Day 3 - Surat di Loker

57 14 3
                                        

Denting sendok dan garpu menghiasi meja makan keluarga Kezno pagi ini. Talitha sudah selesai dengan sarapan roti tawar selai stroberinya, sementara Kezno baru datang untuk menyantap roti tawar selai kacang yang Fira sajikan untuknya.

Kezno tampak terburu-buru. Wajar saja karena tanpa dikehendaki dia bangun kesiangan. Selang beberapa detik, dia sudah menenggak habis roti bersama susu coklat kesukaannya.

"Kez, nanti pulang kerja kamu singgah ke rumah Sabrina dulu ya. Mama khawatir kalau dia nggak baik-baik aja karena insiden kemarin."

Kezno menatap lamat-lamat wajah Fira kemudian tak lama ia berdeham.

"Talitha yakin sih Kak Sabrina langsung baikan, orang kemarin di kolam Bang Kezno udah--"

"Eh apaan? Anak kecil ga boleh sok tau," potong Kezno cepat.

"Talitha bukan sok tau ya, tapi tau," perjelas Talitha menekan kata 'tau'.

Sekarang kedua adik-kakak itu sedang berperang batin, Talitha sampai jail mengeluarkan suara tertawaan sembari menatap Kezno yang balik menatapnya tajam dan penuh waspada.

---

Sabrina sengaja datang lebih awal ke kampus untuk mengembalikan buku pinjamannya yang sudah lewat tenggat waktu. Gadis itu kadang kesal sendiri dengan dia yang meminjam buku tapi sama sekali tidak membacanya. Dan tahu-tahu, akhirnya dia harus membayar denda atas buku yang dia pinjam.

Tidak perlu membuang banyak waktu, Sabrina telah selesai melakukan transaksi pengembalian buku dengan denda sebesar sepuluh rupiah akibat keterlambatan 10 hari. Gadis itu lantas kembali ke loker untuk mengambil ransel miliknya.

Sabrina berjalan seorang diri di dalam perpustakaan yang sunyi senyap karena jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Saat Sabrina hendak berbelok menuju rak di mana dia menyimpan ranselnya tadi, seorang berambut ikal sepunggung membuatnya terkejut dengan seringaian mengerikan yang dia pertunjukkan.

"CILUKK BAA!"

"Thalita!" jerit Sabrina lalu menyerang sahabatnya itu dengan gantungan kunci loker.

"Minggir ih, gue mau ngambil tas," decak Sabrina sebal.

Talitha bersenderan di rak loker lain, menunggu Sabrina selesai dengan ranselnya. Gadis itu tak henti menatap punggung Sabrina yang masih membelakanginya. Entah apa yang membuat Sabrina berdiri lama di depan loker dan bukannya langsung bergegas menyandang tasnya.

"Sab, lo kenapa lama sih?"

Sabrina memalingkan badannya menghadap Talitha dan menunjukkan secarik amplop pink berbentuk hati yang dia genggam.

Talitha dengan cekatan mengambil amplop itu dari jemari Sabrina dan menatap Sabrina dengan serius. Kebiasaan Talitha yang sangat kepo dengan urusan orang lain.

Sabrina mendengus, amplopnya untuk siapa dan yang buka siapa. Sekarang sepucuk surat bertengger manis di antara jemari Talitha.

Sabrina segera merenggut kertas itu dan membukanya cepat.

"Pernah mendengar pesta kembang api? Nanti malam di Melain Court."

Sabrina menutup suratnya dengan mata yang berbinar.

"Jangan bilang lo mau ke sana, Sab? Duh Sabrina, nanti kalo ada yang niat jahat gimana, jangan ya?" bujuk Talitha dengan ekspresi meyakinkannya setelah mendapati Sabrina yang malah tampak senang.

Sabrina menggigit bibir bawahnya seperti sedang memutar otak.

"Gue bakal pergi. Mau nemenin atau gak?" tanya gadis itu to the point.

Talitha menggeleng, lalu menghela napas kasar. "Duh, Sab. Kalo lo bawa gue, ngga ada yang bisa diharepin. Yang ada kita berdua malah sama-sama dimangsa."

Sabrina menjentikkan jemarinya mengenai hidung Talitha, "Tuh lo tau."

"Gue bakal pulang dengan sangat baik nanti malam, Tha," ucap Sabrina dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

---

"Cara kerja rekayasa genetika selanjutnya yakni sekuensing atau menyusun urutan basa nukleotida dari sebuah pola DNA. Basa nukleotida yang bisa diurutkan susunannya misalnya adenin, guanosin, timin, dan sitosin."

Sabrina memangku wajahnya dengan telapak tangan kanannya. Dia melirik ke sebelah kanan dari tempat duduknya, tepat di sebelahnya, Talitha sudah tertidur pulas dengan wajah yang ia benamkan ke dalam lipatan kedua tangannya di atas meja.

Tidak diragukan lagi sebenarnya jika ada yang tidur di tengah penjelasan Pak Hidayat. Meskipun pembawaan dosen yang satu ini cukup asik dan tidak membosankan, siapapun bisa tertidur karena memang jam dinding sedang menunjukkan waktu tidur siang.

Sabrina celingak-celinguk ke kanan dan kirinya, ada juga si ambisius yang terlihat begitu tertarik pada penjelasan Pak Hidayat sampai mulutnya ternganga. Dia Tobi, ketua kelas sekaligus ketua angkatan Sabrina.

"Prosesnya yakni dengan membandingkan sekuens satu dengan sekuens DNA lainnya yang telah lebih dulu diketahui kodenya. Dengan teknik ini, para ilmuwan dapat melakukan identifikasi gen penyebab penyakit genetik, misalnya seperti Alzheimer."

Tobi tak sengaja menangkap basah Sabrina tengah memperhatikannya dari jarak kurang lebih satu meter di sana, sontak saja laki-laki itu langsung beralih fokus dan melempar senyum pepsodent yang membuat Sabrina menyesal dengan apa yang telah dia perbuat.

"Mungkin cukup sekian materi di sore hari ini, ada yang ingin ditanyakan?"

Tidak ada satu mahasiswa pun yang tampak peduli, sebuah pemandangan kelas yang cukup suram.

"Baiklah kalau tidak ada, kita cukupkan perkuliahan pada hari ini. Selamat sore," tutup Pak Hidayat.

"Makasih, Pak." Beberapa mahasiswa berujar serentak sebelum Pak Hidayat meninggalkan kelas.

Sabrina menggoyangkan bahu Talitha yang dalam sekejab sudah terbangun dari hibernasi sesaatnya.

"Tha, bangun udah pagi," celetuk Sabrina.

Talitha mengerjabkan matanya yang masih sayu, setengah nyawanya masih berkeliaran di sekitaran ruang kelas.

---

See you next part😹

Are You Inside? [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang