4| Perkataan

18 4 1
                                    

“Maumu apa? Aku melepaskan kamu datang. Aku mempertahankan kamu hilang.”
–Andira Saskiana.

****

Andira membawa dua buku paket besar menuju lokernya. Loker yang dekat dengan koridor kelas 12 jurusan IPS itu kini dipenuhi dengan anak laki-laki yang tengah berkumpul disepanjang koridor. Andira terus berjalan tidak mempedulikan siulan yang menggodanya, ia sadar kalau disana Aldi tengah duduk bersama teman-temannya. Tapi yang tidak Andira sadari adalah cowok itu sedang memperhatikan gerak-geriknya.

“Mau kemana Ra?” tanya Aldi tiba-tiba membuat Andira berhenti saking kagetnya.

“Kaget ya? Maaf gue gak maksud bikin lo kaget,” ucap Aldi, cowok itu terlihat salah tingkah.

Andira mengernyitkan dahi. Lalu dengan tidak ambil pusingnya, ia berjalan tanpa menghiraukan Aldi.

“Ra, mau ke loker? Sini gue bawain.” tawar Aldi.

Dalam hati Andira bertanya. Cowok ini kenapa? Bukannya kemarin meminta selesai dan memilih Launa sebagai pacar barunya? Kenapa sekarang seperti mencari-cari perhatian padanya seperti ini?

“Enggak usah.” jawab Andira singkat. Aldi mengangguk kaku.

Ia terus mengikuti Andira bahkan sampai ke lokernya. Gadis itu menyimpan buku paketnya, lalu menutup dan menguncinya kembali. Ia berbalik menghadap Aldi lalu melihat laki-laki itu seksama.

“Mau ngapain Di?” tanya Andira tidak niat.

“Kantin bareng yu?” ajak Aldi.

Andira menggeleng. “Gue gak mau cari masalah sama Launa. Permisi.” Setelah mengatakan itu Andira pergi meninggalkannya. Menyisakan Aldi yang hanya menatapnya dengan tatapan bersalah. Launa, perempuan itu kini tidak terlihat entah kemana.

Andira terus berjalan hingga ia memutuskan untuk ke toilet. Sekedar mencuci muka karena merasakan kantuk yang luar biasa tadi. Kalau saja ini karena bukan menangis semalaman dan harus ditutupi oleh make up yang selalu Lala pakai itu, Andira tidak akan pernah mau.

Belum saja sampai ke toilet, lengan bajunya sudah ditarik menuju bawah tangga lantai dua.

Tubuh Andira disentakkan ke tembok, ia didudukkan paksa. Cewek itu meringis kecil merasakan punggungnya yang terbentur tembok belakang.

“Gue denger lo putus sama Aldi,”

Andira mendongkak, Jessy teman Launa. Ia menatap satu persatu cewek yang didepannya. Tidak ada Launa, hanya antek-anteknya yang seperti badut ancol kalau kata Nanta.

“Urusan sama lo apa?” tanya Andira santai.

“Jelas urusan kita. Bagus deh kalau lo putus sama dia. Launa gak perlu cape-cape buat lo putus sama Aldi.”

Satu fakta membuat Andira sedikit terkejut. Oh, Launa ingin memiliki Aldi? Membuat laki-laki itu jatuh ya kepelukkannya?

Jessy duduk disamping Andira. Sedangkan Gyska dan Iva berdiri didepannya.

“Oh, Launa nya kemana? Kok gue nggak lihat ya?” tanya Andira.

Jessy menatap Andira tak suka. “Urusan banget lo. Ya kemana lagi kalau bukan sama Aldi,” ia kemudian tersenyum sinis.

“Udah jadian ya? Bagus deh, bajingan kan cocok sama yang sepadanan.” celetuk Andira. Ia sudah dibatas kesal, dibawa kesini lalu diintrogasi tak penting seperti ini.

“Maksud lo apa?!” tanya Jessy emosi.

“Lo juga tau maksud gue apa,” jawab Andira tenang.

“Lo sadar gak sih? Aldi tuh gak cocok sama lo!”

“Yaudah sih, orang gue sama Aldi juga udah putus. Bukan urusan lo pada lagi kan?”

“Udah berani koar ya Andira?” tanya Gyska.

“Kenapa gue harus takut?” tanya Andira balik.

Hingga saat Iva melayangkan tangannya hendak menjambak Andira. Sebuah tangan menahannya, membuat keempat perempuan itu menoleh.

“Gue kira nggak ada pembullyan semacam ini disini.”

****

“Parah sih kalo emang bener Kak Aldi malah pilih Launa dibanding Kak Andira, rendah banget seleranya.” bisik salah satu gadis yang tengah duduk dikursi kantin itu.

Andira sempat mendengarnya. Ia berjalan berdampingan dengan Lala, seusai perkara tadi. Seseorang yang menolongnya tadi tak Andira lihat. Ia langsung melarikan diri sebab, jika Andira telat saja sedikit lagi ia sudah menjadi sorotan anak-anak kelas XII lainnya.

Lala yang mendengar itu pun langsung menoleh pada Andira. Ia menaikkan satu halisnya seolah berkata 'Apa gue bilang kan?'. Andira mengerti, lagipula siapa yang tidak tau Launa? Perempuan modis dengan bodygoalsnya itu idaman laki-laki. Belum lagi wajahnya yang sedikit ke bule-bulean itu membuatnya terlihat paling nyentrik apabila tengah tampil eskul di lapangan.

“Tapi sih, kalau dari segi fisik ya Launa dapet lah. Secara bening gitu,” ucap gadis di sebrangnya.

“Hatinya busuk buat apa? Tampang mah bisa di oplas, hati mah kagak.”

“Tetep aja tuh buktinya. Aldi lebih milih Launa dibanding Andira. Dari segi apapun, orang udah pada tau kali put,”

“Lagian Andira punya apa sih? Kaya juga enggak, cantik? masih banyak yang lebih cantik dari dia. Pinter doang sih gue akuin iya, tapi jaman sekarang gak mempan pinter buat dapetin cowok,” ucapnya tanpa sadar mendapat geraman dari Lala.

“By the way. Sampah sama sampah itu sama-sama cocok sayang.”

Lala dengan mulutnya yang ceplas ceplos itu menyaut. Ia sebenarnya sudah geram dengan pembicaraan salah satu adik kelasnya ini.

“Lo kalo mau bela Launa gak usah jelekin orang lain juga. Belum tentu yang lo bela itu bisa lebih baik dari yang lo jelekkin. Masih adik kelas aja udah sok banget,” ucap Lala. Andira menyentuh tangannya, tanda ia menghentikan Lala.

“Apa yang gue bilang itu bener kan? Memangnya Andira punya apa? Aldi itu charming disini. Sepadan lah kalau sama Launa yang bisa dibilang Princess disini,” ucap adik kelas itu sambil mendelikkan matanya pada Lala.

“Duh itu mata gue colok pake garpu enak kayanya.” sarkas Lala. Ia tertawa mengejek pada adik kelasnya. Kemudian matanya berubah menjadi tajam. Namun tidak diindahkan oleh adik kelasnya itu.

“Princess, princess mata lo katarak?” sinis Lala.

“La kelewatan!” Andira menengahi.

“Kurang ajar! Jangan sementang lo kaka kelas gue takut!” ucap Adik kelas itu. Ia menatap remeh pada Andira. “Sok baik, najis.”

“Naj udah.” tahan temannya saat merasakan hawa semakin panas.

“Siapa tadi namanya?” tanya Lala. Ia melirik badge nama yang gadis itu gunakan. “Najwa. Bagus sih. Tapi kok gini ya?” Lala semakin menjadi.

“Bacot lo.”

“Lo yang bacot.”

Nanta dan Briyan tau-tau sudah dibelakang mereka. Nanta dengan rambutnya yang acak-acakkan itu terlihat lebih cool belum lagi dengan keringat disekitaran lehernya yang menetes. Sedangkan Briyan cowok itu tetap dengan muka konyolnya. Ia manis, tetapi kekonyolan itunya yang menjadikan tampangnya sedikit menyebalkan.

“Sono lu! Adik kelas aja belagu.” usir Briyan.

“Gak ada sopan santunnya.” sambung Lala.

“Gue sopan. Tapi enggak buat lo.” Najwa menunjuk Lala, kemudian tatapannya mengarah pada Andira yang berdiri disamping Lala.

“Apalagi cewek kayak dia.”

“Itu telunjuk mau gue patahin terus dijadiin sup hah?” sambar Nanta membuat gadis itu menurunkan telunjuknya.

Ia menatap berbeda pada Nanta, dan setelah itu menarik tangan temannya untuk pergi dari sana.

“Gue udah bilang kan Ra? Jangan terlalu baik jadi orang.” ucap Nanta sarat akan peringatan.

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SMAWISTA [DREAM CATCHER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang