Pada Mulanya Adalah Teman

29.5K 438 3
                                    

Om Heru memeluk bahuku, meremas lengan, dan tengkukku, lalu berkata, "Kamu kalau sudah gede bakal gagah, Co!"
Saat itu kepalaku rasanya melayang, bau keringatnya terasa memabukkan.

Ada masanya ketika aku tidak tahu gay itu apa, homoseksual itu gimana, dan biseksual itu mungkin atau cuma khayalan. Aku cuma anak biasa yang kebetulan punya bapak tentara. Secara kebetulan juga, merasa bahwa yang paling menarik di dunia hanyalah tentara.

Bapak sering bertugas di luar rumah, kadang bahkan di luar pulau selama berbulan-bulan. Aku tidak kenal pelukan apalagi ciuman dia. Ibu yang sibuk mengurus rumah dan adik-adik juga tidak memperhatikanku. Aku terbiasa pulang terlambat, kadang dengan beberapa luka sisa berkelahi, kadang dengan beberapa mangga curian. Tapi, juga kadang pulang dengan kenangan memabukkan.

"Co, sini temani abang!"
Ah, ada bang Daud di pos jaga sudut. Pos itu terpencil, di pintu masuk kompleks yang mengarah ke kebun-kebun warga. Di masa tahun 90an, TNI belum mampu membangun kompleks perumahan bertembok tinggi. Kompleks kami masih dibatasi pagar kawat berduri, di luar kompleks masih banyak kebun-kebun warga, dan masa itu lampu penerangan di jalan bahkan belum sebanyak sekarang.

"Co... Abang punya biskuit. Sini, temani abang."
Ah, Abang Daud... Berisik sekali dia. Aku baru saja turun dari pohon mangga. Ada banyak makanan di sini. Untuk apalagi biskuit?

"Co, sinilah. Temani abang!" Ini baru pukul 17.30. Gelap juga belum datang, dan bang Daud, laki-laki asal Medan ini seperti sudah gelisah saja. Bang Daud lumayan penakut. Nyalinya tak sebanding dengan badan kokoh, rahang tegas, mata nyalang, dan badannya yang tinggi.
Umurku 15, tapi soal keberanian keluyuran di tempat gelap, aku lebih daripada dia yang sudah umur 22. Mungkin umur, memang bukan standar keberanian.

"Diamlah, bang! Tak mau aku biskuit. Belum mandi juga aku. Aku pulang dulu, ya?" Ujarku tak peduli.
"Ah, Marco. Tak kasiannya kau sama abangmu ini? Temanilah abang, ya? Besok lepas jaga, abang ajak kau makan bakso di depan."
"Nanti, bang. Pulang mandi aku dulu."
"Cepat kau datang, ya...?"
"Ya, nanti bang. Sampai jam berapa abang di situ?"
"Hanya sampai jam sembilan, tak lamalah abangmu ini di sini."
"Habis bang Daud, siapa yang jaga?"
"Ah, kayaknya si Haris."
"Oke, bang. Tapi aku tak ingin bakso. Bosan aku."
"Ingin apanya lagi, kau? Belum gajian abangmu ini."
"Besok malam, lepas jaga, temani aku tidur di rumah. Ibu pergi ke kota, ada pelatihan dua minggu, adikku dibawa ke rumah nenek."
Bang, Daud tidak bersuara lagi. Dari jauh kulihat ia menelan ludah. Aku berlari pulang, mandi sore ini akan cepat sekali. Si abang bakal ngomel tanpa henti kalau aku datang terlambat.

Ibuku terlihat sibuk, tas traveling besar sdh parkir di ruang tamu. Dua adikku duduk rapi berjajar. Wangi parfum menguar di udara, dan seorang pamanku tiba-tiba muncul.

"Co, om jemput ibumu malam ini?" Cengiran di wajahnya membuatku terdiam.
"Bukannya besok acaranya?" Ujarku agak sengit. "Bu..." Teriakku sekencangnya. "Bukannya besok baru mulai acaranya?"
"Ibu salah liat jadwal." Seru ibuku tak kalah kencang. Di mulutnya ada biskuit, di rambutnya ada topi yg terpasang miring, dan tangannya penuh dengan tas keperluan bayi.
"Acaranya mulai besok pagi, hehehe."

Tangan pamanku tiba-tiba memeluk dari belakang.
"Maaf, om gak nginap malam ini." aroma parfum ini membuatku tenang. Adik ibuku ini, sangat rapi dan teratur berpakaian. Kumis tipisnya menggesek tengkukku.

"Ok.." jawabku pendek. "Saya mau mandi."

"Ibu berangkat...!" teriaknya yang disambung suara pintu terhempas.
"Okeee..." Teriakku tak kalah kencang.
Pakaianku baru saja kulepas, ketika pintu kamar mandi terbuka.
Pamanku masuk, aroma parfumnya ikut. Tanpa banyak bicara, bibirnya menyerbu bibirku.

Kurengkuh tengkuknya... Ada kumis, jenggot tipis dan tatapan mata bagus. Ciumannya singkat. Gara-gara Ciumannya,
Malam ini tidurku bakal tak tenang.

Bang Daud, harusnya bisa menolongku tidur nyenyak.

Dari semuanya yang kini kualami, semuanya berawal dari pertemanan.

Anak Kompleks MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang