# Part One

34 6 0
                                    

Gadis berponi rata itu duduk sendiri sambil lesehan di depan ruang agama khatolik. Sekolah memang sudah sepi dan hanya anak-anak yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan segelintir guru saja yang masih di sini.

Tetapi dirinya sendirian. Sehabis cheerleders, biasanya dia langsung pulang, atau kalau tidak dia akan mampir mixme di depan.

Perutnya benar-benar sakit. Maklum saja, ini hari pertama. Sudah hari pertama, harus latihan cheerleders pula, mana laper.

Maka dirinya hanya terduduk lesu sambil meratapi nasibnya. Kenapa ya saat dia butuh bantuan seperti ini malah tidak ada satupun teman yang berada di sisinya? Padahal temannya banyak.

Baterai ponselnya mana habis lagi. Dan kini sudah mati tak bisa dihidupkan. Untung saja sebelumnya ia sempat memesan ojek online, tapi mungkin sedikit lama saja.

Mau nangis saja rasanya.

Apa dia menginap saja ya di sini?

Sedetik kemudian terdengar nada kaget dan mengucapkan nama Tuhannya yang terdengar sangat-sangat kaget dari arah belokan.

Tentu saja siapapun yang melihatnya akan kaget. Secara dirinya sedang duduk melipat lutut dan membenamkan kepalanya. Rambut lebat nan panjangnya ia biarkan terurai dan menutupi sebagian tubuh atasnya.

Siapapun akan langsung menyebut nama Tuhannya melihat rupanya yang menyerupai mbak Kunti itu.

Chiquita Laurania.

Biasa dipanggil Lala.

Lala mendongak memperlihatkan wajah kusutnya. Menatap pemuda itu yang kini malah berjongkok sambil jompa-jampi pada mulutnya.

Pemuda itu akhirnya memberanikan diri menatap ke depan, siapa tahu hantu itu sudah pergi. Tapi, gadis itu malah menatapnya datar.

Arjuna Shaga Megantara.

Juna malah jadi terpesona pada gadis yang ia sangka hantu tadi. Wajah kusutnya benar-benar menggemaskan. Ditambah bibir tipis yang merenggut lucu itu.

Ah, hantu gadis sekolah yang manis.

Keduanya malah jadi berpandangan beberapa detik.

Sebelum akhirnya, "gue bukan hantu," ucap Lala dengan nada datar. Sudah biasa sekali dia dikira hantu karena sering lesehan habis pulang sekolah dengan gaya yang sama.

Pemuda putih itu tergagap kecil. Wow, seksi sekali suaranya. Juna menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Mendadak gagu sendiri.

"Gue juga manusia biasa," tambah Lala. Sedikit merasa tersinggung atas respon terlalu berlebihan itu. Laki-laki kok lembek banget lihat hantu bohongan. Lalu kembali menidurkan dirinya pada posisi semula.

Sudah bersiap memejamkan matanya, suara pemuda itu kembali menginterupsinya, "Lo nggak ada niatan bunuh diri?"

Buset.

Lala menegakkan kepalanya. Menatap pemuda itu sinis, "yakali," dengan sewotnya. "Gue cuma sakit perut," alasannya benar-benar fakta.

Juna menegakkan punggungnya, sakit perut? Kebelet pup?

"Gue laper," ujarnya dengan nada lesu.

Oh.

Mulutnya yang sedikit gampang melantur itu hampir saja mengucapkan kalimat itu pun hanya membentuk huruf O yang panjang.

Juna berdehem. Teringat sesuatu. Lalu segera dia berdiri dari posisi berjongkoknya yang terpaut kira-kira 3 meter dari gadis itu dan mendudukkan dirinya di samping gadis yang terlihat tak berdaya itu. Lalu membuka ransel hitamnya, mengeluarkan kotak makan yang dia bawa dari rumah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

On Green In TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang