Prolog

118 14 14
                                    

"Minggir lu, bangsat!" Pria kekar memotong barisan antrian dan membuat perempuan tua umur 70an terpental dari barisan. Pria tinggi itu membawa kereta dorong yang sudah dipenuhin bahan makanan ke meja kasir.

Orang-orang yang antrian pun saling berbisik dan berpandang-pandangan. Melempar pandangan sinis, namun tak ada satupun bersuara jelas.

"Mohon maaf bapak, tolong mengantri dibelakang, kami masih hingga tengah---" belum selesai kasir berhijab biru rapi tersebut menyelesaikan permohonannya, pria kekar itu menarik kerah kaos seragam supermarket kasir tersebut. Badan kecilnya agak terangkat karena tak imbang dengan besarnya tenaga lawan.

"Heh denger ya, gue ga ada waktu! Layanin gue sekarang, atau gue kabur bawa ini barang"

Sekuriti yang berada dipintu masuk perlahan mendekat sembari memperhatikan pria kekar itu. Takutnya meresahkan banyak pengunjung.

"Oke bapak, saya akan melayani anda lebih dulu" kakinya menapak lagi ke lantai. "Maaf ya ibu, saya harus berlaku seperti ini" perempuan itu masih sempat tersenyum pada nenek yang terpental tadi.

Kasir mulai mengambil beras 5 kg. Niiit, harga berhasil di scan. Dengan total barang dikali 10.
Makanan kaleng, niiiit...
Makanan ringan, niiiitt...

Dan blam. Tiba-tiba lampu supermarket mati semua. Semua orang beteriak dan berdesak-desakan agar kasir cepat. Karena hanya komputer kasir yang masih menyala.

"Harap tenang ya, biar cepat haram tenang" salah satu sekuriti berbicara sedikit teriak. Matanya memicing ke buntut antrian panjang, memastikan dibelakang tidak terjadi kepanikan apapun.
Antrianpun kembali stabil. Semua orang diam dan berharap lekas bergegas pergi dari supermarket ini.

Salah satu sekuriti dengan pakaian seragam hitam putihnya beranjak dari tempat jaganya.

Sekuriti kurus itu berjalan kebelakang antrian, hingga orang terakhirpun tidak masalah. 'Orang-orang ini hanya terkejut dan panik.' pikirnya. Namun tak hanya kebuntut antrian, sekuriti itu melangkahkan kakinya jauh hingga kesusunan rak produk yang dijual. Suasana mulai remang maka dihidupkan senter kecil yang sebenarnya satu benda dengan korek api. Dia perlahan mengarahkan cahaya bulat remang itu ke tiap-tiap lorong produk.

Ia makin masuk kedalam dan jauh dari kerumunan orang antri membayar. Masih ada pengunjung yang tidak panik, tetap memilih bahan belanjaan dengan berbekal lampu flash di handphonenya. Ada juga pengunjung yang bergegas mengantri segera.

Semakin dalam sekuriti itu masuk kedalam supermarket. Hingga ia tak menemukan lagi orang-orang berkeliaran dengan flash yang bergerak perlahan.

Ketika sekuriti itu masuk ke bagian perkakas, matanya menangkap suatu flash yang mengarah ke atas. Namun tak kunjung bergerak. Segera ia mempercepat langkahnya. Ada orang dilorong sebelah.

"Ibu..." lirih suara itu menangis, seakan menahan suara tangisnya.

Perlahan sekuriti itu memutar arah, berjalan kearah belakang, belok kanan 1 rak dan mengintip dari ujung lorong.

Dia melihat seorang gadis remaja membelakanginya dengan memegangi kunci inggris yang sangat besar. Kunci inggris itu masih ada dalam bingkisan plastiknya. Namun plastiknya sudah berlumur darah setengah kemasan.

"Dek..."

Tangisan remaja itu terhenti mendadak. Dan menoleh ke sekuriti perlahan. Didepannya terdapat ibunya yang sudah tergeletak dengan kepala bersimbah darah.
Remaja itu membalikan penuh badannya menghadap securiti itu.

"Pak saya mohon jangan mendekat ke saya"

"Saya terpaksa melakukannya pak.."

Bukan menjauh, sang sekuriti menambah jumlah langkah kakinya.

"BERHENTIIII" remaja itu berteriak sembari menodongkan perkakas. Langkah sekuritipun tertahan.

"Kamu kenapa dek? Tenang dulu, ada apa? Kenapa kamu malah..." sekuriti itu bertambah jelas melihat sang ibu dalam cahaya flash yang menyebar keatas.

"Saya akan menyerahkan diri saya dengan kepolisi pak" air matanya keluar lagi, membasuh noda darah yang ada dipipinya. "DAN BAPAK GA BAKALAN NGERTI SOAL INI" nadanya meninggi, badannya mengejang dan dia menangis tersedu-seduh lagi.

"WOAAAA!" teriakan diujung lorong, terduduk seorang wanita dewasa dengan gemetar mengarahkan flash hpnya kearah ibu si remaja. Wajahnya menganga, tak satupun kata keluar melihat apa yang ia rekam.

Remaja itu tersadar ada orang lain selain sekuriti. Remaja itu berjalan kearah perempuan. Perempuan itu belum juga bangkit. Ia mengadakan pandangannya kepada remaja yang sudah berdiri didepan hadapannya.

"JANGAN REKAM IBU SAYA !" Remaja itu melempar smartphone ibu itu. Tangannya yang berlumuran darah meninggalkan bercak dengan wanita itu.

"TOLONG ADA PEMBUNUHAN" teriak perempuan itu bernada gemetar. "TOLOOOOONG, TOLONG SAYA"

Remaja itu tidak bergeming. Ibu itu merangkak dan berlari ke arah antrian. Seketika itu juga antrian menjadi terdengar kacau tak terkendali. Lebih panik dari mati lampu tadi. Mendengar kehebohan yang terdengar jauh itu, remaja itu melarikan diri melintasi lorong gelap, meninggalkan sekuriti dengan flash hpnya yang masih tertelungkup, memancarkan flash ke atas

PandemicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang