Dua tahun belakangan ini, kondisi ayah memang membuatku pilu, seperti harapan hanya satu satunya menenang. Hari demi hari kami lewati dengan segala kondisi Ayah yang membuat kami seringkali mengadu pada-Nya.
"Ya Allah sehatkan, Ya Allah jangan ambil"
Berulang kali doa doa ku langitkan, berharap Tuhan mendengar segala rintihku, dan jeritku.2017 hingga 2018 ayah berulang kali bertanya. "Kapan wisuda? Kapan wisuda nduk?" Hatiku teriris, membenci keadaan ini, dosenku yang tak kunjung tau diri, yang hobi sekali memaki dan mencari kesalahanku, seperti tak memiliki empati dan rasa peduli. Ingin rasanya ku teriaki "Apa maumu ha? Apakah tak kau sadari orang tua kami semakin menua dan ingin segera menyaksikan anaknya memakai toga?
Dua tahun aku diuji sebagai mahasiswa. 2017 hingga 2018. Aku bukanlah mahasiswa yang suka membangkang, apalagi malas dan tak berkembang. Di kampusku, aku dikenal sebagai mahasiswa yang rajin, pintar, santun dan juga ulet tapi tidak di depan dosbingku, baginya aku hanyalah benalu, entahlah apa yang membuatnya begitu "membenciku" seperti ada dendam yang membara dalam dirinya terhadapku. "Ya Allah kuatkan".
Singkat cerita akhirnya aku mampu menyelesaikan skripsiku sesuai dengan keinginan sang dosen yang begitu idealis, perfect, dan selalu menginginkan mahasiswanya sesuai pikirannya. Its not good! Setiap mahasiswa itu berbeda antara satu dengan yang lain dan tak bisa mahasiswa dituntun untuk memahami dan mengerti kondisi atau bahkan pemikiranmu! Itupun dengan begitu banyak drama hingga pada akhirnya aku memakai toga. Ayah bangga padaku! But, Its not good! Saat wisudaku keadaan ayah tak lagi seperti sediakala. Hatiku perih, pedih dan seakan hancur!
Why?
-Next-
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga Untuk Ayah
Non-FictionKini pergi menjadi bagian paling menyisakkan, saat kutau bahwa ragamu tak akan lagi mampuku genggam. Hanya doa sebagai salah satu alat komunikasi denganmu. Ayah, aku rindu. Semoga surga menjadi tempatmu ❤