Gus, aku adalah pagimu yang lelah melewati malam, berharap embun datang menyambut kepulangan setelah lelah bertandang. Tragis memang jika aku berharap kepulan asap di matamu, mengundang perih merayakan kenduri betapa meriahnya luka yang tergelar.
Kesekian hari kepulanganmu membuatku gelimpangan tak menentu, koyak sudah bendera kebahagiaan yang kita sepakati sebelumnya. Sebab engkau memilih tinggal bersama Tuhan di Jannah-Nya.
Gus, akulah malammu yang gelap sebelum lelap menyergap, menikahi ribuan sepi dengan mahar seperangkat hujan yang jatuh menimpa sudut netraku. Dihadiri penghulu dan saksi untuk memperkuat bahwa aku dan sepi sah menjadi sepasang pengantin kenestapaan.
Lalu aku dan sepi adalah tawamu yang lahir dari rahim waktu. Membuat determinasi rasa yang lama mati suri. Membengkakkan emosi sebab tak bisa saling memiliki. Menguliti lembaran kenangan yang terjebak di ingatan.
Gus ku, sedari pagi hingga malam terlewati, sibiran sendu merajuk ingin pulang. Masih teringat rintik jelaga menghitam mengantar lengkungan terakhirmu. Tertikam belati paling ulu.
Padamulah semua rasa tertumpah. Di bola matamulah segenap cinta beruah-ruah. Sepanjang jalan setapak tanpa kabut, hanya namamu yang paling lama kusebut.
Beri aku satu kamu, maka aku tak butuh yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uhibbuka Fillah, Gus!
Любовные романыDiana Eldora, perempuan pesantren yang jatuh Cinta pada Gus nua sendiri.