Part 8

3.1K 157 20
                                    

Warning: part terpanjang yang pernah aku buat, semoga g bosan bacanya

sorry for any typo, hope u like it guys

happy reading ^_~

***

Aku baru selesai memakaikan baju Icha, sementara sikembar Fanya dan Fani malah asyik bermain kejar-kejaran dengan tubuh telanjangnya yang habis mandi.

"Papa, Icha mo main uga." rengek Icha tak bisa diam saat kumemakaikan sepatunya.

"Tunggu bentar ya sayang. Pakai sepatunya dulu." ucapku berusaha memakaikan sepatu dikakinya yang bergerak terus menendang angin tak mau diam.

"Huwa.... Icha mo main...." kini Icha mulai menangis.

"Sabar sayang."  "Fani, Fanya ayo pakai baju dulu sama Om." perintahku pada mereka namun tak ada satupun yang menggubrisnya.

"Fariz, bantuin om Ian dong. Panggilin adik adik kamu. Suruh mereka ganti baju."

Fariz melirik padaku sebentar, kemudian dia bangkit dari duduknya dan mendatangi kedua adiknya.

"Nya, Ni, kalau gak mau pake baju bang Fariz gak mau main perang-perangan lagi sama Nya sama Ni juga." ucapnya datar.

Cukup dengan satu kalimat yang keluar dari mulut Fariz, Fanya dan Fani langsung menghentikan permainan mereka dan berlari kearahku. Aku takjub dan tak percaya melihatnya. Fariz benar benar fotokopi dari Lily, ia mewarisi semua sifat ibunya. Termasuk sifat mengintimidasinya.

"Udah kan Om. Cuma gitu aja pake minta tolong segala. Cemen ah Om Ian. Gimana bisa jagain kita kalau dikit dikit minta tolong." katanya kembali duduk dan melanjutkan bermain game di tab milikku.

Aish, bocah tujuh tahun ini menyebalkan sekali. Mimpi apa aku dulu hingga bisa memiliki ponakan seperti Fariz. Sekalinya dia berbicara langsung ngejleb banget.

Dan sialnya sekarang aku harus membawa mereka berempat kekantor karena Fariz, Fanya dan Fani sedang libur sekolah.

Bisakah nasibku lebih buruk lagi saat ini??

***

Dikantor, kedatanganku menjadi pusat perhatian seluruh pegawai. Bagaimana tidak jika aku menggandeng Icha dan Fani sementara Fariz berjalan mengekoriku dengan Fanya. Semua pegawai berbisik bisik, namun tak kuhiraukan. Seperti tak pernah melihatku membawa keponakanku saja.

"Oke, kita sudah sampai." ucapku saat kami berada diruanganku.

Anak-anak memandang sekeliling, kemudian saling berpandangan satu sama lain.

"Gak menarik Om Ian."

"Papa bosen."

"Mending dirumah aja deh daripada disini."

Berbagai macam celotehan dari mereka membuatku pusing. Aku memanggil Lea dan menitipkan anak-anak sebentar padanya karena ada rapat yang harus kuhadiri.

***

Rapat baru berjalan selama setengah jam ketika Lea berlari masuk kedalam dengan terengah-engah tanpa memperdulikan pandangan menusuk dari para anggota rapat yang merasa terganggu.

"Lea apa yang kamu lakukan?" geramku kesal karena Lea mengganggu jalannya rapat.

Bukannya menjawab, Lea malah menarikku keluar ruangan. "Lea, apa maksud kamu narik-narik saya seperti ini?"

"Hosh, hosh... I... Icha hilang pak," jawabnya sambil mengatur nafas.

"APA????" aku membelalakkan mataku kaget dengan apa yang Lea ucapkan.

Jomblo ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang