Day 2 - Terperangkap

66 20 3
                                    

"Tha, sekarang gue butuh bantuan lo."
Sabrina berjalan di sisi Talitha sambil berusaha mengajak gadis itu berempati padanya. Biasanya juga Talitha tidak bisa menolak permintaannya. Sabrina ingin boneka panda untuk mengembalikan moodnya yang rusak karena nilai ujian juga Talitha sampai rela membatalkan rencana jalan-jalannya dengan Kak Revan, pacar Talitha. Pasti kali ini dia juga bisa membuat Talitha mengabulkan keinginannya.

"Gue tau di sini pasti lo bakal nilai gue, plis kasih tau ke mereka kalo gue itu cewek jahat, kejam, gak baik, suka keluyuran malam, dan--"

"Sab, lo diam atau kita musuhan," ujar Talitha dengan wajah yang tampak lelah mendengar ocehan sahabatnya itu.

Sabrina terdiam tak mau bicara lagi. Ia jadi merasa bersalah dengan perlakuannya pada Talitha yang tidak pantas seperti tadi.

"Tha, maaf." Sabrina menatap wajah Talitha yang juga menatapnya. Sepasang mata coklat itu membuat Sabrina teringat tatapan tajam dari bola mata coklat yang tampak sangat persis.

"Kok mata lo sama itu cowok songong sama sih. Nyebelin," protes Sabrina.

Talitha terkekeh, "Ya iyalah, kami lahir dari gen yang sama, Sabrina."

Sabrina mendengus, "Yaudah mulai besok lo pake soft lense ya."

"Dasar lo, gamau lah. Kak Revan juga sukanya sama mata ini."

Sabrina ber-oh ria. "Jadi selama setahun ini Kak Revan sukanya cuma sama mata lo? Enggak elonya?"

Hidung Talitha mendengus tak terima. "Ih Sabrina lo ngeselin banget!" Talitha melayangkan pukulan-pukulan kecil ke bahu mungil milik Sabrina, sementara Sabrina tertawa lepas tanpa beban.

"Talitha, Kezno sama Sabrina udah datang?"

Suara wanita yang sudah familiar di telinga dibersamai dengan derap langkah kaki yang sedang menuruni tangga membuat Sabrina dan Talitha serentak menghentikan aksi antar keduanya.

"Udah, Ma." Talitha memeluk lengan Sabrina sedang gadis itu tersenyum kikuk.

Memang Sabrina sudah beberapa kali datang ke rumah, baik untuk mengerjakan tugas kelompok, menonton film, atau hanya sekadar menumpang makan siang. Tapi, selama itu juga orang tua Talitha dan Kezno tidak pernah berada di rumah. Mama Talitha sibuk mengurusi perusahaan di luar kota dan Kezno yang sebelumnya menjalani studi sarjana di Oxford.

Ngomong-ngomong, sebenarnya dulu Sabrina pernah mengaku mengagumi Kezno yang sangat luar biasa sampai bisa mendapat beasiswa kuliah di Oxford.

Sabrina melirik cemas Talitha, dia harap sahabatnya itu sudah lupa dengan dirinya yang sangat bodoh di masa lalu dalam hal menyukai sosok Kezno.

---

Sabrina menerima tawaran makan siang keluarga Kezno dengan senang hati. Sebenarnya tadi dia ingin segera pulang setelah berkenalan dengan adik dan mama Kezno, tapi berhubung Fira--Bunda Kezno memintanya untuk ikut makan bersama, Sabrina segan untuk menolak.

"Tante gak nyangka kamu pintar masak," puji Fira yang pangling setelah mencicipi sop ayam buatan Sabrina.

"Sop ayam ini makanan kesukaan Kezno, kalau mood dia lagi ga baik pasti langsung normal kembali kalo udah makan sop ayam," lanjut Fira yang membuat Sabrina tak ingin melakukan apapun lagi kecuali mencoba tersenyum.

"Mantu idaman banget ga sih, Ma." Talitha menyemprot, kontan Sabrina mendelik tajam ke arah Talitha yang beruntungnya duduk tepat di seberangnya. Coba saja kalau gadis itu di sampingnya, Sabrina sudah menginjak kakinya tanpa ampun.

"Ngomong-ngomong Tha, abang kamu itu di mana ya?"

Talitha menggedikkan bahu.

"Di belakang kali, Ma. Main basket."

Di sepersekian detik berikutnya suara rintihan kesakitan keluar dari mulut cempreng Talitha.

"Duh duh Ma, kayaknya Talitha harus ke toilet dulu deh." Talitha langsung mengacir meninggalkan Sabrina berdua bersama Fira.

Sabrina tiba-tiba merasa tidak enak sendiri kalau Fira yang harus mendatangi Kezno ke belakang. Gadis itu menggenggam erat jemarinya sambil mengetuk-ngetukkannya berkali-kali. Cukup susah rasanya untuk wanita mengandalkan logika karena hati mereka yang selalu dominan bekerja.

"Tante panggil Kezno dulu ya, Sab."

"Tante," sergat Sabrina cepat.

Fira menahan langkahnya dan menoleh. "Biar Sabrina aja," ucap Sabrina.

Fira menyambut ucapan itu dengan senyum lebar dan memerhatikan Sabrina yang sudah berjalan di depan mendahuluinya.

Sabrina menghentikan langkahnya sejenak untuk mencari keberadaan Kezno yang katanya sedang bermain basket. Mata gadis itu kini menangkap pergerakan bola yang berada di bawah kendali seseorang yang tak lain adalah Kezno. Tapi, penampilannya agak berbeda dari Kezno yang menjemputnya tadi. Sekarang Kezno kelihatan lebih macho dengan keringat yang membasahi sempurna wajahnya.

Sabrina jadi menepuk jidatnya kesal. Dia tidak boleh berpikir yang aneh-aneh.

Sabrina mempercepat langkahnya ke arah lapangan basket, namun siapa sangka gadis itu kurang berhati-hati dengan sekitaran kolam renang yang berair dan pastinya licin.

Tubuh Sabrina kehilangan keseimbangan dan tergelincir di tepi kolam hingga tercebur ke dalam. Suara percikan kuat air kolam terdengar jelas oleh Kezno yang langsung menghentikan permainannya.

Sabrina menengadahkan kedua tangannya ke atas meminta pertolongan karena mulutnya sudah terisi banyak air hingga suaranya tidak bisa lagi terdengar.

Kezno berlari cepat setelah mendapati orang itu tidak bisa berenang dan hampir tenggelam. Sekali loncatan Kezno terjun ke dalam kolam. Dia mendekap tubuh lemas seorang gadis yang sudah terapung tak sadarkan diri, wajahnya tertutupi rambut hingga Kezno menyingkirkannya dengan lembut untuk melihat wajah gadis itu.

Kezno menggeram lantas membawa Sabrina ke tepi. Laki-laki itu menggendong tubuh Sabrina ke atas kolam lalu dirinya tanpa pikir panjang menekan dada Sabrina untuk mengeluarkan air yang terminum oleh gadis itu.

Kezno memandang wajah pucat Sabrina dengan beberapa kali mengulang aksinya. Namun, hasilnya tetap saja nihil.

Kezno mendekatkan jemarinya di bawah rongga hidung milik Sabrina. Laki-laki itu bisa merasakan hembusan napas gadis itu yang hilang lalu detik berikutnya terasa dan hilang kembali. Sepertinya jantung Sabrina hampir berhenti bekerja.

"Maaf." Kezno berbisik pelan sebelum dia benar-benar melakukan alternatif terakhir untuk membuat Sabrina sadar, apalagi kalau bukan memberinya pasokan oksigen melalui mulut.

Dari balik kedua manusia itu, seorang memerhatikannya dengan tatapan tak percaya. Dia benar-benar tidak menyangka abangnya berani berbuat demikian untuk menolong Sabrina.

---

Yukk budayakan vote dan commentnya setelah membaca!😃
Jejak kalian adalah penyemangat terbesar author, makasih❤

Are You Inside? [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang