Benua Magium

19 4 0
                                    

Kepalaku terasa pusing. Tubuhku terasa kram. Mataku terasa sulit untuk dibuka. Apa yang terjadi padaku? Kurasa sekarang aku sedang berbaring.

Ah ya, aku ingat! Aku pingsan setelah membaca buku itu!

Uh... kepalaku makin pusing.

Ketika aku memegangi dahiku, aku merasakan sensasi empuk dibelakang kepala dan leherku. Itu hanya bantal, pikirku.

Tunggu sebentar... seingatku, aku tadi pingsan di taman. Tidak mungkin kan ada sesuatu seperti bantal di taman. Lantas, di mana aku sekarang? Di rumah sakit? Kuharap bukan, karena aku tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan rumah sakit.

Aku dengan takut, perlahan membuka mataku...

"..."

Sialan, kau pasti bercanda.

"Eh? Um... Ka-kamu sudah siuman?"

"Gah!!"

BRUK!

Tubuhku jatuh telungkup di tanah, bukan, ini ternyata lantai batu.

Ketika aku membuka mataku tadi, hal yang pertama kali kulihat adalah paras rupawan dari seorang gadis. Matanya yang biru berkedip karena terkejut saat menyadari tatapanku. Rambut sepinggangnya yang dibiarkan tergerai begitu saja menyebarkan kilau keperakan ketika disentuh sinar matahari. Kulitnya yang putih bersih seakan-akan dibalut oleh salju baru. Suaranya yang halus terdengar merdu sepelti lonceng kecil.

Kurang ajar... Ini benar-benar sama dengan apa yang tertulis di buku misterius itu. 'Gadis manis berambut perak dan bermata biru.'

Ini semakin membuatku kehilangan jalan pikiran logisku. Tidak, bukan itu. Poin yang paling penting disini adalah...

Aku sudah menggunakan kedua pahanya sebagai bantal!

Jangan salahkan aku. Aku tidak tahu bagaimana semua ini bisa terjadi. Aku tidak tahu siapa gadis ini. Aku tidak tahu dimana aku sekarang. Aku tidak tahu tentang buku terkutuk yang telah kubaca. Aku tidak tahu...

Sekarang begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Siapa yang bisa menjawabnya untukku?

"Um... Kamu tidak apa-apa? Perlu bantuan untuk bangun?"

Ya, tentu saja, gadis inilah yang harus menjawabnya.

Aku langsung bangun dengan gerakan cepat, menepuk-nepuk jaket blazer-ku yang jadi agak berdebu, lalu aku mencoba mengarahkan tatapan elang-ku ke arah gadis itu.

Ia mengenakan gaun panjang yang didominasi warna putih. Tubuhnya yang langsing membentuk kurva yang indah. Mantel berwarna biru muda menyelubungi sosoknya yang ramping. Syal putih yang terlihat hangat melingkari lehernya secara longgar. Apa dia tidak kepanasan saat memakai pakaian seperti itu?

Aku tidak menyangka kalau dia akan mundur selangkah seraya menjatuhkan pandangannya, enggan menatap mataku.

Aku memutar pandanganku, mengamati lingkungan sekitar. Ini... terlihat seperti sebuah situs warisan dunia, atau mungkin sebuh altar persembahan.

Aku berdiri di atas lantai batu yang berbentuk lingkaran dengan banyak pola geometris. Permukaannya sedikit lebih tinggi dibanding daratan sekitarnya yang berupa padang rumput lapang. Diameter lingkaran batu ini kira-kira 20 meter. Tujuh pilar batu berdiri mengelilingi lingkaran ini, oh bukan, sebenarnya ada delapan pilar namun ada satu pilar yang kelihatannya sudah rubuh sejak lama. Tepat di tengah lingkaran ini, tidak jauh dari tempatku, terdapat sebuah meja yang terbuat dari sebuah balok batu. Gadis itu berdiri di samping meja altar tersebut.

Kusasa di meja batu itulah aku tadi terbaring dan mendapat bantal pangkuan dari- Tidak! Aku harus tetap fokus!

"Bisa kau jelaskan padaku tentang... semuanya?"

Knight DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang