Alangkah indahnya, jika malam ini bisa Ibran habiskan bersama seseorang di meja makan. Namun, sama seperti hari lain, ia duduk seorang diri dengan makanan seadanya. Ia tidak tahu kapan pemuda pertengahan kepala dua yang menyandang status sebagai omnya itu akan pulang. Sudah hampir jam sembilan, tetapi manusia itu belum menunjukkan keberadaannya. Kalau sudah begini, alamat Anta--om Ibran--akan pulang dengan keadaan mabuk.
Ibran menghela napas lelah. Kantuk sudah mulai mendera, tetapi ia belum bisa terlelap sampai Anta datang. Bisa marah-marah besok pagi kalau Anta tidak disambut oleh Ibran. Ya, karena memang pada dasarnya Anta itu pemarah sekali pada Ibran. Salah sedikit saja Ibran kena omel, tak jarang kalau suasana hatinya buruk Anta melampiaskan ke Ibran. Malang sekali kehidupan Ibran bersama Anta.
Sebenarnya Ibran memiliki seorang om dan tante lagi. Namun, mereka sama-sama tinggal di luar negeri. Jadi, sekarang Anta adalah satu-satunya tempat baginya untuk berlindung. Kejora--tantenya--adalah desainer terkenal yang saat ini menetap di Korea Selatan. Tak hanya menjadi desainer, tetapi Kejora juga berkecimpung di dunia bisnis fashion. Sementara Angkasa--omnya yang satu lagi--membuka bisnis kuliner di Jepang. Bisnis Angkasa tidak bisa dikatakan biasa saja, dari berpuluh-puluh atau bahkan sudah merangkak ke ratusan cabang yang ia buka itu menghasilkan pundi-pundi uang yang jumlahnya fantastis.
Tidak heran, karena mereka adalah bagian dari Mahawira.
Seseorang yang menyandang nama belakang Mahawira pasti akan langsung membuat orang lain berpikir tentang darah emas. Well, yang dimaksud darah emas di sini karena keturunan Mahawira selalu memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Bahkan bisa dibilang keluarga mereka itu crazy rich. Jangan tanyakan berapa banyak uang yang mereka miliki. Mungkin, untuk menghitung angka nol-nya saja kamu tidak akan sanggup.
Di keluarga Mahawira, Anta adalah yang paling muda dan yang paling bengal. Ibran agak menyesal karena dulu malah memilih tinggal dengan Anta ketimbang kerabatnya yang lain. Meskipun begitu, Ibran sedikit bersyukur karena keluarga Mahawira bukanlah golongan manusia yang pelit. Ibran tidak pernah merasa kurang sama sekali saat tinggal bersama dengan Anta. Lelaki 25 tahun itu selalu memberinya uang cash setiap awal bulan, alih-alih kartu kredit. Karena Anta tahu tentang kebiasaan Ibran yang gemar jajan di warung pecel lele atau mie ayam.
Kepala Ibran terangkat kala mendengar suara intercom. Lalu muncullah sesosok Anta yang begitu berantakan. Lagi-lagi Ibran menghela napas. Entah gadis mana lagi yang membuat omnya itu minum sampai jam segini.
"Woy, Bran!" Anta tersenyum seperti orang sinting dan mencoba menggapai Ibran yang berjalan mendekat. Kemudian lelaki itu tertawa sumbang ketika tubuhnya ditarik oleh Ibran.
"Lo ... itu anak haram, lo tau itu 'kan?" racau Anta tidak jelas. Dan yang Ibran lakukan hanya menghela napas. Toh, Anta sedang mabuk. Tidak ada gunanya menanggapi racauan lelaki itu.
"You destroy my eldest brother's life. You, you destroy him! Lebih baik lo pergi dari dia. Jauh-jauh!" Anta menarik lengan Ibran lalu mendorong cowok itu agar menjauh darinya. Sorot mata Anta menyiratkan sebuah emosi yang membara.
Ibran tidak sakit hati saat mendengar itu. Sudah kebal, maksudnya. Anta memang suka meracaukan keburukan orang yang ia temui dan kemudian marah-marah. Tidak dapat dihitung kali keberapa sudah ini. Pasti saat terbangun nanti Ibran akan mendengar ribuan kata maaf dari Anta.
"Hahahah! Argasena Ibrani. Why there's no Mahawira in your last name? Oh, because you're unwanted baby. Am I right?" Raut wajah Ibran mulai berubah. Ia mendengus keras sambil mencoba menahan emosinya. "What a pathetic baby. Anak dari wanita murahan yang nggak tahu malu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic ✓
Teen FictionBanyak orang yang mengatakan hidup Ibran menyedihkan, tetapi selama ini Ibran tahu kalau ia hidup bukan dari perkataan orang lain.