🐾1🐾

39 5 2
                                    

Di sebuah taman yg sepi, dengan langit yg berwarna kelabu, yg mulai menurunkan air setetes demi setetes, seolah merasakan kesedihan seorang gadis yg sedang duduk di salah satu bangku taman.

Ketika orang lain meninggalkan taman untuk pulang atau sekedar meneduh di tempat lain. Tidak dengan seorang gadis yg menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

Bahkan ketika hujan semakin deras turun dari langit. Gadis tersebut tidak bergerak barang seinci pun. Seolah dinginnya air hujan tak terasa olehnya. Seolah suara petir yg saling sahut-sahutan tidak terdengar olehnya. Sebenarnya, apa yg gadis itu pikirkan?apa dia tak tahu, bahwa tubuhnya sudah menggigil kedinginan?sudah berapa lama dia duduk di bangku itu?. Mungkin itu kalimat pertanyaan yg akan ada di benak orang lain yg melihat seorang gadis yg duduk ditengah derasnya hujan.

Tapi... bahkan tak ada seorang pun di sana selain gadis itu.

Setelah lama duduk di bangku taman tersebut, hingga malam menjemput. Akhirnya gadis tersebut pergi meninggalkan taman itu. Walau hujan masih lebat.

                           ***

Hingga tiba di suatu tempat yg paling dia sukai. Yg dapat membuatnya tenang walau sesaat. Tempat dimana ia dapat berkeluh kesah. Tempat yg sangat sepi dengan di temani hujan yg masih turun walau tak selebat tadi. Dia tiba ditempat peristirahatan terakhir orang yg paling dia cintai didunia ini.

"Madre, aku sangat merindukanmu" bibir pucat itu berkata dengan lirih disertai air mata yg tersamarkan karena hujan.

"Aku sangat ingin menyusulmu kesana. Disini tak ada yg menyayangi ku. Tapi... aku takut tuhan marah jika aku menyusulmu" Sambung gadis itu.

Setelah lama bercerita dan juga berkeluh kesah kepada orang yg paling dicintainya. Gadis itu berdiri sambil berucap "setidaknya jika aku tidak boleh menyusulmu sebelum waktunya. Datanglah ke dalam mimpiku setiap aku tidur. Kau tak ingin aku menyusulmu sebelum waktunya kan?" Dan di akhiri dengan kekehan kecil.

"Ya sudah, aku pergi dulu Madre. Aku sangat mencintaimu. Bye Madre" Gadis itu berbalik pergi meninggalkan tempat peristirahatan terakhir orang yg paling mengerti dirinya dan yg paling mencintainya.

***

Tiba di sebuah rumah bergaya eropa. Gadis itu memanggil satpam yg berjaga di pos untuk meminta tolong membukakan pagar.

Tiba didepan pintu, ketika ia akan memegang knop pintu. Tiba-tiba pintu terbuka dari dalam. Dan keluarlah seorang wanita paruh baya dengan baju yg kurang bahan dan juga dandanan menor. Penampilannya persis seperti jalang, padahal wajahnya sudah tak secantik dulu. Menjijikkan, ya mungkin itu yg ada dalam pikiran orang yg melihatnya.

"Dari mana saja kau sialan?" Kata seorang wanita paruh baya dengan dandanan menornya yg sering gadis itu panggil dengan nama ibu Medusa.

"Kau tak mendengar apa kataku, hah!" Lanjutnya sambil membentak dengan suara yg keras.

Karna tak mendapat jawaban dari gadis di depannya. Wanita medusa dengan dandanan menor itu langsung menjambak rambut gadis didepannya.

Gadis itu mendesis kesakitan tanpa suara. Tentu saja jambakannya tidak main-main.  ia bisa merasakan kalau rambutnya banyak yg rontok. Tapi mulutnya tetap tak mengeluarkan suara.

"Kau tak menjawab pertanyaan ku. Maka inilah akibatnya. Kau anak yg tak tau diri. Sudah untung aku tak membuangmu kejalanan" ucap ibu medusa itu lagi dengan intonasi suara yg naik. Wanita menor itu sangat suka sekali berkicau seperti burung. Tapi jika suara burung merdu, sedangkan suara wanita menor itu sangat memekakkan telinga.

Mungkin jika terlalu lama mendengarnya bisa mentuli kan pendengaran secara permanen.

"Mommy itu kenapa sih suka sekali berteriak?ini bukan hutan mom, tak usah berteriak juga" ucap anak si wanita menor a.k.a ibu medusa yg dinamai dengan nama anak Medusa oleh gadis itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Agapito Draga MeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang