prelude

407 72 29
                                    


📣 YANG SIDERS, DOAKU KALIAN KETAGIHAN BACA WORKS AKU SAMPE NGEMIS-NGEMIS KE AKU MINTA INI ITU DAN BINGUNG NYARIIN AKU AAMIIIIN 😊

Hari itu diawali sebuah unggahan bertajuk dunia kuliah dengan takarir sangat ceria. Balasan warga internet yang tak jauh dari ucapan, "Selamaaaaat!! Semoga betah hingga akhir."

Ataupun yang sedikit haru seperti, "Wah, Nana udah kuliah ya?"

Hingga yang berbau agak menyebalkan contohnya, "Loh? Nana baru mau kuliah? Kirain udah kerja."

Semua dibaca dara cantik ini dengan bibir tersungging manis. Mengamini doa-doa baik yang didapat dan mengabaikan kalimat pedas penuh rasa sirik dan dengki. Namanya juga manusia, merasa lebih sedikit pasti sudah di awang-awang, suka lupa daratan.

Puas melongok di media sosialnya, cewek manis berambut sebahu ini kembali memusatkan perhatian pada kelas pertamanya hari itu. Padahal kasak-kusuk di sekitarnya terdengar berisik, seolah mereka kaget jika akan sekelas dengan orang beken seperti Ashanna Jasmine. Namun, cewek itu bersikap normal, biasa saja, demi menutupi kecanggungan dirinya. Sejujurnya, Jasmine itu pemalu – dalam arti jika belum kenal. Tidak supel pokoknya. Butuh dipancing dulu biar kelihatan aslinya.

Ekspetasi yang luar biasa telah tertanam di benak anak ini mengenai mata kuliahnya yang paling pertama. Ketika di hadapkan kenyataannya, baru perkenalan saja kok dia merasa, kayaknya salah ambil jurusan ini. Ya tapi mau bagaimana? Perjuangan darah dan tangisannya yang lebay kala itu dengan orangtuanya berbuah ia mau tidak mau menjadi mahasiswi HI. Drama yang tidak ingin ia ingat. Disyukuri sajalah intinya sekarang.

Meski, harus meninggalkan calon cintanya yang lalu.





"Nono, gimana hasilnya?"

"Lolos! Puji Tuhan, Jasmine!"

"Jadi keterima biologi apa geologinya UGM?"

"Teknik Geodesi UGM!"

"Wow, selamat yaa!"

"Kamu, gimana?"

"Nope. Nothing at all. Maaf ya, gak jadi bareng masuk UGM sama kamu."

"Hmm, it's okay. Masih ada jalan lain, kan? Masih mau HI UGM, kan?"

"Enggak. Aku mau nyerah aja. Aku udah dikutuk beneran gak boleh luar kota. Jadi, nyerah aja. Aku gak tahu mau lanjut kuliah apa enggak. Lost hope.."

"Berarti, lost hope sama kita juga? Padahal, aku masih mau kita jadian kalau satu kampus."

Lalu Jasmine gagu. Saat itu dia tak bisa menjawab apa yang dilontarkan oleh cowok yang disukainya saat itu. Mimpinya hancur, cintanya juga hancur. Kehidupan keluarganya pun, tidak membantu keadannya saat itu yang benar-benar butuh penopang dan tamparan akan kehidupan di dunia yang sebenarnya.





Sudahlah, ia tak ingin mengingat drama yang lalu. Apalagi menambah drama baru. Maka, sebagai mahasiswa baru, dia ingin membuka lembar baru. Menambah teman baru juga.

Semakin Jasmine tidak sabar bagaimana hidupnya setelah ini. Ia hanya berharap kebahagiaan selalu menyertainya.

"Coba, kalian perkenalan diri satu-satu biar saya sekalian absen. Terus sambil sebutin tujuan hidup atau cita-cita. Boleh jangka panjang atau pendek. Siapa tahu dengan manusia sebanyak ini, tujuan dan keinginan kalian bisa terkabul! Sama asal kalian kalau boleh tahu. Gak boleh, ya saya gak maksa."

Dosen yang saat itu mengisi kelas di jejak awal menjadi IR-ers mencoba ice breaking. Tahu jika para remaja jajahan dari sekolah menengah ini masih belum siap jika dihadapkan dengan realita pembelajaran di Hubungan Internasional.

Suara desahan dan respon lain mengisi suasana kelas saat itu. Banyak yang enggan, namun masih diimbangi dengan mereka yang terlihat bersemangat.

"Loh, niat saya kan baik kenapa protes? Beberapa kakak tingkat kalian banyak yang terkabul loh. Ayo, coba dulu. Dari depan sini saja, ya," tunjuk dosen tersebut segera mengawali sesi perkenalan.

"Saya biasa dipanggil Arjuna. Cita-cita jadi Dubes!"

"Nama panjang?"

"Farenino Arjuna Wijaya, Pak!"

"Cita-cita yang bagus, Juna. Banyak teman kamu di sini yang punya pemikiran sama. Yah, kalian memang masih maba sih. Masih belum tahu HI gimana dan Duta Besar itu gimana. Maaf ya, saya bukan menjelekan keinginan kalian yang rata-rata sama ini. Menurut kami itu pemikiran naif yang baru mentas sekolah. Nanti kalian bakal lebih tahu lagi bagaimana, dan saya yakin keinginan kalian pasti berubah. Jadi tetap semangat. Mau jadi apapun saya doakan semoga tercapai."

Setelah petuah singkat tersebut seketika banyak yang membelokkan keinginan dan cita-citanya. Memang, diakui masih naif, masih sangat hijau. Tahunya hanya jadi Diplomat dan Duta Besar. Tahunya, anak HI itu harus pandai berbahasa Inggris. Tahunya, anak HI wajib update berita terkini. Tahunya, anak HI, mentang-mentang ada kata internasional jadi berpikir kerjanya di luar negeri. Yang mereka tahu dari pandangan umum seperti itu, atau hanya menerka-nerka bagaimana tanpa mencari tahu lebih lanjut.

"Helenne Chania Dorris Silitonga. Chania saja biar mudah. Saya lahir di Binjai, kalau tidak tahu dimana Binjai, ya Medan. Tapi hidup saya nomaden."

"Visi dan misi masuk HI?"

"Karena itu tadi, banyak yang ingin jadi Duta Besar atau Diplomat. Saya ubah sajalah, kalau tidak bisa ya jadi istrinya juga tak apa," kata seorang cewek dengan rambut ikal panjang.

"Loh, jangan salah ya rek. Saya cuma kasih tahu saja. Gak ada salahnya kalian mau jadi Dubes apa Diplomat. Boleh kok. Tapi gak yakin nanti kalau sudah semester akhir apakah pemikirannya masih sama. Chania, ya?"

Cewek yang dipanggil mengangguk semangat. "Iya, Pak?"

"Kalau nanti gak jadi nikah sama Diplomat, sama dosen di sini masih banyak yang lajang," gurau dosen tersebut yang menimbulkan gelak tawa.

Hingga giliran Jasmine yang bingung harus mengenalkan dirinya. Mengambil ancang-ancang untuk berdiri dengan kaku, seperti anak kecil yang kedapatan berak di celana.

"Saya Ashanna Jasmine, dipanggil Nana saja ya! Asal, Poor City, maksud saya domisilinya. Cita-cita jangka dekat... ehm... lulus cepat jadi orang sukses. AAMIIN!"

Seketika satu kelas ikut mengamini perkataannya. Lalu kembali ricuh ketika sang dosen menimpali, "Kamu yang selebgram itu?"

"Bu-bukan, Pak!"

"Iya aja, ya?"

"Hmm," Jasmine tertawa kikuk lalu menyerah. "Iya, deh."

"Poor City iku endi?" – [Itu dimana?]

"Malang, Pak, hehehe," kali ini Jasmine tertawa lebih luwes.

"Walah, arek ayu onok ae. Lanjoot!" – [Orang cantik bisa aja]





Perkenalan diri masih berlanjut hingga barisan bangku belakang. Jasmine ikut mengamati sesi tersebut dengan tenang. Mencoba mengenali teman sekelasnya satu-persatu. Ikut tertawa jika ada yang melucu. Ikut merespon agar suasana kelas menjadi lebih hidup.

Hingga di salah satu deretan bagian belakang, Jasmine berusaha mengontrol rautnya agar tetap tenang. Meski jantungnya berdebar kurangajar, hatinya serasa diremas, ia tak mau terlihat lemah.

"Ardeno Triliandi, dipanggil Jeno. Belum ada cita-cita khusus selain membahagiakan keluarga."





♡♡♡





curcolan sekalian throwback. lucunya, aku dulu jawabnya "mau punya buku sendiri" dan ternyata kesampaian. 2 buku akking dan satu buku jurnal hi. hehehe amazing, sumpah! padahal kepikiran aja enggak, ngasal doang tapi pengen sih. dan itu aku juga ikutan ganti tujuan karena diceritain gitu ama si bapak dosen.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 29, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

sbjl : troposfer ☁️ nominWhere stories live. Discover now