"Punya suami kok rasa orang asing, bukan rasa sayange." Celetuk Tika di tengah aduan yang Alma lontarkan.
Alma menatap Tika kesal. "Gue tarik bibir lo, lama-lama." Balasnya.
Tika menjengit. "Dih, sensi."
"Udah, udah. Lanjutin, Al." Lerai Gina, begitu melihat ancang-ancang Alma yang siap membalas sahutan Tika.
Alma mengambil nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Entah ini sudah pertemuan mendadak mereka yang keberapa, hanya untuk mendengar keluh kesah Alma. Topiknya tentu tidak jauh-jauh dari ㅡsiapa lagi kalau bukanㅡ Arkan.
Enam bulan menikah dengan Arkan, membuat perempuan di luar sana menjerit cemburu karena ingin berada di posisi Alma.
Menjadi istri jadi Arkan yang berumur 30 tahun, dengan bisnis kokoh di sepenjuru pulau Jawa, ditambah gelar pendidikan apik yang bertenger di namanya, juga wajah rupawan, dan tubuh sehat. Siapa yang tidak mau? Sekali lagi, karena harus ditekankan. Siapa yang tidak mau?
Awalnya juga Alma mau. Dengan harapan kehidupan pernikahannya akan semanis dan seromantis adegan dalam film, novel, atau drama. Alma bahkan sudah membuat jadwal hariannya. Bangun pagi, lalu membangunkan suami, membuat makanan, sarapan bersama, mengantar suami kerja sampai ke gerbang, dan seterusnya.
Tapi perlu diingat, realita memang seperti membuka tutup botol minuman berhadiah. Maaf, anda belum beruntung. Atau, maaf, silahkan coba lagi. Pahit.
Tapi bukan Alma namanya bila menyerah begitu saja. Walaupun sesi curhat yang penuh akan keluh dan kesahnya ini rutin Alma lalukan. Tapi Alma tetap mencoba membuat segalanya menjadi lebih indah. Aduh, memang benar. Cinta itu buta.
"Lo bayangin jadi gue. Pagi bikin kopi sama siram bunga di halaman doang. Siangnya masak, terus nggak tahu mau ngapain. Malamnya nunggu Arkan pulang sampai ketiduran di sofa. Kalau nggak ditungguin ngomel, kalau ketiduran ditanyain kenapa nunggu." Alma kembali menghela nafasnya.
Tika mengaduk minumannya pelan. "Tapi itu Arkan, Al. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?"
"Belain gue sekali aja, bisa nggak?" Tanya Alma.
"Nggak bisa, Al. Pokoknya Arkan selalu benar. Orang ganteng, mapan, pintar, sopan itu bebas. Kenapa? Karena dia ganteng, mapan, pintar, dan sopan. Kurang apalagi coba?" Ujar Tika.
"Akidah." Celetuk Gina.
"Akidahnya Arkan memang perlu ditanyakan lagi?" Tika memajukan tubuhnya seraya menatap kedua sahabatnya bergantian.
Alma menatap Tika, malas. Alma menepuk tangan Gina pelan. "Kenapa lo ajak Tika, sih?"
"Lumayan, Al. Ada yang antar gue pulang." Jawab Gina, jujur.
Tika mendengus mendengarnya. "Yaudah, terus maunya apa? Kita semua kan tahu, Arkan itu gimana. Dan kita semua juga sadar kalau misi membuat Arkan lebih manusiawi itu adalah tugas lo, Al. Gue dan Gina cuma bisa bantu doa dan dengerin keluhan lo aja."
"Tapi gue nggak kebayang, sih. Kalau gue yang ada di posisi lo." Ujar Gina.
"Tapi itu Arkan, Gin. Orang ganteng, mapan, pintar, sopan, berakhlak, siapa yang nggak betah?"
"Nggak usah diulang, bisa?" Tanya Alma sambil memandang Tika tajam.
"Iya, maaf." Jawabnya.
"Suami gue, tuh."
"Iya, maaf, bu."
"Suami gue ganteng, mapan, pintar, sopan, imannya bagus."
"Iya, ndoro. Saya paham."
Gina hanya menggelengkan kepala memperhatikan tingkah sahabat-sahabatnya.
"Coba lo yang memulai obrolannya, Al. Tanya seputar masa kecilnya dia, masa sekolah, atau tanya tentang masalah di bisnisnya." Gina mencoba memberi saran.
"Maunya juga gitu. Tapi takut."
"Kok takut?"
"Arkan itu kalau ada yang ajak ngobrol pasti dia pandang dari mata ke mata. Apa nggak gemeter gue? Udah mukanya sangar, nggak ada senyumnya." Terang Alma.
"Coba aja dulu. Atau lo ajak ngobrolnya pas dia lagi nonton TV aja." Balas Gina.
"Atau pas lagi makan." Tambah Tika, yang disambut anggukan dari Gina.
"Tapi kalau--" Alma mengalihkan pandangan pada layar ponselnya. Ada sebuah pesan masuk, segera saja Alma membukanya.
Kak Arkan:
Saya sudah di rumah tapi kamu tidak ada. Kemana?Alma menepuk kepalanya cukup keras. "Yaampun!" Gumamnya.
"Kenapa?" Tanya Gina.
"Gue lupa hari ini Arkan pulang cepat." Jawab Alma.
Seolah tahu isi pesan yang Arkan kirim dan bagaimana nasib Alma setelahnya, Gina dan Tika ikut membulatkan mata. Ketiganya sama-sama kaget dan panik.
Tanpa basa-basi, Alma segera memasukan barangnya ke dalam tas. Dan tanpa pamit, Alma segera berlari kecil meninggalkan café tempat mereka berkumpul.
Gina dan Tika sendiri hanya bisa melambaikan tangan, sambil menyemangati dengan tatapan khawatir kepada Alma.
"Gue nggak mau nikah." Tutur Tika. Tiba-tiba saja, setelah Alma menghilangan dari pandangan mereka.
"Tadi katanya kalau ada orang modelan Arkan nggak bisa nolak." Sindir Gina.
"Nggak jadi. Mending sama yang biasa aja."
ㅡ ㅡ ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Bimbang & Kawanannya
ChickLit"Punya suami kok rasa orang asing, bukan rasa sayange." Demi Tuhan, sudah ratusan kali Alma mendengar kalimat itu diucapkan oleh sahabat-sahabatnya. Ingin membantah tapi fakta, ingin ikut setuju tapi takut tidak terjadi perubahan. Sudah enam bulan A...