I. Pekan pertama

47 5 12
                                    

"KANADA?!" teriak wanita paruh baya, Mama Mark.

Mamanya terduduk lemas di sofa ruang tamu, terlalu kaget dengan kabar yang dibawa anak sulungnya.

Tau kok, anak sulungnya ini terlalu pintar, cerdas, unggul dalam pelajaran.

Tapi mama tidak tau, anak sulungnya diterima di University of Toronto lewat jalur beasiswa.

Tanpa memberitahu satu orang pun.

"Kamu kenapa ga bilang-bilang?" tanya Papanya.

"Tau nih sok rahasia-rahasiaan." tambah Adiknya.

"Hehe."

"HEHE? HEHE MARK?" omel Mamanya.

"Kamu nanti disana sama siapaaaa, kenapa ga bilang dulu nakkk. lusa loh kamu perginya astagfirullah."

"Di asrama kok mah." kata Mark.

"Bertiga mahh, ada dua orang dari kota lain." tambahnya.

Mamanya memijit pelipis, PUSING.

Sedangkan Papa dan Adiknya hanya menonton, mereka tau mark bisa beradaptasi disana.

Mark pintar bergaul, ia juga jago berbahasa inggris.

Tidak ada hal yang perlu di cemaskan.

Mark kaget, mamanya nangis dan langsung peluk dia.

"Sholatnya dijaga, selalu berkabar ya."









Mark jadi senyum-senyum sendiri mengingat respon mamanya waktu itu.

Hari ini sudah satu minggu sejak dia jadi mahasiswa ekonomi jurusan manajemen di University of Toronto.

"Ngapa lu senyum senyum?" tanya Ajun, cowok dari Surabaya yang menjadi sohibnya di Kanada.

"Homesick." jawab Mark singkat.

"baru juga seminggu alay. skuy dinner." ajak Ajun, Mark ngangguk dan ikut keluar kamar.

perjalanan ke cafetaria mereka disapa maupun nyapa mahasiswa lain, kadang juga singgah sebentar buat ngobrol ringan.

"Si Shena ansos banget gila." kebiasaan gibah Ajun dari Indonesia sayangnya kebawa ke Kanada.

"Pas di bandara udah keliatan sih, gak ngomong sama sekali." tambah disayangkan, ketemu sama Mark.

"Anak arsitektur kan dia?" tanya Ajun, Mark ngangguk.

"Panjang umur." kata Ajun ketika sampai di cafetaria. Kebetulan, mereka berpapasan dengannya.

Shea Aleandra, akrabnya dipanggil Shena.

Eh bukan akrab deng, Shena ga akrab sama siapapun di kampus.

Roommatenya yang orang lokal pun gak akrab sama dia.

Shena terlalu sibuk dengan dunianya.

"Oit, Shena." panggil Mark. Shena cuman noleh dan senyum sekilas, terus pergi.

Itupun jalannya sendirian, beda sama kebanyakan mahasiswa yang jalan bergerombolan.

Atau gak minimal kek Mark sama Ajun, walaupun kadang disangka gay sama teman sejurusan. Saking kemana-mana bareng terus.









Setelah ngambil makanan, mereka duduk bareng teman sejurusan yang lain.

"Sheyna?Shena? She is your friend right?" tanya Peter, teman mereka.

"Shena? Yes, she is also from Indonesia." Jawab Ajun.

"Ah i see, she is the ace of architecture."

"Ace?" tanya Mark dan Ajun bersamaan.

"yeah, my girlfriend says she's the teacher's favorite. this semester he took psychology and astronomy courses to complete the Breadth Requirements Thought, Belief, and Behavior and The Physical and Mathematical Universes."

Mulut Mark sama Ajun membentuk huruf "O" dengan sangat sempurna.

"Are you sure she is Shena?" tanya Mark.

"sure, my girlfriend even invited her to the cafeteria together but she refused."

Ajun tepuk tangan, Mark masih bengong.

Takjub sama seorang Shena ini.

Walaupun Mark pintar, sangat pintar, sangat rajin. Masih ada yang lebih-lebih dari itu.

Masih ada langit diatas langit, kan?

Mark jadi penasaran, apa yang bikin Shena jadi ansos begini? Pokoknya,

Pokoknya Mark harus bisa temenan sama Shena, kalau perlu ngubah sifat ansos Shena.

Dosen ter-killer aja bisa jadi temannya Mark, masa Shena doang gabisa?





-

Canada, Mark.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang