Pertemuan Kembali

5 1 0
                                    

Malam itu bulan bersinar dengan terang. Kilau bintang berkelap kelip menghiasi langit. Deras deru ombak memecahkan kesunyian. Tiupan angin dingin membekukan tubuh namun tidak dengan hatiku. Kehangatan yang hilang, kini menyelimuti jiwa ini.

Nisa, gadis manis berkacamata itu kini hadir di hadapanku. Dengan balutan gaun ungu bermotif  bunga, ia berhasil membuatku terpana. Polesan make up di wajahnya membuatku tak menyadari siapa di balik wajah indah itu. 

“Ca, aku minta maaf,” sapaku yang tak tahu harus memulai dari mana pembicaraan malam ini. Nisa hanya terdiam menyampingiku dan memandang jauh ke arah pantai.

“Maaf, aku pergi begitu saja meninggalkanmu. Maaf, karena aku tidak pernah menghubungimu. Maaf ....” Perkataanku terhenti karena Nisa memandangi wajahku dengan penuh air mata. Ditutupi wajahnya dengan kedua tangan. Isak tangisnya pecah begitu dalam. Sesaat aku terdiam memandangi wajahnya. 

Kusentuh lembut kedua tangannya dan mencoba mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dengan mata melirik jauh menghindari wajahku, ia berusaha menghentikan tangis. Kuraih tubuh mungilnya ke dalam dekapan kemudian membelai lembut rambut indahnya yang terurai. Tangisnya kembali pecah, kali ini ia membalas pelukanku erat. Kedua tangannya merengkuh punggungku dengan jari jemari yang meremas kuat jas hitam yang kukenakan.

Malam ini rindu kami meluap, terbang tinggi terbawa kencangnya angin pantai. Bahagia dan haru semua bersatu. Beban berat atas keputusanku untuk menerima perjodohan ini berbalik arah menjadi rasa syukur atas impian besar untuk memiliki dirinya yang menjadi satu-satunya wanita penguasa hati.

Tangisnya terhenti, dengan tubuh yang masih saling memeluk ia pandangi wajahku dengan senyuman indah. Senyuman yang berhasil meluluhkan hatiku di masa 5 tahun lalu. Kukecup lembut keningnya dan pelukan kami semakin erat.

“Aku terus mencintaimu,” bisikku.

Ia hanya mengangguk dengan kepala bersandar di dadaku. Malam yang begitu indah.

“Ca, mama masuk ke kamar dulu ya,” tegur mama Nisa yang terlihat turut bahagia akan perjodohan malam ini.

Pelukan kami terlepas, “aku masuk dulu ya mas,” pintanya. Masih ingin bersama menikmati pemandangan malam ini, namun waktu terlalu larut untuk menahannya. Aku pun menganggukkan kepala dan meraih kepalanya untuk memberikan kecupan kening sebelum tidur.

Cinta dan HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang