Satu pesan dari saya.
Bila mau baca cerita saya, harap pertajam imajinasi. Mari berpetualang di dunia imajinasi saya.
Bila tak mau? Tanggung sendiri akibatnya.
Sudah siap?
Starto! 🔥🔥****
Semua anggota PMR masuk ke ruang rapat. Satu per satu mereka duduk di bangku kosong, terkadang ada yang minta tukar bangku. Nana sendiri duduk di bangku sebelah kiri Asti. Sifat Nana berbanding terbalik hari ini--sore ini. Yang semula ceria cerewet minta ampun, kini muram dengan kantung mata membengkak. Suasana hati Nana penuh awan kelabu.
"Bah," sebisa mungkin Asti menahan tawa setelah melihat muka Nana, "kamu kenapa dah? Ditekuk mulu tuh muka."
Nana tak menggubrisnya. Gadis bersurai pendek ikal ini tahu, Asti melihatnya menangis tadi. Hm, baik ia sembunyikan masalah Zaka dari Asti.
"Assalamualaikum." Setelah kakak kelas berjilbab ini mengucapkan salam, mereka membalasnya dengan sopan dan serempak. "Saya ucapkan banyak terima kasih kepada kalian semua yang ikut serta dalam kegiatan evaluasi malam pada minggu kemarin. Tapi, banyak di antara kalian yang tak lulus dalam kegiatan tersebut, entah itu ketakutan sampai pingsan maupun yang tidak hadir karena sakit.
"Saya akan sebutkan anggota-anggota PMR yang tidak lulus dalam evaluasi malam. Ada 20 orang yang hadir namun gagal di kegiatan tersebut, bagi yang merasa tidak lulus maju ke depan kelas."
Serempak mereka yang merasa terpanggil berdiri dan berjalan menuju depan kelas, membentuk barisan secara horizontal. Sebagian besar yang maju adalah perempuan, makanya saling berbisik-bisik. Lain dengan anggota PMR laki-laki yang bersandar di papan tulis dan sesekali menjahili kaum hawa.
"Selanjutnya, ada 3 orang yang tak hadir dalam kegiatan evaluasi malam. Saya akan sebutkan namanya." Kakak kelas tadi mengambil selembaran kertas buram. "Nasiwa Junia dan Ananda Kasih dari kelas 11 MIPA 4, dan Azakiyah dari 11 IPS 1."
Nana hanya bisa pasrah. Meski ia tahu dirinya ada di sana kemarin, dia tetap seorang senior. Beliau bukan seorang teman yang gampang akrab seperti teman-temannya. Nana maju ke depan kelas sembari mengusap mukanya penuh frustasi.
"Sebagai gantinya karena tak ikut atau gagal evaluasi malam, kalian akan mengikuti kemah khusus. Untuk tanggal dan waktu, diprediksi akan bersamaan dengan kegiatan kemah blok kelas 11 pada malam hari. Kami selaku kakak kelas akan berusaha membujuk pembina PMR untuk melaksanakan kemah khusus."
Nana mengacungkan tangannya lagi. "Bila kemah khusus terlaksana, apa saja kegiatan yang harus dilakukan anggota PMR?"
"Kami masih memikirkannya," jawab kakak kelas perempuan menoleh ke arah Nana. "Kemungkinan besar kegiatan di kemah khusus makin menguji nyali kalian. Syarat kalian menjadi pengurus PMR adalah lulus dari evaluasi malam maupun kemah khusus bagi yang gagal. Tapi tenang saja, kami akan memberikan satu kesempatan untuk kegiatan evaluasi malam besok."
"Nah, Kak Ayana sudah berkata begitu." Seorang pria buncit angkat bicara. "Sekarang, siapa yang siap mengambil kesempatan evaluasi malam besok?"
Semuanya angkat tangan, termasuk Nana yang bermuka masam. Gadis bersurai cokelat ikal pendek ini tak habis pikir, mana mungkin mereka tak melihatnya kemarin? Iris emasnya kembali keruh, lebih gelap dan tak berkilauan seperti dulu, mengerling ke arah Asti yang sibuk main ponselnya.
Teman macam apa dia?
"Baiklah, besok kalian bawa perlengkapan tidur seperti halnya kalian ikut evaluasi malam kemarin. Bisa dipahami?" Kakak kelas perempuan tersebut mengintrogasi setiap anggukan adik kelasnya dengan tatapan nanar. "Silahkan duduk kembali."
"Makasih, Kak Anaya!"
Akhirnya Nana bisa bernapas lega. Setidaknya tingkat kegarangan Kak Anaya masih ditingkat wajar. Lain ceritanya bila tingkat kemarahan Kak Anaya sampai pada Puncak meter. Hiss, bisa-bisa harimau pun takut padanya. Mereka yang dipanggil kembali duduk di bangkunya masing-masing.
"Kau ambil alih, gendut." Kak Anaya mengerling datar.
"Gak usah bilang gua gendut!" Pria itu nyaris menghantam satu pukulan empuk di pipi Kak Anaya. Sebisa mungkin siswa berpapan nama Awan itu menjaga imagenya dengan deheman kecil. "K-kakak ingin tau soal evaluasi malam waktu minggu kemarin. Gimana kegiatannya? Seru?"
"Takut!"
"Seru!"
Pro dan kontra menghebohkan ruangan ini. Berbagai argumen diadu memeriahkan acara rapat PMR. Yang bilang seru adalah laki-laki dan perempuan tomboy, beda dengan perempuan feminin yang bilang takut. Mulai dari kegiatan yang memacu adrenalin, banyak hantu, bahkan ada yang mengaku mengidap phobia gelap.
Hah, keributan ini yang menyebabkan Nana dan Asti jengah.
"Nana masih marah, kah?" Entah sejak kapan pemilik suara ini ada di samping Nana, tapi kehadirannya yang tiba-tiba membuat Nana berteriak kaget.
Semua orang yang asyik beradu argumen langsung berhenti dan melirik ke bangku Nana. Tatapan mereka hanya melemparkan kebingungan, tak ada yang bertatap penuh ketakutan ataupun kesal. Iris emas Nana bukan ke arah mereka, tapi mengerling ke arah makhluk astral. Nana tak percaya jeritannya akan mengundang rasa penasaran bagi mereka.
"Tadi aku tak sengaja menginjak kakinya." Asti mulai angkat bicara sembari membenarkan kerudungnya. "Maaf sudah mengganggu debat kalian."
Suasana kembali riuh dengan oh ria, melanjutkan debat pasal perasaan saat evaluasi malam. Asti bisa diandalkan juga ternyata.
"Ngapain ke sini?" bisik Nana menggertak gigi putih nan rapinya.
"Cuma pengen tau perasaanmu." Zaka berpaling dari pandangan Nana, terlihat menggemaskan saat menggembungkan pipinya.
"Gak marah," kata Nana berusaha bersikap normal. Iya, normal, seolah-olah Nana bukanlah seorang indigo. "Bisa pergi sekarang?"
"Gak mau pergi."
"Ada apa lagi?" Nana mulai bersikap sedang menulis di kertas selembar, meski pada akhirnya hanya sekadar coret-coret tak berujung.
"Aku gak yakin kamu gak marah."
"Benaran, aku gak marah." Mau tak mau, Nana mengerling tajam. Terlihat irisnya menyala begitu terang, membuat wajahnya terlihat mengerikan. "Kamu mau lihat aku marah?"
"Gak mau."
"Ya udah, jangan bikin aku emosi."
"Nah, itu kamu yang di sebelah kanan Nasiwa!" Kak Awan menunjuk pada sosok gadis berjilbab di bangku sebelah Nana. Bukan, bukan Asti yang ditunjuk. Tapi gadis berpapan nama Aisyah. "Ayo, maju ke sini!"
Hah, andai Nana bisa secantik Aisyah. Dia memiliki bentuk mata ideal—tidak lebar dan tidak sipit. Dia juga memiliki bibir semerah permen kapas dan berkulit sawo matang. Tidak seperti dirinya, memiliki rupa menyeramkan dengan iris emas yang menyebalkan, menjadikan sosok berkulit putih seperti mayat hidup. Dasar iris perusak muka!
Lihat caranya melangkah. Lugu dan terkesan imut. Bukan dengan langkah ala Nana, yang berjalan tunggang langgang tanpa sengaja nabrak orang sampai jatuh.
"Coba ceritakan pengalamanmu saat evaluasi malam."
Nana perhatikan wajah Aisyah. Muka takut bercucuran peluh sebesar biji jagung, kedua tangan disedekapkan ke depan, dan kepala tertunduk ....
Hei, Nana pernah bertemu dengan gadis ini! []
Apakah kalian puas dengan ceritanya?
Klik bintang bila suka.
Komentar bila merasa tidak puas.
Share bila cerita ini layak direkomendasikan.Saranghae, yorobun ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Gold Iris's Frame [TAMAT] ✓
ParanormalAda yang unik dari mata Nana. Nana punya iris emas yang tak biasa. Awalnya tak apa, hanya bisa melihat hal-hal gaib dikala ia bosan, seperti melihat mahkluk gaib yang menyeramkan. Seperti pepatah anak SD, kelas baru, hal-hal baru akan terjadi. Beg...