Pagi hari ini cuaca kurang bersahabat. Rintik hujan sudah menemani pelataran rumah seorang gadis yang kini sedang berdiri di sana sambil memandangi langit yang tampaknya mulai kehabisan air untuk ditumpahkan ke Bumi. Beruntung hari ini Minggu, tidak ada jadwal yang mengharuskannya untuk berangkat ke kampus dan memikirkan bagaimana caranya agar tidak kebasahan. Tapi kali ini, ada yang lebih darurat lagi dibandingkan harus pergi ke kampus dan basah kuyup di perjalanan.
Sabrina masih menggenggam ponselnya sambil terus memutar otak mencari alternatif apapun yang bisa dijadikannya alasan untuk menolak permintaan mamanya.
"Thalita, plis banget lo bantuin gue."
"Maaf banget nih ya Sab, bukannya gue gak mau tapi gue harus stand by di rumah karena calon abang gue bakal datang ke sini dan gue ditugasin sama nyokap buat ngobrol cantik sama tuh calon kakak ipar."
"Thaaa, masa sih lo tega?" lirih Sabrina yang dia harap bisa meluluhkan hati sahabatnya itu.
"Sab, kalo gue bisa pilih, gue lebih milih jalan-jalan ke mall sama lo tau gak," jelas Thalita yang membuat Sabrina hilang harapan.
"Yaudah deh, doain gue baik-baik aja Tha. Sumpah gue takut."
"Tenang, Sab. Gue yakin tu cowok orangnya ga sengklak kayak yang lo pikirin."
Sabrina balas berdehem kemudian memutuskan teleponnya tanpa ingin berbasa-basi lebih. Sekarang dia harus kembali merenung, apa dia harus mengikuti jalan main mamanya kali ini?
"Sabrina." Suara khas Mamanya memanggil dari dalam rumah. Sabrina langsung tersadar dari lamunannya dan bergegas masuk menemui Mamanya.
"Iya, ada apa, Ma?" Sabrina duduk di samping ranjang di mana Mamanya sedang berbaring, kondisi wanita itu tidak lebih baik dari beberapa hari lalu. Sabrina menatap dengan bola mata yang perlahan berair. Anak mana yang tidak tertekan saat mengetahui bahwa Mamanya mengidap penyakit serius dan sekarang sudah memasuki tingkatan akhir?
"Sebentar lagi Nak Kezno datang, Sa. Sekarang kamu ganti baju dan dandan yang cantik, ya?"
Sabrina menelan salivanya susah payah. Sulit rasanya untuk menurut, namun mustahil baginya untuk menolak dengan kondisi Mamanya yang seperti ini.
Sabrina tahu siapa seorang yang akan datang ke rumahnya, sekalipun Sabrina belum pernah bertemu sekali pun tapi dia pasti sosok yang Mamanya ceritakan belakangan ini. Yaps, sejak seminggu lalu Mamanya tidak bosan-bosannya bercerita tentang laki-laki bernama Kezno dan Sabrina harus menahan sesak di hatinya saat ia mencoba tertarik menanggapi apa yang dikatakan Mamanya. Bahkan, pernah suatu ketika Sabrina mengatakan akan menerimanya sebagai suami jika memang mereka berjodoh dalam waktu dekat. Sabrina mengutuk ucapannya karena dirinya sendiri masih berusia sembilan belas tahun dan tidak terpikirkan sama sekali di benaknya untuk menikah di usia muda. Terlebih dengan laki-laki yang ia tidak ketahui siapa dan bagaimana rupanya.
Setiba di kamar, Sabrina terduduk di tepi ranjang miliknya. Gadis itu menghela napas berat.
Ponsel di atas nakas tepat di samping dirinya bergetar, tanda ada pesan masuk baru.
Cowok Ga Bener
Lima belas menit lagi gue nyampe depan rumah. Gue berharap jumpa sama bidadari, bukan sama nenek sihir.
Sabrina memutar bola matanya malas. Kebalikannya, Sabrina juga tidak mau bertemu dengan cowok engga benar yang mau-maunya aja jemput perempuan tak dikenal.
Sebenarnya, Sabrina takut kalau-kalau laki-laki asing ini akan mencelakainya di luar sana. Tapi, dari perkataan Mamanya yang sangat mempercayai laki-laki ini, Sabrina pikir semua tidak seburuk apa yang dia bayangkan.
Gadis itu lantas mengambil blues panjang berwarna biru langit dipadukan celana kotak-kotak. Selesai mengenakan pakaian, Sabrina sedikit memoles pipinya dengan krim dan bedak tabur, terakhir liptin agar bibirnya tak terlihat pucat.
Setelah berpamitan dan mencium tangan Mamanya, Sabrina sekarang berdiri menunggu orang itu datang dengan perasaan tak karuan. Jantung Sabrina berdentum lebih kencang dari biasanya, sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal seperti ini karenanya dia merasa gelisah tak menentu.
Mobil berwarna silver tiba-tiba berhenti tepat di depan Sabrina yang masih terdiam mematung di tempat. Kaca samping mobil itu perlahan membuka, sedikit demi sedikit wajah seseorang di dalam sana berangsur terlihat jelas.
Sabrina menarik napas lalu menghembuskannya. Demi apapun dia harus naik mobil bersama orang yang sangat asing dalam hidupnya?
"WOI MASUK. Jangan bilang itu pintu pengen gue bukain? Hm?" Laki-laki itu berujar dengan wajah yang terlihat songong.
Sabrina menggeleng kuat. "Maaf, bahkan untuk pergi dengan lo gue males," cetus Sabrina.
Laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya, "Terserah."
---
Hening dan senyap menemani perjalanan kedua manusia itu. Tidak ada suara yang terdengar kecuali batuk kecil yang sekali Sabrina keluarkan.
Sabrina memberanikan diri untuk menoleh ke kanannya. Tepat saat Sabrina menoleh, laki-laki bernama Kezno itu sudah menatap dingin ke arahnya. Sabrina otomatis langsung membuang muka. Sebenarnya Sabrina ingin menanyakan ke mana laki-laki itu hendak membawanya, tapi Sabrina pikir harga dirinya akan turun kalau dia sampai buka mulut duluan. Pasti laki-laki itu akan kepedean dan mengatai Sabrina.
Sabrina menaikkan sebelah alisnya saat mobil yang ditumpanginya memasuki pelataran sebuah rumah yang sudah tak asing lagi, gadis itu beralih memandang laki-laki di sampingnya yang sudah bersiap untuk keluar tanpa ikut memintanya turun.
"Bang Keznoo." Sabrina tersedak sendiri ketika seorang gadis sebayanya keluar dari dalam rumah dan menyalami laki-laki itu dengan sopan.
"Talitha? " Sabrina menepuk jidatnya. Ia tidak akan keluar mobil jika begini ceritanya.
"Calon kakak mana?" Thalita celingak-celinguk ke arah mobil Kezno yang membuat Kezno menatap adik perempuannya itu garang.
"Kakak ga suka ya kalau kamu dukung ide gila Mama," peringat Kezno yang dibalas Talitha dengan senyum manis yang dibuat-buat.
"Ih Bang Kezno, mana sih calonnya kok ga keluar mobil?"
Kezno mendesah lalu kakinya berbalik arah menghampiri Sabrina yang sudah melemas di dalam mobil.
"Turun."
Sabrina menggeleng.
"Turun," perintah Kezno kedua kalinya namun Sabrina tetap menggeleng.
Kezno menarik pintu mobil di mana Sabrina berada lalu menggendong gadis itu agak agresif sampai Sabrina mengaduh kesakitan karena merasa pinggangnya dipeluk kasar oleh laki-laki itu.
Kezno menggotong Sabrina dan tepat menurunkannya di depan Talitha yang mulutnya ternganga dengan kedua mata membulat sempurna.
"Sumpah demi apa, Sabrina lo calon kakak ipar gue?!" Sabrina refleks membekap cepat mulut Talitha.
Jantung gadis itu hampir meloncat keluar mendengar suara cempreng Talitha menyambar kebenaran yang tidak ingin ia dengar. Kalau saja Kezno tidak langsung pergi dari hadapan mereka, mungkin jantung Sabrina benar-benar keluar dari tempatnya.
---
Budayakan vote dan commentnya yaa gaiss!(: semoga sukaa. Aku tunggu respon kalian yaww!❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Inside? [Hiatus]
Teen FictionSabrina Andera, gadis yang terpaksa menjalani hubungan dengan seorang laki-laki tak dikenal karena keinginan Mamanya. Nama laki-laki itu Kezno. Sabrina akui Kezno tipikal cowok idaman jika dilihat dari sisi manapun, tapi mau bagaimanapun Sabrina kek...