PROLOGUE

322 33 2
                                    

Kedatangan Yoon Jeonghan ke pulau Jeju bukannya tanpa sebuah alasan yang jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedatangan Yoon Jeonghan ke pulau Jeju bukannya tanpa sebuah alasan yang jelas. Ia diperintahkan ke suatu tempat bersama dengan seseorang tapi seseorang itu malah sampai sekarang belum menunjukan batang hidungnya. Yoon Jeonghan terlalu malas jika harus menunggu ketidakpastian. Bahkan sampai sekarang ia masih belum tahu dengan jelas kenapa tiba- tiba saja tuan besar Jeon memerintahkannya untuk menemani putra semata wayangnya ke pulau Jeju. Ia rasa ini bukan perjalanan bisnis biasa.

Jika ia tahu Jeon Wonwoo akan seterlambat ini menemuinya, ia akan memilih tidur dulu daripada menunggu seperti orang bodoh. Yoon Jeonghan menghela napas. Ia menderapkan langkah lambat menapaki jalanan rumput yang terhampar luas di sekitarnya. Pemandangan Jeju memang bukan main- main. Angin musim semi langsung menyambutnya, mempermainkan rambut pendeknya. Ya, karena sudah di tempat yang indah, sepertinya ia hanya bisa memilih untuk menikmati pemandangan sekitarnya. Ia bahkan membawa kamera digital. Tidak ada salahnya jika mengabadikan momen.

Yoon Jeonghan tampak menaikan kamera besar yang ia pegang lalu menyorot pada beberapa tempat dan membekukan beberapa objek di lensa kameranya. Semua tempat itu didominasi warna hijau yang bervariasi. Bahkan terdapat beberapa kuda yang berlarian kesana kemari dengan bebas karena kungkungan pagar yang membatasi mereka sangat luas. Laki- laki itu tampak menarik kedua sudut bibirnya sejenak sampai atensinya teralih melalui fokus kamera yang mengarah pada sebuah objek bergerak. Dari jarak yang cukup jauh itu ia bisa melihat objek bernyawa tersebut. Dia memiliki rambut yang sedikit lebih panjang melewati bahu yang berwarna hitam kecoklatan. Yoon Jeonghan memfokuskan kameranya dan mengabadikan beberapa momen dengan objek bernyawa yang menghiasi di dalamnya.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Jeonghan.

Jeon Wonwoo calling.....

"Halo?"

"Hyung, aku sudah tahu tempatnya. Bisakah kau kemari sekarang?"

"Baiklah."

Hubungan jarak jauh itu berakhir. Jeonghan menghela napas. Jika sedari tadi Jeon Wonwoo membuatnya menunggu lama karena mencari tempat yang ditujunya, lalu kenapa ia harus menghabiskan waktu percuma di tempat ini? Jeonghan mendengus lalu melangkah.

.

.

.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk keduanya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang berada jauh dari pusat keindahan pulau Jeju. Tapi apa yang akan mereka lakukan di tempat itu? Wonwoo tampak melenggang masuk ke pelataran rumah itu bahkan tanpa permisi terlebih dahulu. Jiwa seorang tuan muda memang sulit untuk dihilangkan. Mau tak mau, Jeonghan pun mengikuti tabiat itu.

"Ini rumah siapa?" tanya Jeonghan tapi belum sempat pertanyaannya terjawab, suara berat seorang laki- laki menyambut kedatangan keduanya.

"Kalian siapa ya?" Tampak seorang laki- laki tua berpakaian lusuh keluar dari pintu depan rumah. Yoon Jeonghan spontan menundukkan kepala hormat. Sopan santun yang memang harus dimiliki seseorang kepada yang jauh lebih tua dari mereka, tidak peduli kasta yang terlalu jauh. Hanya saja Jeon Wonwoo sepertinya mengabaikan hal tersebut.

"Saya ingin menyampaikan pesan dari Jeon Won il."

Jeonghan memperhatikan gelagat orang tua itu yang tampak terkejut saat mendengar nama Jeon Won il tersebut dari mulut Wonwoo.

"Anda siapa?"

"Putranya. Jeon Wonwoo."

"Masuklah."

Situasi itu bahkan masih belum bisa dipahami oleh Jeonghan. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya? Dari kenapa Jeon Won il bisa berurusan dengan laki- laki tua renta yang bahkan sepertinya tidak memiliki apa- apa. Telisik Jeonghan sembari memperhatikan keadaan rumah cukup sederhana di sekitarnya.

"Anda tahu saya datang kemari untuk menagih hutang? Ini sudah saatnya kan?"

Jeonghan menoleh refleks pada Wonwoo saat mendengarnya. Ia hanya bisa menghela napas. Bahkan laki- laki tua itu sudah terlihat tidak memiliki apa- apa, dan sekarang Jeon Won il malah menagih hutang padanya. Lalu apa yang bisa dipakai laki- laki tua itu untuk membayar hutang?

"Aku akan menikahi dan membawa cucu anda. Seperti itu cara membayar hutangnya bukan?"

Yoon Jeonghan kembali menoleh pada Jeon Wonwoo dan hampir tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Menikah? Apa Jeon Wonwoo sudah tidak waras? Laki- laki yang suka dengan kebebasan dan tidak suka terikat itu saat ini dengan gamblangnya berbicara dengan pernikahannya. Ini sesuatu yang luar biasa. Jeonghan berdecak. Dari hal ini Jeonghan memahami sesuatu. Jeon Wonwoo pasti memiliki tujuan di balik ini semua.

"Cucu saya bahkan masih berusia 24 tahun, saya...."

"Anda tidak ingin melupakannya kan? Kalian sendiri yang telah menggadaikan putri kalian pada keluarga kami. Dia menikah denganku? Bukankah itu malah jadi keuntungan untuk kalian?"

Jeon Wonwoo.

Seperti itulah dia. Cara dia berbicara bahkan sampai melupakan sopan santun. Jeonghan memijat pelipisnya. Ia harus membuat Wonwoo berbicara dengan baik- baik. Karena sekarang laki- laki itu terlihat seperti lelaki brengsek. Siapapun yang melihatnya saat itu pasti ingin sekali menghajarnya. Jeonghan terlihat mendekati Wonwoo tapi mematung dalam hitungan detik.

Kesempatan untuk menghindari kesialan bahkan hanya sepersekian detik. Air itu membasahi ujung kepala sampai kepada jas yang Wonwoo pakai. Amarah Jeon Wonwoo seketika menaik tajam dan hendak mengumpat pada seseorang yang berani melakukan itu padanya. Mereka menoleh pada objek yang sama bersamaan.

"Air itu untuk mendinginkan kepalamu agar kau bisa bicara dengan sopan, tuan muda." Satu kalimat tertutur dari seseorang yang entah sejak kapan masuk ke tempat itu. Wonwoo memandang penuh amarah, sementara Jeonghan mengerutkan kening memandang wanita itu.

"Berani sekali k..!"

"Sepertinya kekayaan yang kau miliki itu menumpulkan akal sehatmu ya, tuan muda."

"Kau itu siapa? Sebaiknya kau jaga bicaramu."

"Ck. Kau bilang kau datang jauh- jauh dari istanamu untuk menikah. Tapi kau bahkan tidak mengenali calon istrimu."

"Kim Jaemi?"

"Ya. Itu aku."

Jeon Wonwoo dan Kim Jaemi saling menantang pandangan.

"Saya sepertinya harus berbicara privasi dengan cucu anda. Bisakah anda keluar?" tutur Jeon Wonwoo.

"Berani sekali kau berbicara seperti itu pada kakekku." Kim Jaemi mengarahkan jari telunjuknya ke hadapan Wonwoo. Tapi laki- laki itu tidak hanya diam saja, tangan kanannya pun dengan cepat menyambar lengan bawah Jaemi.

"Ini bukan cara perkenalan yang bagus, Jaemi ssi. Kau lupa aku ini calon suamimu?" Wonwoo menyeringai sembari meremas lengan bawah Jaemi. Keduanya sama- sama menatap tajam satu sama lain.

Yoon Jeonghan memperhatikannya. Selama ini ia sudah terlalu biasa mendapati banyak wanita yang mudah tunduk pada seorang Jeon Wonwoo. Tapi sepertinya itu tidak berlaku untuk seorang Kim Jaemi. Wanita itu dengan lantang menantang Jeon Wonwoo. Sepertinya akan terjadi hal yang menarik.

___Cross The Line___

Jika membaca cerita ini, tolong sempatkan vote..

Terima kasih... #deepbow

CROSS THE LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang