Lamaran

5.3K 214 23
                                    

Aku akan ceritakan kepada kalian kejadian yang benar-benar terjadi dihidupku, kejadian yang bahkan dalam khayalan terliarku tidak pernah terbayang akan terjadi. Dan semua cerita itu dimulai saat aku berumur tujuh belas tahun.

🌻🌻🌻

"Gita, turun sebentar." Aku sontak berhenti mengetik saat mendengar panggilan Ibu dari lantai satu, lalu aku buru-buru keluar kamar dan menghampiri Ibu di bawah.
"Dalem Ibu (iya Ibu)." Jawabku ketika mendekat dengan Ibu.

"duduk disini nak, Ibu mau bicara." Ucap Ibu sambil menepuk-nepuk kursi jati disebelah kursi yang sedang Ibu duduki. Aku segera berpindah kekursi disebelah Ibu, walaupun kemampuan bahasa Jawa ku tidak begitu fasih, tapi aku mengerti apa yang Ibu katakan.

Saat aku sudah duduk disebelahnya, Ibu tidak kunjung bicara namun menatapku lama lalu menyelipkan helaian rambutku yang menjuntai kebelakang telinga. Aku masih diam, menunggu Ibu menyampaikan pesannya.

"Gita tahun ini umur berapa sayang?" Tanya Ibu lalu meraih kedua tanganku yang ada dipangkuan untuk Ibu genggam.

"Dua puluh." Jawabku sambi mengernyit, tanpa aku jawabpun harusnya Ibu sudah tau jawabannya, karena Ibu tidak pernah satu kalipun melewatkan hari ulang tahunku.

"Menurut Gita, kamu sudah cukup dewasa belum?"

Aku mengangguk, "udah Bu, kan udah melewati umur remaja." Mendengar ucapanku Ibu tertawa pelan.

"Bukan itu maksud Ibu, cah ayu. Yang Ibu tanyakan kamu sudah bisa bertanggung jawab atas segala keputusanmu belum?"
Kali ini aku diam sebentar sebelum akhirnya menganggukkan kepala dengan ragu-ragu, "bisa." Jawabku pada akhirnya.
"Yasudah kalau begitu, hari sabtu nanti jangan kemana-mana ya, akan ada tamu yang datang kerumah."

"Siapa Bu?"

"Nanti juga kamu tau, sudah sana keatas lagi, lanjutkan apa yang sedang kamu kerjakan."

Aku bingung, tapi tetap mengerjakan apa yang Ibu suruh, pikirku hari Sabtu nanti yang datang paling-paling kalau tidak kerabat Ibu ya kerabat Ayah yang ingin membicarakan tentang bisnis.

🌻🌻🌻

Hari Sabtu tiba, Ibu sudah mengetuk pintu kamarku dari jam setengah enam pagi untuk bersiap-siap karena para tamu akan datang jam tujuh. Aku dengan malas bergerak dari kasurku dan mandi.

Ibu memintaku untuk memakai baju yang sopan, sebenarnya tanpa dimintapun aku tidak akan mengenakan kamisol dan celana pendek didepan tamu-tamu Ayah atau Ibu. Akhirnya aku memilih rok midi berwarna cokelat dengan knitted turtleneck berwarna krem.

Setelah selesai aku turun ke lantai satu dan menemukan Ibu sedang menata makanan dibantu oleh Mbok Laksmi, asisten rumah tangga keluarga kami. Aku sedikit terkejut saat melihat menu makanan di meja, ada tumpeng nasi kuning dengan berbagai lauk sebagai pendampingnya.

"Memang siapa yang datang sih Bu?" Tanyaku lalu mengambil satu potong telur rebus dari tumpeng tersebut dan memasukkannya kedalam mulutku
.
"Gita, Itukan buat tamu, kamu ndak sopan ah." Ibu memukul bahuku pelan.

"Ya ampun Bu, tamunya juga nggak bakal sadar kali kalau telornya ilang satu."

"Sadar atau ndak ya tetep ndak sopan nak, harusnya tamu yang lebih dulu makan makanan ini, kan ini dibikin buat mereka, kamu kalau mau sarapan sana ambil nasi goreng aja di dapur."

Aku ingin melancarkan protesku lagi, namun mulutku langsung terkatup saat melihat pelototan Ibu. Namun tetap duduk dan tidak beranjak dari meja makan.

"Ayah dimana Bu?" Tanyaku mencoba mengalihkan perhatian dari tumpeng buatan Ibu, aku lapar, tapi tidak mau makan nasi goreng, takut kenyang, aku maunya tumpeng buatan Ibu.

ONESHOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang