#DirumahAja (part 4)

36 10 1
                                    

Dari: NamikazeHana

Aku merebahkan badan di atas kasur seraya melihat isi ponsel. Tidak ada tugas, tidak ada kelas. Banyak orang yang bersorak riang karenanya. Namun, bagiku tidak menyenangkan.

Memang benar jika kelas akhir tidak akan mengadakan ujian nasional. Benar juga tidak akan diadakan uji sekolah. Sayangnya, tidak berlaku untukku.

Slogan sekolah menyatakan bisa. Lagi-lagi sekolah ingin terlihat berbeda. Ya. Meski ujian dihapuskan, pembelajaran tetap berlanjut dan ujian tetap diadakan dengan sistem daring. Memang tidak ada yang salah karena aku sering mengerjakan ulangan di media daring.

Namun, konteksnya berbeda. Dengan waktu 12 jam, sekolah mengumumkan ujian nasional. Grup kelas, grup ekstrakurikuler menjadi ramai. Aku pun sama kagetnya dengan mereka.

Nyatanya #dirumahaja seperti yang diperintahkan pemerintah itu tidak begitu mengasyikkan. Ujian sendiri di rumah masing-masing benar-benar menyiksa dan menggoda. Menyiksa batin karena tidak bisa bercerita dengan teman. Begitu menggoda karena teman-teman saling bertukar jawaban soal.

Aku lalu mendengus dan mulai mengunci jawaban soal. Buru-buru mematikan ponsel. Setelahnya menarik napas.

Ya, aktivitas di rumah benar-benar membosankan. Meski membenci tugas, aku tetap merindukan sekolah.

***
Dari: Perangkai01

Bunyi rintik rintik air masih terus memenuhi indra pendengaran seorang gadis yang kini sibuk dengan dunia nya sendiri.

Ia sibuk menatap layar laptop nya tanpa memperdulikan suara hujan yang tak kunjung reda sore ini, sesekali ia menghela nafas gusar.

"Rasya, makan dulu nak"

Sebuah kalimat menghentak Rasya kembali ke dunia nya, bukan nya menuruti perintah sang ibu, Rasya malah mendekatkan diri kepada ibunya.

"Ma, Rasya kangen abang deh"

Setitik cairan bening mengalir tanpa permisi di pipinya, makin lama semakin banyak sampai berubah menjadi tangisan kecil yang menyakitkan

"Ikhlasin Ras, kalo situasi di luar udah kondusif kita ke pemakaman bareng bareng yah," Suara ibu nya begitu lembut menenangkan.

"Iya bu makasih, Rasya masih mau di kamar, taruh disitu aja makanannya"
"yaudah, ibu tinggal ya." Tanpa menjawab ibunya Rasya beranjak dari kasurnya dan duduk di sofa yang berada tepat di sebelah jendelanya.

"Bang, gue kangen banget. Maaf karena situasi gue ga bisa nganterin lo pulang." Masih dengan sesegukan Rasya bergumam pelan.

Sungguh ia masih tidak rela dengan kepergian abang nya dikarenakan penyakit yang tidak kunjung bisa di sembuhkan.

Ia terus menyalahkan dirinya sendiri karena telah memaksa abangnya untuk keluar malam itu juga.

Rasya sudah tidak peduli,

Ia mengobrak abrik semua barang yang ada di depan nya guna meluapkan semua emosi yang sudah mencapai ubun ubunnya.

"RASYA"

Regan segera menghampiri kakaknya yang sudah tidak stabil

Grep...

Pelukan itu mampu menenangkan emosi Rasya namun tidak dengan tangisannya.
Air mata itu terus mengalir membasahi kaos yang Regan pakai sampai setengahnya.

"Ka udah ka... Lo ga seharus-"
Perkataan Regan terpotong dengan raungan frustasi kakaknya yang membuat Regan semakin kasihan.

"GARA GARA GUE GAN GARA GARA GUE SEMUANYA"

Hikss.. hiks..

Rasya mulai menjambak rambutnya sendiri mungkin jika orang lain melihatnya mereka akan menganggap Rasya gila.

"Sttt..."

Regan membawa kakaknya kembali kedalam pelukannya danmengelus pelan rambut Rasya

"Lo gak boleh sia siain kepergian abang, biar itu jadi pelajaran kita semua supaya bisa jaga diri ka, yang harus lo lakuin sekarang... Damai dengan keadaan dan mendoakan yang terbaik buat kita dan semuanya"

Sejujurnya jauh dalam lubuk hati Regan ia pun masih ada sedikit perasaan tidak rela..

Namun ia mencoba lebih dewasa dan menyikapi semua dengan kepala dingin.

T A M A T

***
Dari: MaaLuvv

Caca, adalah seorang gadis introvert yang hobinya browsing bias dan rebahan. Bahkan, bio akun  instagramnya juga diisi dengan kalimat 'Rebahan is my life'. Gadis pendek dengan kulit putih ini memang adalah orang yang sangat malas.

Saat pemerintah setempat menyatakan lockdown dan sekolah diliburkan, tentu saja Caca sangat senang. Caca pikir, ia bisa rebahan setiap hari dirumah, stalking bias, dan hal-hal yang bisa membuatnya bahagia lainnya.

Minggu pertama lockdown dia jalani dengan perasaan senang. Hari-harinya ditemani gawai dan beberapa bungkus snack yang habis dalam waktu sekejap.

Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Minggu kedua, sekolahnya mulai aktif  dan memberi tugas bertumpuk-tumpuk. Belum selesai tugas yang satu, tugas baru muncul. Paket internetan yang dibelinya juga hampir habis.

"Aku malas sekali kerja tugas," Gumam Caca monolog. Dia merebahkan diri ke sofa. Kembali mengecek hapenya, ternyata tugas sekolahnya bertambah lagi. Hal itu membuatnya memutar bola matanya malas lalu melempar hapenya sembarangan arah.

"Bosen, mending baca buku," Gumamnya lagi. Jika kalian pikir buku yang dibaca adalah buku pelajaran, nyatanya tidak! Dia memilih membaca buku novel Islami. Entahlah, Caca juga  tidak tahu apa yang merasukinya saat itu.

Dan, apa yang terjadi? Buku itu menggugah perasaannya. Buku berjudul 'Sabar, Pertolongan Allah itu Begitu Nyata' berisi tentang pengalaman penulis meraih mimpinya. 'Saya tahu, bahwa kalian semua pasti punya mimpi yang besar. Dan kalian semua tahu apa yang harus kalian lakukan. Berjuanglah. Gagal itu biasa, bangkit yang luar biasa,' kira-kira itulah salah satu quote yang tertulis di buku.

Caca tersenyum saat membaca quote itu. Itu membuatnya sadar, bahwa dia punya mimpi yang besar. Tapi, mimpinya tidak akan bisa digapai jika dia tidak berjuang mulai dari sekarang.

#DirumahAja

Generasi SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang