Kret. Jantungku mencelos saat mendengar pintu berderit terbuka.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan berbalik. "Makan," kuletakkan mangkok berisi roti goreng dimeja, mataku tak lepas dari matanya.
Dan begitulah, seperti biasanya, kami menghabiskan beberapa detik dengan mata yang saling menantang. Masing-masing menyuarakan suatu perasaan.
Aku tak pernah tahu apa yang adikku, Jessi, coba utarakan dengan mata itu. Kebencian, atau hanya ketidaksukaan? Yang jelas, meski aku mencoba memusatkan energi negatif yang sama pada tatapanku. Aku selalu tahu, sinar mataku melimpahkan apa.
Penyesalan. Dari aku yang mendambakan maaf.