Rawa Keheningan

13 1 0
                                    

"Ichiro-kun, kamu tahu cara bertarung menggunakan pedang?"

"...Ya, kurasa. Ini bukan pertama kalinya aku memegang pedang. Ya meskipun biasanya aku hanya menggunakan bokuto."

"Ah, syukurlah kalau begitu."

"Hei Alarica, pertanyaan konyol macam apa yang kamu katakan tadi? Ichiro itu Sword Master, kan? Tentu saja ia ahli berpedang! Aku benar kan, Ichiro?"

"Um... Mariel, jika kamu memeluk lengannya seperti itu, bagaimana bisa dia menggunakan pedangnya?"

"Eh, maafkan aku Alarica. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu cemburu atau marah atau semacamnya. Itu Ichiro yang bilang kalau dia ingin terus menempel padaku~"

"Aku tak pernah mengatakan hal semacam itu!!"

Setelah selesai makan siang di Kedai Kadet, aku, Alarica dan Mariel, keluar dari Benteng Schroder lewat South Gate. Setelah itu, kami bertiga menyusuri jalan setapak yang mengarah ke barat daya.

Jalan tanah ini berkelok-kelok menembus hutan yang rimbun. Semakin lama kami berjalan, pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di sisi kanan kiri jalan terasa semakin merapat saja. Saking rapatnya, lapisan dedaunan pohon mampu menghalangi sinar matahari, membuat hutan ini tetap gelap meskipun cuaca langit sedang cerah.

Namun, setelagp kami sampai di suatu jembatan dari kayu dan menyeberanginya, suasananya jadi terasa berbeda di seberang sini.

Vegetasi di sini tidak serapat tadi. Sinar matahari mampu menembus celah-celah di antara dedaunan dan cabang pohon hingga mencapai lantai hutan. Sebagian besar permukaan tanah dan batang pohon di tempat ini berwarna hijau, tertutup oleh lumut. Terlihat genangan air di mana-mana. Jalanannya jadi agak berlumpur. Tapi hal yang paling membuatku tidak nyaman dengan tempat ini adalah... kesunyiannya.

Keheningan yang mencekam. Sama sekali tidak ada suara hewan bahkan kicauan burung. Kemanapun kau menghadap, kau akan selalu merasa kalau ada sesuatu yang mengawasimu dari belakang.

"Inilah Rawa Keheningan. Mulai dari sini, perhatikan langkah kalian dan selalu bersiap untuk serangan kejutan." Mariel memegang long-bow di tangan kirinya. Quiver yang terikat di paha kanannya telihat penuh dengan anak panah.

Alarica mengambil buku <Knight's Diary> dari balik jubah birunya. Ia dengan mudah membuka buku yang dilengkapi pengunci yang aku sendiri tidak tahu cara membukanya. Kulihat dia membolak-balik halaman buku itu, seakan-akan sedang mencari sebuah kata dalam kamus.

"The Staff of Calling Winter." gumamnya.

Tiba-tiba saja sebuah tongkat sihir panjang yang sepertinya terbuat dari es, keluar dari halaman buku itu dan langsung tergenggam di tangan kanan Alarica.

Oh, jadi dia menyimpan senjatanya dalam buku itu ya? Berarti pedangku juga berasal dari buku itu. Benar-benar buku sihir yang multifungsional!

Tapi, tunggu sebentar. Alarica pernah bilang kalau buku itu juga mampu mencatat apa yang kupikirkan dalam waktu seharian, karena itulah buku itu disebut <Knigh's Diary>. Itu artinya, buku ini juga bisa dianggap sebagai buku harianku, kan? Tapi... kenapa malah dia yang memegang bukunya!?

Ya sudahlah, kurasa itu bukan masalah besar.

"Hei, Ichiro! Mau sampai kapan kamu mematung di situ!? Kalau kamu diam saja, aku tidak akan membayarmu!" Suara Mariel melepaskanku dari lamunan.

"Hei, tunggu aku!" Aku berusaha mengejar Mariel dan Alarica yang ternyata sudah jauh di depan.

Misi kami di Rawa Keheningan ini adalah untuk menemukan base-camp dari para Lizardman dan menyelamatkan penduduk yang telah monster itu culik. Mereka menculik manusia untuk dijadikan sebagai pekerja.

Monster-monster itu cukup pintar untuk menggunakan jenis-jenis senjata sederhana, namun mereka tidak cukup cerdas untuk membuat senjata mereka sendiri. Karena itulah mereka menyuruh penduduk yang mereka culik untuk membuatkan mereka senjata ataupun armor. Tentu saja penduduk yang tidak bersedia melakukan itu akan dibunuh seketika.

Itu benar-benar kejam. Karena itulah aku tergerak untuk menyelamatkan mereka. Ya meskipun aku sama sekali tidak punya pengalaman bertarung dengan monster. Tapi kupikir ini adalah waktu yang tepat untuk mencoba.

Saat kami sedang berjalan, mencoba menjelajahi rawa ini lebih dalam, tiba-tiba saja ada sesuatu yang melompat keluar dari balik pohon dan menghalangi jalan kami.

"A-apaan itu!?" Tanyaku kaget.

"Lizardman hijau." Jawab Alarica singkat.

Monster yang sedang kulihat sekarang ini, wujudnya tidak beda jauh dengan seekor Iguana. Hanya saja kadal besar ini berdiri dengan dua kaki layaknya manusia. Tingginya sekitar 4 kaki, warna tubuhnya hijau, dan ada semacam kantong kecil yang menggantung di pinggangnya dengan seutas tali. Kelihatannya kantong itu terbuat dari kulit kayu.

"Keok!"

Lizardman hijau itu menjerit ketika melihat kami bertiga dan langsung berbalik berusaha melarikan diri. Namun...

"<Quick Shot>!" Mariel menggunakan salah satu jurusnya.

"Keeek!"

Si kadal hijau jatuh tersungkur ketika ada dua anak panah yang tiba-tiba saja menancap dalam di belakang leher dan kepalanya.

Se-sepertinya kadal itu langsung mati.

Menembakkan anak panah dalam sekejap dan mengincar titik vital lawan, itulah <Quick Shot>.

Mariel menurunkan busurnya sambil mendesah lega.

"Untunglah ia tidak sempat kabur dan memberitahu kawanannya. Jika kita bertemu dengan makhluk seperti itu lagi, jangan sampai membiarkan satu ekorpun kabur, oke? Sekarang, Ichiro, ambil Pouch milik Lizardman itu."

"Pouch?" Ulangku, karena tidak mengerti.

"Iya, Pouch! Kantung kecil yang biasa dibawa oleh monster humanoid. Pouch bisa berisi berbagai material yang- tunggu dulu! Kenapa aku harus menjelaskan panjang lebar padamu!? Kamu hanya pura-pura tidak tahu, kan?"

"Ah, Y-ya, maaf."

Aku segera menghampiri Lizardman yang sudah tergeletak tak bernyawa itu. Lalu aku mengambil pouch yang terikat di pinggangnya.

Bagus... Bagus sekali. Sekarang aku terlihat seperti perampok bengis.

Aku kembali ketempat Mariel dan Alarica lalu menyerahkan pouch itu pada Mariel. Ia dengan cepat membukanya dan menumpahkan seluruh isinya di tangannya. Mataku terbelalak.

"Hmm... 6 Bijih besi, 3 ekor jangkrik, 1 ekor belalang, 1 koin perak, dan 1 koin perunggu. Wah, ini lebih banyak dari yang biasanya."

A-aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Apa... itu uang? Pouch itu berisi uang! Ya meskipun kadal itu juga menyimpan makanannya dalam pouch itu sih.

"Ayo, kita lanjutkan pencarian." Mariel menyimpan benda-benda yang ia dapat (kecuali jangkrik dan belalang) dari pouch ke dalam tas kecil di pinggangnya.

Melihat hal ini, entah kenapa aku merasakan motivasi yang luar biasa untuk segera bertemu dengan monster lagi.

Itu benar... Tidak peduli dari mana para monster itu mendapatkan barang berharga mereka... aku tetap ingin merampok mereka semua! Gwahahaha!

"Um... Ichiro-kun, kenapa kamu tersenyum aneh? Kamu memikirkan sesuatu?"

Ugh, gawat! Jangan sampai Alarica mengetahui sifat asliku!

"Bukan apa-apa. Ayo segera kita lanjutkan perjalanan untuk menyelamatkan para penduduk malang yang diculik itu."

"Tentu."

Setelah mengangguk, Alarica mulai berjalan menyusul Mariel.

Ah, gadis yang polos. Aku jadi merasa bessalah. Kurasa, aku masih harus membiasakan diri dengan cara kerja dunia ini.

Knight DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang