BAGIAN SATU | WARUNG PAK SLAMET

15 0 0
                                    

Sajak duduk diatas vespa tuanya sambil memperhatikan siswa maupun siswi SMA Gema Nusantara yang masih berlalu-lalang di area parkiran. Sesekali, cowok berjaket bomber hitam itu tersenyum ramah pada setiap pasang mata yang tak sengaja bertatapan dengannya.

"Kuy lah, kemana kita ini?" tanya Ega yang baru muncul setelah sepuluh menit lebih izin ke toilet.

"Bangke lo! Lama."

Ega cengengesan, buru-buru menjamah helm yang masih tersangkut di spion motor. "Nyantai, bro."

Setelah memakai pelindung kepala, Sajak menyalakan motornya kemudian menyuruh Ega untuk lekas naik.

"Ayo naik! Kita nongki dulu di tempak Pak Slamet." titah Sajak yang langsung diangguki oleh Ega.

"Gorengan tiga, lo yang bayar." ucap Ega setelah duduk manis diboncengan.

"Najis!"

Vespa tua kesayangan Sajak itu mulai melaju membelah jalanan kota Jakarta yang ramai-lancar. Sambil bersenandung ria, baik Sajak maupun Ega terlihat menikmati perjalanan mereka ditengah teriknya sinar matahari.

Hingga tibalah keduanya didepan sebuah warung yang terletak dipinggir jalan dekat komplek perumahan. Warung yang terdapat banner besar bertuliskan Warung Pak Slamet itu adalah tempat yang biasa dijadikan tongkrongan oleh Sajak dan Ega.

Selain pemiliknya yang ramah, di warung tersebut diperbolehkan berhutang hingga dua anak muda yang sering bokek itu betah berlama-lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selain pemiliknya yang ramah, di warung tersebut diperbolehkan berhutang hingga dua anak muda yang sering bokek itu betah berlama-lama.

"Assalamualaikum Bapak." ucap Ega yang langsung turun dari motor meninggalkan Sajak.

"Waalaikumsalam."

Seperti biasa, Pak Slamet selalu menyambut kedatangan dua anak muda itu dengan hangat. Walaupun, beliau tahu jika ujung-ujungnya mereka nanti akan berhutang.

"Jak, gorengan, nih. Masih hot." seru Ega sambil mencomot tempe diatas meja.

Sajak yang baru selesai memarkir motornya langsung duduk disebelah Ega, ikut menikmati gorengan panas yang telah tersedia.

"Sepi pak?" tegur Sajak.

Pria paruh baya itu tersenyum. "Iya nih, Mas. Dari pagi memang sepi, maklumlah tanggal tua."

Sajak mengangguk-angguk.

"Mas Sajak sama Mas Ega tumben datengnya agak siangan?"

"Biasalah Pak, abis melancarkan misi seorang cowok. Tuh, Sajak." sambar Ega.

"Misi opo toh?" tanya Pak Slamet keheranan dengan logat jawanya.

Sejenak Ega menatap serius kearah Sajak yang masih sibuk mengunyah bala-bala." Suprise ke cewek, ngasih bunga. Eh, malah ditolak mentah-mentah."

Ega menahan tawa, ingin tergelak tapi sungkan karena tatapan tajam yang dilontarkan Sajak padanya.

"Oh, jangan-jangan Neng Arllea itu ya? Yang Mas Sajak sering cerita."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAJAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang