Aku berjalan disebuah lorong yang sangat gelap dan sunyi, bau lembab memenuhi seisi lorong tersebut. Naluriku sedikit bekerja lebih cepat dari pada otakku, menengok ke kanan dan ke kiri, barang kali ada seseorang didalam lorong yang cukup panjang ini. Aku tidak tahu sedang berada dimana karena sejujurnya aku tidak merasa pernah melewati jalan berlorong gelap seperti ini, entah bagaimana aku bisa ada di lorong seperti ini.
"Halo, apakah ada seseorang disini?" tanyaku siapa tahu saja ada orang yang mendengar, namun tidak ada jawaban sama sekali. Aku terus mengulang pertanyaan itu beberapa kali sampai akhirnya aku mendengar bunyi di ujung lorong. "Klontanggg...." sontak aku menoleh, berjalan hati-hati mendekati sumber bunyi tersebut. "Aa-apakah ada orang disana?" tanyaku sedikit gugup, jujur saja aku sangat ketakutan sekali. Semakin dekat jarak antara aku dengan sumber bunyi tersebut, bulu kudukku semakin merinding, detak jantungku berdetak tidak teratur. Entah mengapa aku merasa semakin dekat langkahku dengan sumber tersebut, aku mencium aroma bau tidak sedap-mungkin seperti aroma bau darah yang sudah lama bercampur dengan lorong yang lembab, langkahku berat sekali rasanya untuk melanjutkan kearah tersebut. Sekali lagi aku bertanya, ya mungkin dengan suara yang lebih keras. "Halo, apakah ada orang disana? Jika ada kumohon jawablah!"
"klontangg... prakkk..."
Ramai sekali bunyi terdengar dari sana, sekarang aku sudah berada persis didepan sumber bunyi tersebut. Namun aku tidak bisa melihat apapun, percayalah, lorong ini sungguh sangat gelap. Karena ini berada dekat dengan ujung lorong, aku menunggu sebuah cahaya mendatangi kearahku, dan selama cahaya itu belum terkena kearahku, aku lebih baik diam dan tidak melakukan gerak-gerik apapun.
Setelah beberapa lama aku menunggu, akhirnya ada cahaya dari lampu mobil yang mengarah kearahku. Aku ketakutan setengah mati, pikiranku melayang kemana-mana, aku takut jika yang dihadapanku adalah seorang pembunuh berantai yang siap memangsaku untuk menjadi target selanjutnya. Keringat dingin sudah bercucuran dari pelipis dan dahi ku, aku memberanikan diri untuk melihat lurus kedepan, karena aku tidak boleh melewatkan kesempatan dari lampu mobil yang jika hilang, entah kapan lagi datang nya.
"prakkk..." lagi-lagi aku mendengar suara barang pecah tepat dihadapanku, aku terkejut mendengar nya. "Aaaahhhhhhh....." aku berteriak sembari menagkupkan kedua telapak tanganku sampai menutupi wajah. Aku menyadari bahwa ada seseorang yang mendekat kearahku, tapi aku tidak melakukan apapun, kaki ku terasa lemas dan tidak berdaya. Aku pasrah saja dengan apa yang akan terjadi padaku. Oh ibu, ayah, kakak, ku mohon maafkan semua kesalahanku. Mungkin saja setelah ini aku tidak akan bertemu dengan kalian lagi, tapi percayalah aku selalu menyayangi kalian, aku akan merindukanmu, dan aku akan selalu mengawasimu dari atas sana.
Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang menarik ujung celanaku, mencengkram kaki seakan-akan aku ini mangsanya. Jangan-jangan benar dugaanku, aku sekarang sedang berada di sarang para pembunuh, dan aku adalah target selanjutnya. Ya tuhan, aku masih ingin hidup, masih banyak hal yang harus aku lakukan, bahkan dosaku saja masih lebih banyak dari pada kebaikanku.
"meoongg.. meoongg..." terdengar suara kucing yang sangat jelas sekali radiusnya dari pendengaran telingaku. Pelan-pelan aku memberanikan diri membuka mata dan melihat kearah kakiku, dan ternyata dugaanku salah. Tidak ada pembuhuh berantai disini, yang ada hanyalah seekor kucing yang cukup manis namun penuh dengan darah diseluruh tubuhnya. Kasihan sekali melihatnya, sepertinya dia kelaparan.
Aku bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa itu semua akibat ulah kucing yang sedang kelaparan, walau tidak bisa kupungkiri bahwa selain cukup manis kucing itu juga sedikit seram. Bagaimana tidak, tubuhnya bercucuran darah, matanya pun seperti nya terkena katarak, hanya ada warna putih di mata kiri nya. Tapi tidak apa, sekarang aku sudah bisa bernapas dengan teratur dan lancar, aku berencana keluar dari lorong yang gelap dan lembab ini. Tidak kuat, rasanya mual dan ingin muntah. Tapi, belum beberapa lama aku melangkah, ada yang menarik kaki ku lagi. Aku pikir itu adalah kucing yang tadi, mungkin dia bosan berada di tempat yang kotor dan bau darah seperti ini. Namun sepertinya dugaan ku salah,
dia bukanlah kucing yang tadi...
Aku membalikkan tubuhku kebelakang dan menengok kebawah. "Ada apa kucing, apa kau ingin ikut denganku kelua-AAAAAAA...." ternyata bukan seokor kucing yang ada dibawah kaki ku, melainkan seseorang dengan wajah seram tanpa bibir, dengan mata panjang yang menyaratkan kepedihan dan kemarahan, juga aku bisa melihat kepala yang bolong dengan isi setengah otak saja didalamnya-ya wajar saja aku bisa melihatnya, posisi nya saja tepat berada dibawah kakiku. Dia semakin mempererat pegangannya, tunggu dulu, dia juga ternyata tidak punya kaki. Ya tuhan apa yang harus aku lakukan, aku terus berdoa dalam hati agar makhluk ini segera pergi. Dia mencoba naik keatas tubuhku layaknya aku sebuah pohon, aku tidak bisa mencegahnya karena melihat wajahnya saja sudah membuatku sangat takut, tubuhku terguncang oleh cengkramannya yang ingin naik keatas tubuhku. Entahlah kenapa dia melakukan itu, malah sekarang tubuhku sudah benar-benar terguncang
"Val bangun... Valvula kamu dengar ibu? Bangun Val ini sudah pagi, kau ingin terlambat dihari pertamamu sekolah?" ucap ibu membangunkan
"AAHHHHH." Aku terbangun dengan teriakan dan juga keringat yang membasahi sekujur tubuh, sepertinya ibu sangat bingung melihatku seperti orang yang ketakutan ini. Tapi memang benar aku ini sedang ketakutan
"Kamu kenapa? kenapa kaget gitu? Mimpi buruk lagi?" tanya ibu yang sepertinya sudah paham dengan tabiat burukku ini.
Ternyata itu semua hanya mimpi buruk saja, aku memang memiliki kebiasaan selalu bermimpi dan terkadang juga memiliki kebiasaan sleep walking-kalian tahu? Itu merupakan kebiasaan tidur sambil berjalan
"cepatlah, kakakmu sudah menunggu dari tadi. Jangan sampai membuatnya menunggu lama dan marah." Kata ibu sambil berlalu dari kamarku.
Setelah bersiap-siap dan berpamitan pada ibu aku segera berlari menuju mobil yang terparkir didepan rumah, sebelumnya ibu sempat mengomel karena aku sama sekali tidak menyentuh sarapanku, tapi jika aku harus sarapan terlebih dulu, pasti kakak ku itu akan meracau sepanjang perjalanan dan mengatakan mengapa aku begitu lamban. Aku malas sekali mendengar ocehannya yang seperti burung Beo yang tidak ada henti-hentinya itu.
"kenapa lama sekali? Gara-gara kamu aku bisa terlambat tau!"
"Maaf kak, semalam aku mimpi buruk lagi."
Walaupun laki-laki, kakak ku ini tidak pernah sekalipun terlambat ke sekolah nya, dia selalu tepat waktu dan bisa dibilang sok perfectionis. Berbeda denganku yang selalu saja terlambat ketika SMP, dan aku tidak ingin mengulangi hal yang sama lagi di SMA.
"Kamu masuk kelas apa Val?"
" musik."
Aku dan kakakku memang masuk sekolah seni. Karena kecintaan ku pada alat musik terutama Piano dan Biola, makanya aku memilih masuk kelas musik. Sedangkan kakakku mengambil kelas seni peran.
Walaupun sekolah kami adalah sekolah seni, tapi bukan berarti kami tidak mempelajari pelajaran-pelajaran seperti sekolah lain. Nyatanya kami tetap belajar matematika, sains, filsafat, hukum, dan lainnya.
"Bagus... awas aja sampai mengulangi kebiasaan burukmu yang di SMP itu. Jangan harap kau akan berangkat bersamaku lagi." Seringai nya puas
Cih. Dasar kakak yang tidak berguna, sombong, menyebalkan!
***
Aku sudah berada digerbang sekolah yang sebentar lagi akan ditutup, syukurlah satpam penjaga itu mengenal kakak ku dengan sangat baik, jadi dia membiarkan kami masuk. Habis lah aku jika pintu gerbang sudah ditutup, pasti aku akan terkena marah. Bukan oleh guru tentunya, karena pasti aku akan dimaklumi. Tapi oleh kakak ku? Sudah jelas aku akan diomeli sepuasnya bahkan sampai pulang nanti, tamatlah riwayatku jika itu terjadi. Memikirkannya saja sudah membuatku ketakutan seperti mimpi semalam.
Ah, berbicara mimpi semalam. Sebenarnya aku seperti melihat kucing itu disini, sebelum aku masuk kesekolah aku melihat kucing itu berada disamping abang tukang bakso yang berada diseberang jalan sekolah. Dari sorot matanya terlihat seperti sedang mengawasi, aku bergidik ketakutan melihatnya, mungkin saja itu adalah kucing jalanan yang sedang mengiba siapa tahu ada yang memberinya sedikit makanan. Aku langsung membuang pikiranku tentang kucing itu dan mimpi semalam, melanjutkan langkah ke arah kelasku yang berada dilantai tiga, dan lagi-lagi aku harus berjalan melewati koridor yang kembali mengingatkanku akan lorong lembab dalam mimpiku semalam.
Sial, mengapa mimpi itu terus saja membayangi ku. Seakan semua memang benar-benar nyata adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partitur Berdarah
Mystery / Thrillerwho should you trust when they make you believe each other.