-Prolog-

16 0 0
                                    

Sajak dan setangkai bunga mawar, berdiri didepan jendela kelas XII IPA-1 dengan perasaan campur aduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sajak dan setangkai bunga mawar, berdiri didepan jendela kelas XII IPA-1 dengan perasaan campur aduk. Senang, takut dan khawatir. Dalam dua menit lagi bel pulang sekolah akan berbunyi. Cowok bermata hitam pekat itu merapikan seragamnya yang acak-acakan karena seharian beraktivitas.

Lima

Empat

Sajak masih terus menghitung didalam hati.

Tiga

Dua

Satu

Bel pulang sekolah pun berbunyi nyaring. Sajak yang tadinya masih santai bersandar di tembok merapikan seragamnya sekali lagi. Jantungnya mendadak berdegub cepat ketika pintu kayu disampingnya perlahan terbuka.

Satu-persatu siswa unggulan itu keluar dari ruang kelas dengan celotehan masing-masing. Sajak masih sabar menunggu, sampai cewek berambut pirang se-punggung itu berjalan melewatinnya.

"Lea! "

Refleks cewek itu pun berbalik dan memutar bola matanya malas begitu melihat Sajak dan tampang konyolnya.

"Kenapa?" sahutnya ketus.

"Jangan jutek-jutek, napa sih? Nih..." Sajak menyodorkan setangkai mawar yang dibawanya. "Buat lo."

"Makasih, tapi gak usah repot-repot."

Arllea, cewek itu hendak berlalu pergi, tapi buru-buru ditahan oleh Sajak.

"Please, terima ya!" pintanya dengan raut wajah yang dibuat se-imut mungkin.

Bukannya respect, Arllea malah tampak jijik. "Gak deh, lain kali aja. Bye!"

Tanpa menunggu respon selanjutnya dari Sajak, Arllea sudah terlebih dulu melarikan diri. Cewek dengan tas punggung merah maroon itu melangkah besar-besar. Sengaja, agar Sajak tak bisa mengejarnya.

Sajak melongo. Terlalu lambat. Bahkan ia belum sempat menunjukan berbait-bait puisi yang telah ia tulis di selembar kertas semalaman suntuk untuk Arllea.

"Miris!" desis Ega, teman se-permainan Sajak yang baru datang sambil menepuk-nepuk bahunya prihatin.

Sajak mengangguk lantas menenggelamkan kepalanya di bahu Ega. Dan dengan dramatisnya, cowok berambut comb over undercut itu mengusap-ngusap kepala Sajak.

"Gue ditolak, lagi." adu Sajak dengan suara yang dibuat sesenggukan. Padahal tidak mengeluarkan air mata sama sekali.

"Yaudah si, besok berjuang lagi. Semangat!"

Baik siswa maupun siswi yang masih berlalu-lalang memperhatikan mereka dengan raut geli, tapi tidak merasa aneh karena sudah terbiasa. Sajak dan Ega merupakan dua perpaduan yang pas. Sama gilanya, sama konyolnya dan sama begonya.

Orang-orang tidak akan ambil pusing dengan tingkah absurd keduanya, justru akan sangat membingungkan jika keduannya tampak diam-diam saja.

|||

To be continue:)

SAJAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang