Diluar rumah mendadak ramai. Suara sirene polisi seperti saling berlomba untuk menyadarkanku. Ayah tampak enggan di wawancarai di bawah sana. Tapi beberapa wartawan yang meliput tidak terlihat menyerah untuk mendapat beberapa info dari ayah.
Pagi buta tadi aku terbangun dari tidurku. Mendadak kaget saat mendapati adik kecilku tidak ada di atas ranjang. Lantas aku teringat sesuatu, dan menyadari bahwa aku tertidur dilantai sedari malam.
Aku bergegas menghubungi Ibu, namun tidak ada jawaban. Lantas tergesa-gesa menghubungi ayahku juga. Tapi sama seperti ibu, ayah mungkin sedang sibuk dengan kasus orang hilang akhir-akhir ini.
Aku kalut, mendadak tidak bisa berfikir jernih. Lantas aku berlari mengecek sekitar kamar. Badanku mendadak kaku.
Dijendela kamar, selimut yang tadi malam di kenakan Vincent tersampir disana. Aku tercekat menahan sesak, lalu berjalan terseruk ke arah jendela.Tidak! Vincent!
Aku menangis meraung, tidak mampu melihat pemandangan di bawah sana. Berkelibat suara cadel Vincent bergema ditelingaku. Aku tahu, aku tidak bisa
menghilangkan bocah berpipi gembil dan ompong itu dari pikiranku.Vincent!
"Astaga! Wendy!"
Ayah tiba-tiba masuk dengan tergesa kearahku. Dipegangnya wajahku yang kini berlinang air mata. Ayah menatapku khawatir, matanya seakan bertanya apa yang membuatku menangis.
Aku bimbang, tidak mampu sekedar membalas tatapan khawatir ayah. Apalagi sampai hati mengatakan bahwa Vincent telah tiada. Bocah itu jatuh dari jendela kamar.
Sebagai gantinya aku hanya menangis pilu. Lalu menunjuk ke tempat selimut Vincent, yang terjuntai separuh di luar jendela. Ayah mengikutiku, wajahnya mendadak tegang.
Ayah terburu-buru berlari mengecek ke bawah. Dia mengabaikan ponselnya yang berbunyi nyaring.
Aku bergegas mengikuti.Dengan penuh keyakinan ayah menyibak selimut lain yang terbentang diatas tanah. Aku berusaha menahan tangis demi menyaksikan Vincent untuk terakhkir kalinya.
Kosong.
Tidak ada siapapun ketika ayah menarik selimut itu dan menyibaknya lebih lebar. Tidak ada Vincent disana, hanya boneka mobil milik bocah itu yang kami lihat.
Aku berhenti menangis, lantas menatap ayah yang kini termenung.
Suara mobil ibu terdengar, aku terpaku menatap ibu yang masih memakai jas dokternya. Wajahnya tampak lelah saat berlari kearah kami."Kenapa kalian di luar?" Ibu bertanya heran.
"Aku bergegas pulang saat Wendy menelfon. Kukira ada sesuatu yang gawat. Maaf tadi aku harus mengcheck up pasienku dulu." katanya dengan nafas berderu.Ibu menatapku kaget, wajahku penuh airmata. Tapi perkataan ayah lebih membuatnya pucat.
" Vincent menghilang."
"Apa?!"
"Aku sedang berusaha menghubungi rekanku. Kita harus mencari Vincent segera."
"Bagaimana bisa..."
Ibu menatapku dan Ayah bergantian tampak tidak habis pikir.
"Jane, dengar. Ini bukan salah Wendy. Tadi aku dan Wendy mengira Vincent terjatuh dari lantai atas. Tapi sekarang dia tidak ada di manapun."
" Ya Tuhan.."
'Ini hanya sapaan apa kabar dariku, Wendy-ku sayang.'
Kira-kira Vincent kemana nih guys?! hehehe komen yuk. Jangan lupa likenya ya. 😗😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Naverland
Fantasy'Jika memang benar Peter Pan itu ada. Wendy lah yang akan menemukannya.' Wendy tidak tahu, sepenggal dongeng yang baru saja ia bacakan untuk menidurkan adik kecilnya akan menjadi awal dari hidupnya. Peter Pan telah menunggu. Menunggu dari luar jend...