Pagi, Dears!
Sementara, Hara update Aira dulu, ya. Adhiyaksanya nanti malam saja. Mudah-mudahan selesai ngetiknya.
Seperti biasa, bab ini panjang. Khusus TOO LATE TO FORGIVE YOU, Hara memang enggak mau buat banyak bab. Palingan bakal tamat di bab 20-an saja.
Di bab ini, silakan kalian kembali berspekulasi. Mengumpat juga boleh. Pemanasan dulu sebelum nanti kalian puas mengumpat di bab-bab tertentu. Hahhaha
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita.
Happy reading!
***
"Jadi, mau yang mana?" Aira menunjukkan dua lilin berbeda bakal souvernir mereka. Saat ini, keduanya sedang duduk bersisihan di ruang tengah lantau dua.
Ardi menimbang-nimbang sejenak sembari melihat dua lilin di tangan Aira bergantian. Kemudian telunjuknya mengarah pada tangan kiri Aira, menunjuk lilin gelas berwarna ungu. "Ini bagus. Kelihatan sweet dan elegannya," komentarnya.
Tatapan binar Aira seketika berubah sendu. Dia memanyunkan bibir dan menurunkan kedua tangannya. Bahunya terkulai lesu.
"Tapi aku sukanya yang putih, Mas. Lucu," ujarnya dengan nada merajuk.
Ardi menipiskan bibir. Awalnya, dia meminta Aira saja yang memilih. Namun, Aira bersikeras meminta Ardi yang menentukan pilihan akhir souvernir mereka. diminta. Jadi, dia pun tanpa sungkan menyuarakan pilihannya. Lalu, kenapa calon istrinya itu malah merajuk?
Tangan kanan Ardi menyentuh kepala Aira. Dia mengusap sisi kiri kepala kekasihnya itu seraya berkata, "Kalau begitu, yang putih saja. Apa pun yang kamu mau, Sayang, aku tidak keberatan."
Aira mengecimus. Dia menggeser pantatnya menjauh sehingga tangan Ardi hanya mengambang di udara. Bibirnya mencebik lucu.
"Ish! Mas kok plin-plan, sih! Aku kan minta pendapatmu, Mas. Aku bingung dari kemarin. Ini malah Mas ikut bingung juga milihnya." Aira memberengut dan menggerutu kesal.
Alis Ardi bertaut. Dia bingung menghadapi tingkah Aira yang mendadak uring-uringan seperti ini. Apalagi penyebabnya hanya hal sepele. Tidak biasanya kekasihnya itu berselera berdebat dengannya hanya karena satu hal. Selama ini, Aira cenderung penurut, tidak mudah merajuk seperti wanita kebanyakan. Aira sangat pengertian. Itulah kenapa dia mudah mencintai Aira dan tanpa sadar jatuh sedalam-dalamnya pada pesona calon istrinya itu. Hanya Aira yang membuatnya yakin untuk berkomitmen dalam sebuah pernikahan.
"Katanya kamu suka yang putih, ya sudah yang putih saja. Aku tidak keberatan apa pun pilihanmu, Ra." Ardi berusaha menggamit tangan Aira meskipun kekasihnya itu berkali-kali menepis. Setelah tangan Aira dalam genggaman, dia mengecupnya khidmat, membuat fokus Aira beralih padanya. "Jangan seperti ini lagi, ya! Merajuk dan marah-marah itu cuma akan membuatmu tambah tua. Kamu mau nanti kelihatan tua di foto pernikahan kita?"
Aira langsung mengempaskan genggaman tangan Ardi. Dia melengos tak acuh dengan bibir yang semakin mengerucut. "Terus kalau aku kelihatan jelek, kenapa? Mas mau batalin pernikahan kita, iya? Mau cari calon yang lebih cantik, begitu? Ya sudah, sana! Mumpung semuanya belum siap," ujar Aira bersungut-sungut.
Bola mata Ardi membulat. Dia pun beringsut mendekat dan mencuri satu kecupan di pipi Aira. "Kamu ngomong apa sih, Sayang? Jangan sembarangan ngomong begitu. Nanti kalau ada malaikat lewat terus diamini, kamu mau omonganmu jadi kenyataan? Hm?" Suara Ardi melembut, berusaha menenangkan Aira yang sedang dalam mode sensitif.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FIN
RomanceAira pernah terpuruk. Cintanya yang terlalu besar pada Evan pernah membuatnya gila ketika pria itu memilih meninggalkannya demi menikahi wanita lain. Dalam masa kelam itu, Aira tidak menemukan sebuh kewarasan selain mati untuk mengakhiri rasa sakit...