Jakarta, 24 Desember 2004
Suasana kota terlihat semakin ramai.
kendaraan beroda dua maupun empat mulai memadati jalanan, beberapa orang berdiri di pinggir jalan menunggu lampu berwarna merah menyala. Setelah lampu merah menyala dan melihat tak ada kendaraan yang melewati jalur tersebut, baru lah mereka menyeberang.'Sungguh orang-orang yang patuh' Gumam Tristan dalam hati.
Semenjak Ia menyelesaikan pekerjaan nya yang tertunda kemarin karena waktu, Tristan duduk di atas motor yang terparkir di halaman parkiran minimarket pinggir jalan tersebut sambil meneliti beberapa orang yang melewati nya dan juga kendaraan. Tristan sudah tenggelam dalam lamunan, entah apa yang Ia pikirkan.
Dengan posisi duduk agak membungkuk dan tangan kiri nya menopang dagu, lamunan Tristan mungkin sudah sampai benua Antartika. Sampai Ia di kejutkan oleh sebuah suara.
"Permisi, Bang" Ucap seorang wanita.
"Eh...?" Kaget, Tristan menoleh ke sumber suara. Ia meneliti wanita tersebut, usia nya kira-kira dua puluh tahun.
"Motor saya" wanita tersebut tersenyum lembut pada Tristan.
"Oh iya. maaf" Tristan membalas dengan senyuman yang tidak kalah lembut. Senyumnya dapat mematahkan hati kaum hawa, wanita di depan nya bukanlah pengecualian.
Tristan bangun dari atas motor tersebut sambil menggaruk kepala nya yang tidak gatal. Tristan salah tingkah menghadapi wanita tersebut.
wanita itu masih tersenyum menatap Tristan dan meneliti pria di depan nya yang hendak memasuki minimarket."kerja di sini ya, bang ?" Tanya gadis tersebut sambil menyalakan motor nya.
Tristan menoleh ke arah wanita tersebut, Ia tidak langsung menjawab pertanyaan nya melainkan menatap pakaian yang ia pakai.
"Iya, saya kerja disini" balas Tristan.
"Oh" Ucap wanita itu singkat sambil memutar balik motor nya kearah jalanan kemudian menghilang dari pandangan Tristan.
"Gitu doang ?" Tristan menatap hampa ke arah di mana wanita tadi melaju bersama motor nya.
'Dasar betina, ujung-ujung nya OH aja' Gumam Tristan dalam hati sambil memasuki minimarket.
***
Kicauan burung bersahutan di seluruh penjuru hutan, tampak beberapa dahan pohon kecil melambai-lambai pelan di tiup angin. Cuaca yang sangat cerah membuat para penghuni hutan berkeliaran melakukan aktivitasnya masing-masing seolah mereka bangga akan tempat tinggal yang mereka diami saat itu.
Tapi semua itu telah berubah, mayat berserakan di mana-mana, kepulan asap menjulang tinggi di berbagai tempat. Tidak sedikit pohon di hutan itu tumbang dan hangus.
Rumah-rumah penduduk yang berdekatan dengan hutan hanya tinggal debu dan arang.Seorang pria menatap semua itu dengan penuh penyesalan.
'Aku terlambat lagi' Ucap nya dalam hati dengan perasaan sedih.Pria itu berjalan pelan menyusuri tempat yang awal nya penuh dengan kehidupan dan sekarang bagaikan kota mati, tak ada sedikitpun makhluk yang bernafas selain dirinya dan beberapa orang anak buahnya.
Pertempuran besar telah terjadi di tempat itu hingga menyebabkan kehancuran yang sangat fatal."Tuan Gats!" Seorang menghampiri pria tadi.
Gats tidak menghiraukan suara anak buahnya. Gats terus melangkah memperhatikan sekeliling dalam kesedihan nya.
Gats menghentikan langkah nya sambil menundukan kepala, "aku terlambat lagi, El'Bac" Ucap nya pelan.
"itu bukan kesalahan mu, Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Hunter
General FictionKejahatan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, begitu juga dengan pelaku kejahatan. sang pelaku kejahatan tidak memilih korban, tapi ketika ada celah di situ pelaku akan melancarkan aksinya. Apakah hal tersebut cukup mengerikan ? Tidak !! Terse...