Sore itu di sudut kampus saat hujan tengah mengguyur kota. Seperti biasa aku duduk terdiam memandang jendela dengan hiasan puncak gunung yang setengah tertutup kabut serta badai. Di luar sangat porak poranda. Air dan angin saling serang-menyerang tidak mau mengalah. Oh ya namaku Ralinsya, tapi teman-temanku kerap memanggilku Rain. Entah apa maksudnya tapi menurut mereka aku paling suka berdiam diri di pojokan kelas dan kemudian melamun memandangi hujan yang biasa turun di siang menjelang sore. Yap, sama seperti yang kulakukan saat ini. Aku sangat suka melihat hujan, jatuhnya menunjukkan keikhlasan awan dalam melepaskan butiran air lalu jatuh ke bumi.
"Ah sampai kapan ini ? Haruskah aku bermalam disini sendirian? Payungpun tak sempat kubawa karena hampir terlambat." gumamku.
Aku suka melihat hujan, tapi aku tidak suka kalau harus menerobos seperti ini. Aku terkejut. Dering telepon genggamku tiba-tiba berbunyi. Kukira akan ada seseorang yang berniat menjemputku. Mungkin pangeran, hmm atau ayah, bisa jadi kakak. Tapi, bukan dari ketiga sosok itu. Melainkan notifikasi telepon genggamku yang akan segera off karena lowbatt. Astaga memang untuk saat-saat musim hujan seperti ini hal yang paling penting dibawa adalah payung dan charger handphone.
Sebelum hidupku tamat semalaman di gedung ini, mungkin sebaiknya aku menerobos hujan saja. Tidak peduli basah atau apapun karena tidak ada pilihan lain lagi memang. Ditambah lagi, kata beberapa orang satpam gedung ini adalah salah satu gedung yang cukup mengerikan di kompleks kampusku.
Dengan baterai handphone yang tersisa 5% ini semoga bisa bertahan untuk menyalakan senter. Setidaknya sudah berhasil keluar dari gedung ini dulu lah. Aku mulai membereskan buku-buku. Lalu kumasukkannya ke dalam ransel merahku dan bergegas pergi.
Jlak!! seperti bunyi bantingan pintu.
Bunyi itu sangat mengagetkan dan mematahkan langkahnya. Aku terdiam dan takut untuk beranjak. Tunggu, apakah masih ada kelas di jam 7 malam ini? lantas siapa yang membanting pintu? Pikiranku sudah mulai tidak wajar. Mungkin efek semalam aku dan sahabatku asyik menonton film horor terbaru yang sedang tayang di bioskop. Ditambah cerita orang-orang tentang gedung ini.
"Hantu? Apakah aku akan mati dimakan hantu hari ini?". Gumamku
Aku merunduk di bawah kursi, diam dan sama sekali tak bersuara. Langkah kaki mulai terdengar dari kelas sebelah lalu mulai menapaki lorong dan mendekat ke tempatku bersembunyi. Jangan sampai dia menemukanku, begitu pikirku. Tapi saat itu aku benar-benar bodoh. Jelas saja dia bisa menemukanku, senter ponselku masih dalam keadaan menyala dan bisa jadi dia melihatnya.
Dengan gugup dan sudah tidak tentu arah, Aku berteriak "Tolong jangan makan aku. Aku hanya numpang menunggu hujan reda. Aku tidak membawa payung hari ini". Langkah kaki itu semakin mendekatiku.
"Siapa yang kau maksud sosok seram yang hampir memakanmu?" Kata sosok itu.
Bagaimana bisa hantu berbicara dengan manusia sepertiku. Dengan perasaan kalang-kabut aku memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyianku dan memberanikan diri untuk bertatapan dengan sosok itu. Dharr!! ternyata sosok itu bukanlah hantu. Tapi tunggu, siapa dia ya? seorang mahasiswa laki-laki , tapi entah dia mahasiswa fakultas dan jurusan apa. Tersadar bahwa sosok itu bukanlah hantu melainkan manusia, aku berniat untuk meminjam payung saja kepadanya.
"Hey kak, maaf kamu mahasiswa sini ya? Apa kakak bermalam disini? Apa kakak mempunyai payung? Bolehkah aku meminjam?" pintaku kepada sosok yang sama sekali tidak kukenali ini dan bisa jadi ini memang pertemuan pertamaku dengannya.
"Perempuan cerewet, berisik dan sangat mengganggu." ucap laki-laki itu.
"Eh." balasku dengan nada kebingungan.
Apakah aku secerewet dan seberisik itu? Mungkin benar juga ya untuk orang-orang yang belum pernah bertemu namun tiba-tiba sudah ingin meminjam barang. Aku sangat malu saat itu dan berharap bahwa esok hari kami berdua tidak akan bertemu kembali. Ah tidak, keinginanku terlalu jauh. Yang kuinginkan saat ini dan detik ini juga adalah agar laki-laki ini segera pergi saja dari hadapanku. Dan belum 1 menit sejak doa itu kuucapkan, terkabul. Laki-laki itu meninggalkanku. Suasana saat itu menjadi kembali sepi, gelap dan hanya ada aku.
Apa boleh buat. Lebih baik memang aku menerobos hujan ini saja. Hari apa sih ini? Apakah hari sialku? Hujan juga begitu sangat lama turun. Apakah stok butiran air si awan masih banyak? Hmm.
Di lobi gedung, tekadku sudah makin kuat untuk pulang dengan keadaan masih hujan, walaupun sudah tidak sederas tadi. Namun tiba-tiba tepat di sebelahku, aku melihat sosok tadi. Eh, maksudku laki-laki tadi. Mungkin dia juga ingin pulang. Tapi, tunggu, dia membawa payung. Wah apakah dia akan menawarkannya padaku ya.
"Bawa saja ini." kata laki-laki itu.
"Eh apa ini kak?" tanyaku yang tidak tahu benda apa yang ia berikan padaku.
Tanpa berbicara satu kata lagi, laki-laki itu bergegas untuk menjauhiku dan pergi menerobos hujan dengan payungnya yang berwarna biru agak tua.
Hah, apa-apaan ini. Siapa dia? Kenapa begitumenyebalkan seperti itu? Aku sangat kesal waktu itu dan mengutuki diriku agartidak pernah bertemu lagi dengannya. Baiklah mungkin malam ini memang takdirkukehujanan karena memang keteledoranku. Ditambah lagi dengan sosok laki-lakiyang bisa dibilang absurd, misterius, aneh dan semuanyalah. Huh, itu menambahpoin kesialanku hari ini. Sejenak aku melihat benda pemberiannya, aku heranbenda apa ini. Bentuknya memang tidak asing, seperti sering kulihat difilm-film serial Jepang.
YOU ARE READING
Bagai Teru-Teru Bozu
Teen FictionSihir ajaib dari boneka tradisional jepang yang bernama Teru-Teru Bozu mengantarkan Rain bertemu dengan seorang laki-laki misterius yang membuatnya mengutuki pertemuan kedua mereka. Apakah doa Rain akan terkabul? Atau malah membuat boomerang bagi d...