjalan ke bawah. Rumah ini masih tampak sepi kemudian ia datang ke dapur, sudah ada Bi Mia yang sedang memasak. Arina pun langsung menghampiri wanita paruh baya itu untuk membantunya.
"Bi, ada yang bisa aku bantu?"
"Eh tidak usah Non, biar Bibi saja." Arina mempoutkan bibirnya kesal.
"Aku ingin membantu Bi, boleh ya ya ya." Bi Mia menghela nafas dan akhirnya mengangguk mengiyakan. Arina memekik senang dengan cekatan ia menguncir rambutnya asal sebelum berperang dengan alat masak itu. Bi Mia kagum melihat betapa lihainya Arina saat memasak, seperti sudah menjadi keahliannya.
"Selesai! Bi tolong cicipi kari ayam ini." Bi Mia mendekat, Arina menyuapkan sesendok kuah kari buatannya. Gadis itu sedikit takut jika masakannya kurang enak.
"Wah... Ini lezat sekali, melebihi kari buatan ku." Arina tersenyum hingga memperlihatkan giginya yang tersusun rapih.
"Terimakasih Bibi."
Setelah memasak untuk sarapan pagi, mereka menatanya di atas meja makan mewah milik keluarga Corald ini. Arina menoleh saat mendengar suara sepatu, ia melihat ada Mr Rans dan juga Nyonya Grace berjalan menuju meja makan.
"Oh! Arina apa kau yang menyiapkan ini semua." ujar Mr Rans sambil menarik kursi kemudian duduk di sana di ikuti oleh Nyonya Grace.
"Tidak Paman, aku hanya membantu Bibi."
"Baiklah, ayo kita makan." saat Mr Rans akan mengambil nasi, Nyonya Grace menghentikan pergerakannya.
"Kita tunggu Devano dulu."
"Anak itu pasti tidak akan sarapan dengan kita."
"Tapi sayang.." Mr Rans menghembuskan nafasnya, lantas menatap Arina yang berdiri di ujung dapur.
"Arina." merasa namanya terpanggil, gadis itu segera menjawab.
"Iya Paman?"
"Tolong panggilkan Devano, suruh dia segera turun untuk sarapan." ucapnya tegas sambil menatap sang istri.
"Baik Paman." Arina bergegas menaiki tangga untuk memanggil Devano di kamarnya. Sesampainya dia di sebuah pintu bercat putih yang Arina yakini adalah kamar Devano, gadis itu langsung mengetuknya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...