Chapter 01 - Seth

99 16 11
                                    

Hari itu, cahaya matahari sore sedang bersinar dengan indah. Meskipun sinarnya yang redup memang tak dapat menggapai cahayanya pada saat siang hari, namun wujud cahaya keemasan yang dipancarkannya, memiliki sebuah pesona unik yang dapat menghanyutkan hati orang-orang kala mereka memandangnya.

Angin dingin berhembus cukup kencang, bagai mencoba untuk menghempaskan apa saja yang dilewatinya. Daun-daun mati berguguran dan padang rumput luas terpampang indah. Warna ilalang yang mengering menyatu dengan cahaya emas; itu seakan melangkapi suasana saat akhir musim gugur yang telah semakin mendekat.

Air sungai mengalir dengan tenang. Seperti sebuah lukisan, permukaaannya mencerminkan pemandangan sekitarnya dengan sempurna. Gunung, hutan, awan dan langit, lalu berakhir di sebuah jurang, dimana sungai itu menjadi air terjun yang menciptakan pemandangan indah yang memukau.

Tak jauh dari pemandangan yang seindah surga tersebut, tanpa menghilangkan pesona alam di sekitarnya, sebuah desa yang berada tepat di tepi hutan dapat terlihat jelas dari kejauhan.

Mungkin, sekilas, tak ada hal yang spesial dari desa tersebut. Desa itu hanya terdiri dari pemukiman warga yang dibangun tepat di pinggir hutan, di mana hampir seluruh penduduknya memiliki mata pencaharian yang sama, yaitu bercocok tanam. Lagipula, itu memang sangat cocok untuk dilakukan di tempat yang subur dan sejuk seperti itu.

Namun, jika kau perhatikan secara lebih baik, atau mencoba untuk tinggal di sana walaupun tidak terlalu lama, kau akan menemukan bahwa desa itu memiliki sesuatu yang dapat membuat siapapun terpikat, dan akan merasa betah untuk terus berada di sana.

Bukan karena pemandangannya, atau sumber daya alamnya.

Desa itu memiliki ketentraman yang tidak dimiliki sebuah kota ataupun kerajaan besar, dengan ciri-ciri dari sebuah komunitas yang kecil.

Kebahagiaan yang tercermin dari kedamaian itulah, yang semakin memperindah warna kehidupan orang-orang di sana.

Mereka memang memiliki banyak kekurangan. Namun seakan tidak mempermasalahkan hal tersebut, para penduduk di desa itu dapat selalu tetap hidup dengan dipenuhi oleh senyuman yang terkembang di raut wajah mereka. Selain itu, mereka semua adalah orang-orang yang sangat memegang teguh prinsip-prinsip kekeluargaan. Sangat sulit untuk dapat terjadi pertikaian di sana walau hanya sedikit. Bahkan, tak berlebihan jika kedamaian itu dikatakan dapat membuat iri orang lain ketika mereka melihatnya.

Desa kecil tersebut adalah sebuah tempat yang indah seperti itu.

Sekalipun pada saat kekeringan, atau terjadi gagal panen akibat cuaca yang buruk, mereka masih dapat bahagia dalam menjalani rutinitas kehidupan yang penuh dengan kesederhanaan itu. Hanya dengan melihat mereka, kau akan merasa bahagia; pemandangan itu tidak akan mungkin bisa didapatkan di mana saja.

Suasana yang indah, sampai membuat mata tak mau berkedip untuk melewatkannya. Terasa hangat dan menenangkan.

Namun, hanya dalam sekejap, semuanya berubah.

Di awali dengan setitik api yang membakar pemukiman warga di sana ... dan dalam detik itu pula, semuanya menjadi terasa seperti di neraka.

Kedamaian dan kebahagiaan yang sebelumnya ada, kini hilang bagai telah menjadi ilusi. Dalam raut wajah mereka, hanya ada rasa takut, kengerian, panik, dan keputusasaan. Mereka hanya bisa lari dan menyelamatkan diri, atau melindungi nyawa orang yang mereka sayangi. Karena dalam kekacauan itu, satu-satunya yang dapat terlihat, hanyalah sebuah pembantaian yang mengerikan.

Beberapa 'pasukan hitam' terlihat mengepung desa, membakarnya hingga menjadi abu, membantai orang-orang di sana tanpa ampun. Seakan-akan hidup mereka sudah tidak lebih berharga dari seekor serangga, tak peduli apakah mereka anak-anak atau bahkan lansia, semuanya dibunuh dengan begitu mudahnya.

INFERNIA : The Prince of EustriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang