Awal

10 3 0
                                    

BRAAKKK!!! Suara benturan antara tubuh Dira yang gempal dan lantai kayu kamarnya terdengar sangat keras. Matanya terbelalak kaget karena ia sudah berada di lantai. Ia lekas duduk dengan cepat dan memejamkan mata sebentar untuk mengumpulkan nyawa yang tertinggal di alam mimpi. Dira mulai sedikit tenang, tidak terkejut seperti tadi. Ia mengambil wafer coklat yang ada di laci kecilnya – sisa semalam – dan mengunyah beberapa keping. Tak sengaja ia melihat kalender dan kemudian…

“MAMAAAA… KAKAK HARI INII ULANG TAHUUUN!!”

Teriak Dira dari kamar sambil berjingkrak-jingkrakan. Ia segera melempar selimut dan bantalnya ke kasur kemudian berlari menuruni tangga menuju ruang makan. Perjalanannya itu tak lupa dilengkapi dengan tersandung dan terbentur sudut tangga. Ia mengaduh kesakitan. Tetapi, untuk seorang Dira yang memiliki banyak lapisan lemak, ia tak peduli dengan rasa sakitnya. Ia melanjutkan adegan berlari yang ia dramatisir itu. Akhirnya ia sampai di ruang makan dengan napas terengah-engah.

Sedikit kekecewaan terbesit dalam hatinya. Karena tidak ada orang sama sekali di ruang makan. Ia mencari ke dapur, ruang tamu, halaman belakang – bahkan kamar mandi – tetap saja tidak ada. Ia menghela napas panjang dan memutuskan untuk kembali ke ruang makan. Saat ia membuka kulkas, ia menemukan memo kecil yang ditempel di atas kulkas.

Selamat ulang tahun sayang… Maaf Mama dan Ayah tidak bisa menemuimu di pagi yang membahagiakan ini. Karena kita harus segera berangkat ke luar kota, ada urusan mendadak. Tenang kamu di rumah nggak sendirian kok. Ada Bi Sani, kalau sekarang nggak ada, berarti dia lagi belanja untuk masak hari ini. Jaga diri baik-baik yaa sayang… Love u..

Dira hanya bisa tersenyum simpul melihat memo tersebut, padahal diulang tahunnya yang ke-14 ini dia ingin bersama kedua orangtuanya, tetapi keadaan tidak mendukung.

Tak lama kemudian setelah membaca memo tersebut, Bi Sani datang. Membawa segala macam bahan pangan yang pastinya nanti akan diolah. Dira tersenyum, menghampiri Bi Sani untuk membantu membawakan barang belanjaan yang cukup banyak itu.

“Sini, Bi, aku bawain. Ini banyak banget tau, Bi,” ucap Dira pada Bi Sani.
“Eh, Kak, nggak usah gak apa-apa. Lagian cuma ke dapur doang kok.”
“Santai aja, Bi, sama aku mah. Belanjaannya aman kok di tangan aku. Lagi juga, Kakak bingung mau ngapain, Bi.”
“Kakak mending mandi dulu aja, hehehe. Habis mandi, kalau kakak mau bantuin Bibi masak silahkan. Biar enak juga bantu-bantunya.”
“Oke deh, Bi, kakak mandi dulu ya,” jawab Dira sambil beranjak pergi.

“Eh, Kak, sebentar. Selamat ulang tahun yaa… Semoga panjang umur, sehat selalu, makin cantik, makin pinter, makin sayang kedua orangtua, dilancarkan jalan kehidupannya, intinya yang terbaik buat kakak. Aamiiinnn….” ucap Bi Sani sambil tersenyum lebar.
“Aaaaa…. Makasiih Bibiii!! Aaamiinn..” jawab Dira dengan sangat senang.

“Kak, 14 tahun ya kak?”
“Iya, Bi, emang kenapa?”
“Hmmm… punya pacar dong nih?” tanya Bi Sani sambil terkekeh.
“Aduh, Bi, baru aja genap 14 tahun pas jam 2 pagi tadi, masa udah mikirin punya pacar sih, Biiii” sahut Dira dengan gemas.
“Hahahaa… iya juga ya, yaudah sana mandi cepetan,” perintah Bi Sani sambil tertawa.

Dira kembali ke kamarnya. Merapikan tempat tidur, membuka tirai, dan membuang semua sampah bungkusan coklat ke tempat sampah. Ia melihat ke luar jendela sejenak. Dirinya baru sadar, ternyata kota yang ia tinggali indah juga saat pagi hari. Terlihat keluarga kecil yang sedang menjemur bayinya di bawah sinar matahari, tercium aroma berbagai masakan ibu-ibu sekitar, bahkan ada pula sepasang lansia yang sedang berjalan pelan sambil saling menggengam tangan. Ditambah latar belakang langit biru dengan awan putih yang ditembus cahaya matahari itu menghangatkan suasana.

Ia tersenyum tipis melihat pemandangan sederhana itu. Bahkan dengan hal-hal kecil seperti itu, ia sudah bisa dikatakan bahagia. Ia tersenyum sampai menimbulkan lesung pipinya yang ada di sebelah kanan. Dira menyudahi acara melihat-lihatnya dan segera mandi. Untuk seseorang yang cuek seperti Dira, hanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit untuk mandi. Tidak seperti remaja pada umumnya, Dira hanya memakai satu jenis sabun. Jadi tidak memakai sabun muka atau apapun itu.

Setelah selesai dengan urusannya, ia beranjak pergi menemui Bi Sani. Mengambil celemek biru kesayangannya dan berjalan ke arah dapur sambil mencamil coklat.

“Bi, ayo masaaakk… Kakak bosen.”
“Kakak mau masak apa emang? Tadi Bibi beli ikan tuna, udang, cumi, labu siam, sama kangkung. Kakak mau yang mana?”
“Tuna tepung sama tumis labu aja deh, Bi…”
“Yaudah, berarti Kakak yang ngurus ikan, Bibi yang ngurus tumisan. Oceh?”
“Siaappp!!!” sahut Dira dengan tegas.

Sejak kecil, Dira memang suka memasak. Ia senang berpetualang di dapur. Alasan dia suka masak, karena dia juga suka makan. Selain itu, ada kebahagiaan tersendiri jika ia bisa memasak suatu makanan.
Dengan lihai ia memotong ikan tuna dengan ketebalan sedang. Setelah itu ia memotong jeruk nipis dan memeraskannya di atas potongan ikan tuna, hal ini dilakukan untuk menghilangkan bau amis yang berlebih.

Selama proses memasak, ia sangat terlihat serius. Ia dengan mudahnya bermain dengan peralatan dapur. Bahkan hasil menggoreng ikannya pun tidak terlihat gosong. Matang dengan warna sempurna.
    
Setelah selesai dengan urusan per-ikanan-nya, ia duduk di kursi dapur dan memperhatikan Bi Sani memasak tumis labu.
    
“Kenapa, Kak? Ngeliatin Bibi aja nih… mau coba menumis?” tanya Bi Sani yang mulai sadar jika dirinya diperhatikan.
“Hehe… gak apa-apa, seneng aja ngeliatin Bi Sani masak. Eh, iya, Bi, Kakak mau nanya sesuatu deh.”
“Mau nanya apa, Kak?”
“Mama sama Ayah kemana lagi sih, Bi? Tadi sih di surat bilangnya mau ke luar kota. Tapi kakak nggak tau ke luar kota mana nya.”
“Tadi pagi sih bilangnya mau ke Malang. Katanya ada urusan kantor mendadak. Ya… Bibi juga nggak berani buat nanya lebih jauh sih…”
“Haduuh… yaudahlah, Bi, biarin aja deh… Hmmm… sama satu lagi, Bi. Kan Kakak udah 14 tahun nih, dulu waktu Bibi seumuran Kakak, apa hal yang paling berkesan buat Bibi?”
“Berkesan? Hmm… berarti maksudnya?”
“Ya semacam itu lah, Bi pokoknya…”
“Waktu Bibi 14 tahun, yang berkesan buat Bibi itu… cinta,” Bi Sani menjawab dengan senyum tipis sambil menuangkan tumisan labu ke dalam mangkuk.

“Hah? Kok cinta, Bi? Emang ada apa dengan cinta di umur 14 tahun?” tanya Dira dengan ekspresi kebingungan.
“Nanti kamu juga paham, Kak. Apalagi sekarang kan udah 14 tahun nih, pasti sebentar lagi ngerasain.”
“Yah, Bi… gendut pendek kayak begini mah, mana ada yang mauuu… Hahahaa…”
“Soal itu, kamu nanti juga paham. Akan ada satu orang yang menyayangimu tanpa melihat fisik. Satu orang itu akan menyayangimu apa adanya.”
“Haduuuhh… Bibi mulai puitis niiih… Hahaha… Yaudah, Bi, kita makan dulu, yuk! Kakak udah laperrr…” sahut Dira dengan sikap menggemaskannya.
    
Meskipun rumahnya saat ini hanya dihuni oleh dua orang, tetapi jika ada Dira pasti tidak akan terasa sepi. Karena ia selalu punya topik menarik untuk dibicarakan dengan Bi Sani. Bi Sani pun seorang pendengar yang baik, ia selalu menanggapi cerita-cerita Dira dengan antusias. Apalagi ketika Dira sedang gembira seperti hari ini, Bi Sani pasti tak bisa berhenti senyum-senyum melihat tingkahnya yang menggemaskan itu.

Di pertengahan hari, Dira memutuskan untuk beristirahat di kamarnya. Ia kembali memikirkan kata-kata Bi Sani tadi. Cinta? Di umur 14 tahun? Apakah ini akan lebih baik dari dua tahun lalu? Ia terus bergumam, berpikir keras. Perihal menyayangi seseorang, Dira pernah merasakan hal itu. Tepatnya dua tahun yang lalu, ketika ia berumur 12 tahun. Tapi… itu semua sudah berakhir dan tidak berakhir bahagia.
    
“Ah, sudahlah… aku tidak mau memperumit hidup dengan memikirkan masalah percintaan. Apalagi, usia ku masih 14 tahun. Tahu apa aku tentang cinta? Yang ada, malah nanti keulang lagi kejadian dua tahun lalu,” Dira berbicara pada dirinya sendiri, “mendingan aku makan cokelat terus tidur deh…” lantas ia mengambil coklat di laci kamarnya dan melahapnya. Benar saja, tak lama kemudian, ia sudah tertidur lelap.
     
Selamat datang di dunia Adira Shafa. Seorang gadis manis berumur 14 tahun yang selalu gembira. Gadis yang memiliki hobi menulis dan makan coklat ini, tidak menyangka bahwa di usianya yang ke-14 akan mengalami sesuatu yang baru bagi dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gajah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang