Prolog

3 0 0
                                    

Hujan disore itu, membawa kakiku melangkah memasuki sebuah pemberhentian bus yang berada di ujung jalan persimpangan di dekat sekolahku.

Aku menatap keatas, kelangit sore yang berwana kelabu akibat mendung.
Sepertinya hujan tidak akan segera reda, dan aku harus menunggu entah sampai kapan di halte ini. Seandainya pagi tadi aku menuruti omongan ibu yang menyuruh ku membawa payung, atau segera pulang setelah kelas selesai, bukannya malah mengobrol dengan Hana tentang hal yang tidak penting di ruang osis. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Terdengar suara langkah tergesa-gesa dari arah kananku.
Aku sedikit melirik dan mendapati sosok pria kurus dan tinggi dengan hoodie abu-abunya.

Pria itu membalas menatapku, namun dengan cepat aku mengalihkan pandanganku kembali kedepan.

Semoga pria itu tidak tau kalau aku tadi sedang melihat kearahnya.

Aku kembali melirik kearah pria itu, dan mendapati pria disebelahku sedang menatapku, menjelajahi tubuhku. Dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Ya Tuhan..
Semoga dia bukan pria mesum atau pria jahat.

Pria itu berjalan mendekat kearahku, dan dengan pelan aku menggeser kakiku. Untuk menjauh namun dengan cara yang lembut.

Posisinya semakin dekat, dan sangat dekat hingga akhirnya aku berjongkok sambil memegang kepalaku dengan kedua tanganku.

Aku ingin sekali menjerit, namun rasanya ludahku mengering. Tenggorokan ku tercekat, hingga tidak dapat menghasilkan sebuah suara.

"Hahahaha.."

Aku mendengar pria itu tertawa, sangat menyeramkan. Namun aku tidak berani menatap kearahnya.

"Dek.. ngapain?"

Ucapnya, dan kali ini aku memberanikan diri untuk mendongakkan kepalaku dan menatapnya.

Pria itu ikut jongkok di depanku dengan wajah tersenyum.

"Aku orang baik, nggak usah takut" jelasnya sambil menyodorkan sebuah benda kearahku.

"Nih.. pakai ini." Katanya.

Sebuah payung lipat berwarna biru tua.
Dengan gerakan lambat aku meraih payung ditangannya, dia kembali tertawa.

"Lain kali, kalau ada orang yang mencurigakan seharusnya kamu lari. Bukan malah jongkok kayak gini, ayo berdiri."

Aku mengikuti perintahnya, sambil menundukkan kepala menahan rasa malu.

"Ma..maaf.." ucapku terbata.

"Yaudah gak papa, pakai aja payungnya. Entar seragamnya basah terus nggak bisa sekolah besok".

Aku kembali menatap kearah pria itu, terlihat ia sudah memakai kupluk hoodie abu-abunya.
Dengan gerakan cepat ia berlari menerobos guyuran hujan.

Aku masih menatapnya.
Tanpa mengucapkan kata-kata, entah terimakasih atau selamat tinggal.

Namun tak lama kemudian pria itu kembali lagi di hadapanku.

"Kalau mau balikin payungnya, datang aja besok di pendopo lawas. Jam 4 sore." Teriaknya lalu kemudian kembali berlari menerjang derasnya hujan.

Tanpa terasa aku tersenyum.
Entah karena apa, karena mengingat kejadian beberapa waktu lalu atau karena pria itu tersenyum kepadaku?
Entahlah...

Entah karena apa, karena mengingat kejadian beberapa waktu lalu atau karena pria itu tersenyum kepadaku?Entahlah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TimelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang