Yamada Ichiro, sebelas tahun ketika ia melihat garis merah keluar dari jari kelingkingnya. Benang merah hanya keluar ketika belahan jiwa atau soulmate atau mate dan segala sebutan lainnya sudah dekat dengannya, dan benang merah hanya dapat dilihat oleh pemiliknya.
Ichiro masih mengenakan seragam sekolah, dia baru saja pulang sekolah, biasanya Ayahnya akan menjemputnya, tapi entah karena apa Ayahnya tak kunjung datang, Ichiro menghela napas mungkin ayahnya mabuk lagi, dan melupakan kalau ia harus menjemput putranya di sekolah.
Kaki kecilnya berlari, Ia mengikuti benang merah yang berkilau melambai-lambai yang menembus dinding, pohon, semak-semak, Ichiro mencoba menangkap benang tersebut walau hasilnya nihil. Jantungnya berdetak kencang. Adrenalin dalam darahnya terus memompa.
Seutas senyum menghiasi wajah manisnya, Ichiro yakin wajahnya pasti terlihat bodoh karena terlalu banyak tersenyum. Bagaimana mungkin Ichiro tidak bahagia ketika bertemu belahan jiwanya. Ayahnya bilang kemungkinan bertemu belahan jiwa sangat kecil.
Kemudian dia akhirnya mencapai taman bermain yang agak jauh dari rumahnya, Ichiro belum pernah ke sana sebelumnya. Ia melihat seorang pemuda berambut putih yang memakai gakuran yang terlihat agak acak-acakan, rambut putihnya mengingatkannya akan uban pada nenek di depan rumahnya.
Ichiro kecil, baru sebelas tahun, akhirnya melihat belahan jiwanya yang seorang pemuda yang sepertinya berusia tujuhbelas tahun. Dia melangkahkan kakinya semakin cepat, berusaha menghampiri pemuda yang tengah termenung dalam ayunan.
Saat jarak yang memisahkan kian menipis Ichiro dapat melihat memar yang menghiasi kulit putih pucat milik pemuda itu. Rambut putihnya dipotong pendek, dan mata merahnya terlihat lelah dan suram. Pemuda itu mengingatkan Ichiro akan kelinci albino yang menyedihkan.
Samatoki yang melamun tidak memperhatikan sekitar, dia tidak memperhatikan bahwa benang merahnya melambai-lambai terbawa angin menuju anak dengan mata heterokromatik, sampai ia akhirnya melihat Ichiro melangkah lebih dekat dengan napas terengah akibat berlari. Baru kemudian pemuda itu melihat benang merah dari tangan Ichiro, terhubung ke tangannya.
Nemu yang bersamanya menatap heran anak seusianya yang terengah-engah di hadapannya.
Samatoki terdiam untuk waktu yang lama. Matanya melebar dan bibirnya terbuka. Dahinya berkerut.
Ichiro tidak mengerti mengapa pemuda itu terdiam, seharusnya reaksi pemuda itu ketika melihat belahan jiwanya harus lebih bahagia dari pada apa yang dilihat Ichiro sekarang.
"Namaku Yamada Ichiro, aku belahan jiwamu!" katanya dengan riang. Ichiro mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan pemuda itu.
Nemu menatap Samatoki dengan senyum gembira, "Benarkah, Nii-san?"
"Iya," Samatoki menjabat tangannya, "Namaku Aohitsugi Samatoki."
"Aku gak tahu apa yang terjadi, tapi kamu terlihat sangat sedih, apa kamu gak suka bertemu denganku?" ucap Ichiro cemas.
“Kalau ada orang jahat mencoba melukaimu, kamu bisa mencari ku! Aku akan menyembunyikanmu di sekolah atau di rumahku!”
Samatoki tertawa, ia menatap geli anak bermanik heterokromatik itu.
"Aku senang bertemu dengamu, tentu saja. Dan terimakasih, kalau ada apa-apa aku pasti akan mencarimu." Samatoki terkikik geli. "Kalau kamu mencariku, kamu boleh ke taman ini. Aku selalu disini."