prolog

45 5 5
                                    

Suara petikan gitar terdengar begitu nyaring ditambah suara para remaja yang bernyanyi mengikuti alunan gitar. Semuanya tampak bising, apalagi posisinya di trotoar pinggir jalan yang banyak kendaraan berlalu-lalang.

Hari ini malam Minggu. Banyak para remaja yang menghabiskan waktunya untuk nongkrong bersama teman. Seperti para cowok di sini. Mereka bermain gitar dan bernyanyi bersama.

Tetapi beda dengan cowok yang satu ini. Dia hanya menghisap rokoknya dan membaca buku? Bukan, bukan buku. Melainkan novel.

Tiba-tiba hening. Gitar yang dari tadi berbunyi seketika berhenti tak lupa juga dengan nyanyiannya, seakan ada yang menyuruhnya dalam diam.

“kenapa kok pada diem?” tanya cowok itu mengalihkan pandangannya dari novel ke teman-temannya.

“ssttt itu” ucap salah satu temannya, menggerakkan kepalanya seakan menunjuk sesuatu.

Cowok itu pun menengok ke belakang, dan terlihat seorang gadis yang sedang berdiri tak jauh darinya. Dia memperhatikan gadis itu dan...

“Misell?” ucapnya, berdiri dan menghampirinya sedangkan novel yang dari tadi dia baca sudah di lempar ke temannya. Dan rokoknya dia buang.

“hei. Kamu... nangis?” tanya cowok itu memperhatikan mata gadis itu.

Yah, Misella Nova. Seorang gadis dan sahabat dari si perokok yang membaca novel, Rans Adhyaksa.

Rans menarik tangan Misell dengan lembut dan mengajaknya duduk bersama teman-temannya.

Setelah duduk, Rans tak sengaja melihat salah satu jari misell mengeluarkan cairan kental berwarna merah. Itu darah.

Rans menarik pelan tangan Misell, dan memastikannya bahwa itu benar-benar darah.

'lagi-lagi ini' batin Rans.

Bukan kali pertama Rans melihat sahabatnya seperti ini. Bahkan Rans terlalu sering melihatnya.

Segera dia mengeluarkan obat merah dan plester dari saku hoodie-nya dan mengobatinya.

Kenapa ada obat merah dan plester di saku Rans? Jawabannya... terlalu sering. Iya dia terlalu sering melihatnya. Jadi dia selalu membawa benda itu dimana pun.

“Eh ada air putih gak? Buat bersihin ini” tanya Rans pada teman-temannya.

Diam semua. Dan...

“eh ini gue ada, tapi tinggal setengah. Cukup kan?” sahut Arya, salah satu temannya. Menyodorkan botol minumannya.

Yah, dari tadi mereka (teman Rans) cuma diam saja dan memperhatikan mereka berdua dan mungkin juga bertanya-tanya kenapa gadis itu sering berdarah.

Rans membersihkan darah itu dengan air tadi. Setelah itu meneteskan obat merah dan melilitkan plester ke jari gadisnya. Eh maksudnya sahabatnya.

Yang diobati pun hanya diam dan terus mengeluarkan air matanya.

“eh dia nangis tapi kok gak ada suaranya ya?” tanya Bima berbisik pada Riski.

Yang di tanya pun menjawab sama berbisik, “masaa sih, eh tapi iya gada suaranya. Nih ya Bim, kata orang kalo nangis nggak ada suaranya itu berarti masalahnya terlalu sakit atau berat bagi dia”

“ah masa sih?”

Bersambung...

Udah berapa kali gue nulis cerita dengan tema yang berbeda dan berakhir di unpublish atau pun masih menjadi draf.

Sedih banget gue😥

Tapi , doain yah semoga bisa terus lanjutin cerita ini😊

Salam,
diahnurul

AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang