Saburo Tri Yuatma. Bocah kecil berusia 4 tahun, yang saat ini tengah asik bermain pasir di halaman rumah dan berlari kecil mengejar capung yang terbang dua kali lebih tinggi dari tubuhnya. Sesekali tawa kecil terdengar bersahutan dengan celotehan khas anak seusianya yang memiliki imajinasi tinggi.
Diotak kecilnya, Saburo tengah membayangkan dirinya yang tengah menaiki capung tersebut. Hingga sebuah suara mobil berhenti di depan rumahnya menghentikan semua kegiatan yang dia lakukan.
Mata dwiwarna itu menatap penasaran pada sosok yang baru saja turun dari mobil dan bergerak untuk membuka gerbang rumah sebelah.
Sampai akhirnya sosok tersebut menyadari tatapannya, Saburo segera berlari kedalam rumah. Pintu yang tadinya terbuka lebar ditutup dengan kencang, mengundang teriakan dari Bunda yang sedang memasak di dapur.
"DWI! JANGAN MAIN PINTU! NANTI KEJEPIT!"
"AKU GAK MAIN PINTU, NDA!"
Sedangkan si pelaku asli tengah mengintip kearah luar dari balik tirai. Memperhatikan kembali pria dewasa yang masih terdiam didepan rumah.
"Hayo! Lagi ngapain sembunyi-sembunyi!?"
Tubuh kecil itu berjengit karena gertakkan dari belakang tubuhnya, kepalanya menoleh patah-patah dan melihat sang Kakak tersenyum jahil kearahnya.
"Ngapain sih dek? Liatin apa kamu?" Ichiro Putra Yuatma, anak pertama di keluarga Yuatma tengah melongok kearah luar dibalik jendela, untuk melihat apa yang sedang di lihat oleh Saburo.
"Om!"
"Om? Siap-loh?! Itu kan..."
Saburo melihat raut wajah Kak Putra yang berubah kesal, lalu sang kakak pun pergi meninggalkannya dengan kaki menghentak seperti sedang merajuk, membuat bocah berusia empat tahun itu menelengkan kepala dengan lucu. Tidak mengerti apa yang membuat Kak Putra menjadi seperti sekarang. Lalu dia pun kembali melihat ke luar, dan orang tadi sudah tidak ada di tempatnya beberapa saat yang lalu.
...
Itu adalah pertama kalinya Saburo bertemu dengan sosok yang saat ini sedang dijadikannya bantal tidur.
"Aku masih inget sampe sekarang, Kak Putra kesel banget waktu itu." Ceritanya yang di ikutin kekehan pelan. "Sampe sekarang, tiap liat kamu dia suka pasang muka jutek."
"Putra marah soalnya adik manisnya lebih suka aku daripada kakaknya."
Rasa hangat pun menyapa kedua pipi Saburo setelah mendapat kerlingan mata dari pria dewasa itu.
"Ih! A-apaan sih!" Elaknya menahan malu.
"Loh, kan emang gitu."
"Aku tetep lebih sayang Kak Putra daripada orang tua kayak kamu!"
"Masa sih? Padahal dulu kamu bilang gini, "Sabulo sayang sama om. Pengen ikut sama om." Sampe-sampe Putra sama Dwi nangis kenceng banget pas denger kamu ngomong gitu."
Mendengar cerita seperti itu Saburo bangkit dari posisi rebahannya. Warna merah yang menyapa pipinya pun kini merambah ke telinga.
"J-jangan bohong! A-aku gak mungkin ngomong gitu! Lagian, dari pertama ketemu, liat kamu aja aku takut, jadi gak mungkin aku bilang gitu!"
"Tapi itu bukan pertama kalinya kita ketemu."
"Maksud kamu?"
"Aku udah jadi tetangga kalian sejak Dwi masih kecil banget. Belum ada kamu. Aku sering main kerumah kalian buat jagain Dwi sama Putra kalo bunda sama Ayah lagi ada urusan dan gak bisa ajak mereka.
Terus, pas kamu lahir, aku udah mulai masuk kemiliteran, tapi masih bisa main sama dua kakakmu, main sama kamu juga kalo kamu gak lagi tidur. Nah, pas kamu umur dua tahun, Aku dipindah tugaskan di luar kota." Pria itu menjeda kalimatnya, meraih tubuh Saburo untuk duduk diatas pangkuannya.
"Jadi aku dateng ke rumah kalian buat pamitan, Dwi sama Putra udah mau nangis waktu itu. Tapi kamu malah bilang yang kayak tadi. Jadinya dua kakakmu makin kenceng nangisnya, takut kalo aku beneran bawa adik mereka." Dan cerita itu pun di akhiri dengan tawa pelan seorang Rio Mason.
"Jadi..."
"Ya, aku udah kenal sama kamu dari kamu baru lahir, trus pas kamu lagi di halaman rumah waktu itu, aku kaget liat kamu udah segede itu, padahal pas aku tinggal kamu masih kecil banget. Gemes"
Pukulan dibahu pun diberikan dengan senang hati oleh Saburo.
"Kamu pikir aku anak batu yang gak bisa tumbuh apa?!"
"Gak gitu, aku cuma ngerasa waktu terlalu cepet berlalu."
"Ya bagus dong, dengan gitu aku bisa cepet dewasa biar kita bisa nikah." Bisik Saburo yang teredam bahu Riou.
"Kamu bilang apa?"
"Gak ada apa-apa."
TamaT

KAMU SEDANG MEMBACA
OM!
أدب الهواةCerita singkat tentang Saburo Tri Yuatma (20) bersama kekasihnya, Riou Mason (38) Warning! Age gap MxB Lokal setting If you don't like it, just don't read 😊