Biasanya jam segini Anta belum bangun. Namun, ia merasa terganggu karena suara batuk seseorang yang sudah pasti adalah Ibran. Kening Anta berkerut akibat merasa sebuah keanehan telah terjadi. Ini sudah sangat lama sejak Ibran terserang batuk. Dan Anta yakin cowok itu sedang tidak baik-baik saja, tetapi memaksakan diri untuk tetap sekolah. Ia tidak tahu Ibran belajar menjadi seorang seperti itu dari mana.
Kemudian tanpa pikir panjang lagi, Anta keluar dari kamar dengan masih mengenakan piyamanya. Ia tidak berniat sarapan karena hari ini ia ingin berdiam diri di rumah. Ketika Anta menginjakkan kaki keluar kamar, Ibran belum sadar kalau ada orang lain di dekatnya. Ia sibuk dengan nasi gorengnya yang hampir hangus karena ia terlalu sibuk mengurusi batuknya yang agaknya cukup parah dan menyiksa. Beberapa kali Ibran kedapatan menekan dadanya sambil menumpukan tangan ke dinding.
Anta mendecak pelan kemudian mengambil spatula dari tangan Ibran. "Duduk sana," ujarnya seraya menggantikan Ibran memasak nasi goreng. Anta menatap iba pada nasi goreng yang tampaknya akan menjadi produk gagal ini. Entah apa yang Ibran masukkan ke dalam sini hingga warna mendekati hitam. Pasti ia tidak sengaja menumpahkan kecap.
"Jangan makan itu, Ta. Goreng telor aja sana," ucap Ibran lirih. Di tangannya ada segelas air hangat yang sedikit meringankan batuknya.
"Kita delivery aja." Anta menaruh spatula dan berbalik ke arah Ibran yang wajahnya pucat sekali. Anta mengernyit bingung. Ia kemudian menyentuh dahi Ibran dengan punggung tangannya. Oh, sepertinya cowok itu terserang flu. Anta bisa merasakan hawa panas merambat di punggung tangannya ketika bersentuhan dengan dahi Ibran. "Kemaren lo ujan-ujanan, ya? Lo flu."
Ibran menyengir. "Iya, hehe. Gue kira enggak pa-pa, eh malah malemnya gue kliyengan setengah mampus." Padahal, Ibran baru pulang saat hujan reda. Alasan dibalik flunya hari ini adalah karena semalam Ibran menghabiskan waktu sekitar dua jam di bawah shower untuk menjernihkan pikirannya. Dan hasil dari perbuatannya itu ia terkena flu saat pagi menjelang.
"Enggak usah sekolah aja. Gue anter ke dokter," ucap Anta sambil menatap Ibran yang tampilannya sangat buruk hari ini. Ia cemas kalau ternyata Ibran tidak hanya sekedar flu. Semalam mungkin terjadi banyak hal yang tidak Anta ketahui. Anta tidak buta saat Ibran diam-diam mencengkeram dadanya.
Cowok itu lantas mendelik. Dan tertawa garing. "Apaan sih, Ta, cuma flu doang. Gue mau sekolah aja. Lagian hari ini gue ada ulangan. Sayang nilainya kalo gue enggak masuk cuma gara-gara flu doang."
"Yakin lo flu doang?" tanya Anta tidak percaya.
"Iya lah. Lo maunya gue apaan emang? Flu burung?"
"Iya, biar cepet mati."
"Enggak lucu."
"Yaudah sana lo mau sekolah enggak? Gue goreng telor aja dah, delivery lama. Keburu lo telat," ujar Anta sembari bebalik ke belakang. Menyingkirkan wajan yang berisi nasi goreng gagal lalu menaruh teflon di atas kompor. Sementara Ibran bangkit, kembali ke kamar untuk mengambil tas serta sepatunya.
Cowok itu langsung luruh setelah menutup pintu. Untung saja Anta menyuruhnya cepat pergi. Mungkin ia akan ambruk jika terus menahannya di sana. Ia mencengkeram dadanya kuat-kuat sambil memejamkan mata. Ibran menggigit bibirnya bawahnya agar tak ada erangan yang keluar. Ia lalu merangkak perlahan mengambil obatnya di laci. Ia bisa merasakan kalau akhir-akhir ini organ dalam dadanya itu sering berulah dan membuat ia kewalahan sendiri.
Ibran mendesah pelan. "Jangan bikin Anta khawatir, Bran." Ia kemudian mengatur napasnya agar tampak normal dan tidak mengundang kecurigaan dari Anta di luar. Ia segera mengambil tas dan sepatunya lalu keluar seperti tidak ada yang terjadi. Anta sudah siap dengan dua telur mata sapi di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic ✓
Teen FictionBanyak orang yang mengatakan hidup Ibran menyedihkan, tetapi selama ini Ibran tahu kalau ia hidup bukan dari perkataan orang lain.