chap 9

675 93 5
                                    

Jngn lupa vote❤

***

Dua bulan setelah pernikahan kami, keadaan Taehyung terus memburuk. Pengobatan demi pengobatan masih ia jalani dengan telaten, tapi bukannya membaik, tumor di kepalanya kian parah. Beberapa kali aku memergoki ia kehilangan keseimbangan. Terkadang ia kesulitan bergerak, terkadang ia kesulitan memegang sesuatu. Tidak hanya itu saja, hampir setiap hari, sakit kepala yang ia rasakan kian menjadi.  

Seperti yang terjadi malam itu. Tiba-tiba saja aku terbangun ketika mendengar ia mengeluarkan suara rintihan kecil. Dan ketika aku melihatnya, Taehyung sudah menggigil, bermandikan peluh.

Kedua matanya tertpejam dan alisnya saling tertaut, menunjukkan bahwa ia sedang menahan rasa sakit.

“Taehyung?” panggilku panik. Aku beranjak, menyalakan lampu di meja, dan menyentuh kening Taehyung yang basah oleh keringat.
“Aku tidak apa-apa, hanya sedikit sakit kepala,” ia menjawab dengan bibir bergetar. Matanya masih saja terpejam.

“Akan kutelepon seseorang untuk membawamu ke Rumah Sakit,” aku berniat beranjak, tapi Taehyung keburu menahan lenganku. Ia menatapku dengan sorot mata memohon.
“Jangan, kumohon,” pintanya.
“Aku hanya sakit kepala. Aku sudah meminum obat. Sebentar lagi sakit kepala ini pasti menghilang,” ucapnya lagi.
“Tidak, kau sakit. Kau harus segera dibawa ke dokter!” teriakku.

“Tzuyu ...,” ia menahan tanganku. “Kumohon jangan,” kali ini ia menatapku tegas. “Aku sudah tidak sanggup lagi menjalani semua pengobatan ini. Ini ... melelahkan. Jika aku ke rumah sakit, mereka akan melakukan banyak tindakan padaku. Hampir setiap hari mereka akan menyuntikku, mengambil darahku, memeriksaku ini dan itu, membawaku ke lab ini dan itu, dan ... aku lelah.” Ia menelan ludah. Perlahan ia menggeleng.

“Aku tidak sanggup lagi menjalani pengobatan ini, Tzuyu. Aku sudah tidak sanggup,” ia meratap.

Air mataku menitik dan aku segera beringsut, memeluknya.
“Kau harus semangat, Taehyung. Kau harus kuat. Kau pasti sembuh,” aku nyaris berteriak.
Taehyung tak menjawab, atau entah ia sudah tak punya energi untuk berkata-kata. Ia hanya terdiam, membiarkanku memeluknya, membiarkanku mengelus lengannya, dan membiarkanku memijit pelipisnya pelan. Berharap bahwa cara itu mampu mengurangi rasa sakit yang ia hadapi.

Dan setelah beberapa saat, rasa sakit di kepalanya memang kian mereda.

“Taehyung?”  panggilku ketika menyadari ia hanya terdiam dengan mata terpejam.
“Taehyung?” panggilku lagi. Aku menyentuh pipinya dengan lembut.
“Hm,” dan akhirnya ia menjawab pelan.
“Apa rasa sakitnya sudah menghilang?”
Ia mengangguk.
“Kalau begitu tidurlah,” perintahku.
Lelaki itu kembali mengangguk.

Dengan dia yang masih berada dalam pelukanku, aku membenahi selimut yang mampu menutupi tubuh kami dari kaki hingga pinggang.

“Jika aku mati, apa kau akan menangis?”
Pertanyaan itu sontak membuatku tertegun, tak mampu menjawab. Kutatap wajah lelaki yang masih saja memejamkan mata tersebut.  Dan lagi-lagi air mataku nyaris tumpah.

“Jika aku mati, menangislah. Tapi jangan lama-lama, okay?” lelaki itu kembali berujar.

“Kau takkan mati,” sanggahku.

Hening.

“Lalu bagaimana jika aku lumpuh? Bagaimana jika aku tak mampu melihatmu? Dan bagaimana jika aku tak mampu mengingatmu? Apa kau akan tetap berada di sisiku?” ia kembali bersuara, lagi-lagi tanpa membuka tatapan matanya.
Aku memperat pelukanku.
“Tak apa-apa. Aku akan bersamamu. Yang penting kau harus hidup, itu saja.” jawabku pendek. Dan aku menyadari air mataku menitik.

Black White Love [TaeTzuKook]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang