Chapter 2

379 37 1
                                    

S E L F H A R M

"Dah, Renjun." Renjun membalasnya hanya dengan dehaman. Dan itu membuat Jaemin merengut.

"Aigooo, Jaeminnie akhirnya kembali." Itu Haechan. Sahabat sebangku Jaemin dari awal masuk SMA.

Jaemin tidak menjawab, ia hanya mengedikkan bahu.

"Kenapa sih?" Tanya Haechan merasa aneh dengan sahabatnya yang tiba tiba menjadi pendiam ini.

"Tidak tau." Jawab Jaemin malas. Hal itu sukses membuat Haechan mencebik.

Tak lama setelah cebikan Haechan, Guru matematika masuk ke kelas. Khas dengan penggaris panjangnya.

"Baik anak anak, siapkan kertas selembar."

Seperti biasa—

"HAH?!" Sekelas kompak berteriak.

Ayolah, Jaemin baru saja masuk sekolah setelah 2 minggu pemulihan. Namun, jika Guru matematika sudah berkehendak maka tidak bisa diganggu gugat. Begitulah motto hidup seorang Choi Siwon.

※※※

Penderitaan menghadapi matematika telah selesai sekarang. 1 jam berlalu dengan mulus tanpa hambatan sedikitpun.

"Na." Haechan ini, apa tidak bisa tidak memanggil Jaemin barang semenit? Tadi saja saat ulangan, Haechan terus memanggilnya untuk menanyakan jawaban. Tidak tau saja, Jaemin juga tidak sepintar itu dalam matematika.

"Naaaaa." Panggilnya lagi.

"Hmm?"

"Ayo ke kantin." Selain cerewet, Haechan juga tidak pernah kenyang.

"Eung, ayo." Ingatkan Haechan untuk tidak menerkam Jaemin saat ini. Haechan memiliki gelar uke sebenarnya, tapi ia tetap laki laki yang tidak tahan jika disuguhi keimutan.

※※※

"Renjunnie!" Panggil Jaemin saat berada di lorong.

Renjun menengok lalu bertanya "ada apa?" Jaemin memiringkan kepalanya.

"Kenapa memanggilku?" Ucap Renjun lebih jelas.

"Ohh ituu, eumm, pulang bersamaku ya?" Renjun hampir tidak pernah pulang bersama Jaemin walaupun mereka tinggal satu atap. Ia selalu ada urusan ketika pulang sekolah, ntah itu urusan OSIS ataupun yang lainnya.

"Tidak bisa Na, aku harus rapat OSIS." Jaemin kembali merengut mendengarnya, Jaemin hanya ingin pulang bersama dengan Renjun.

"Sudah ya, aku harus ke ruang guru." Lanjut Renjun karena tidak ada jawaban dari Jaemin.

"Ayo Naaa, aku sudah lapar." Haechan kembali bersuara setelah Renjun menjauh, apa Haechan takut pada Renjun? Ntahlah.

Jaemin tetap merengut sampai akhirnya Haechan menyerah lalu menariknya pergi ke Kantin.

※※※

Disinilah mereka sekarang, di dalam kantin yang ramai karena berebut makanan.

Jaemin sudah mengganti rengutannya menjadi mempoutkan bibirnya. Siapapun yang melihat pasti memekik gemas.

"Jaeminnie, pesankan aku ya? Kau tau sendiri aku gendut, nanti aku dimarahi karena menutupi mereka." Apa apaan itu? Haechan paling tidak suka dikatai gendut. Tapi ia malah memakai kegendutannya sebagai alasan. Jaemin sedang dalam mood buruk ingat? Mulai dari Renjun yang mencuekinya, lalu ulangan matematika yang tidak main main susahnya.

Mau tidak mau Jaemin pergi untuk memesankan makanan, ia tidak ingin Haechan terus merengek yang akan berakibat fatal pada mentalnya, oke berlebihan.

Karena terus berfokus pada kekesalannya, Jaemin tidak sengaja menabrak orang sampai ia tersungkur. Untung saja ia belum memesan apa apa, sehingga tidak ada tragedi bakso tumpah.

"Ihh! Liat liat dong!" Sungut Jaemin, moodnya bertambah buruk karena ini. Orang yang menabraknya tidak menjawab, ia hanya mengulurkan tangannya, berniat membantu. Jaemin tentu menerima bantuan itu tapi justru rahasianya terlihat.

"Tanganmu kenapa?" Tanya orang yang membantu Jaemin.

"Huh?" Jaemin masih belum tersadar.

"Ini." Tunjukkan orang itu pada tangannya langsung membuat Jaemin melepas tangan orang tersebut lalu menutupi semua rahasianya. Bodoh, kenapa kancing lengannya terbuka?! Ia juga lupa membawa sweater hari ini.

"Oh, ini...tercakar kucing." Gugup Jaemin. Orang tersebut memicingkan mata untuk meneliti, tercakar kucing? Serapih, sedalam, dan sebanyak itu? Jaemin hanya tidak tau, jika orang di depannya ini tercakar kucing hampir tiap hari.

"Ngomong ngomong, terima kasih. Aku pergi dulu ya." Setelah itu melesat pergi, meninggalkan Haechan dengan rasa laparnya.

Orang yang menabrak sekaligus membantu Jaemin pun menggulung lengan bajunya dan melihat bekas cakaran disana, membedakan dengan luka Jaemin. Tentu berbeda, sangat.

Meanwhile, Haechan setelah Jaemin pergi.

"Jaemin kemana sih?!" Kesal Haechan.

"Haechan?" Panggil seseorang.

"Oh, Jeno?"

"Kenapa sendirian?" Tanyanya.

"Temanku meninggalkanku sepertinya, kau boleh duduk."

"Tidak perlu, aku harus mengurus tim basket." Mendengarnya Haechan berbinar, lalu mengatakan aku ikut berkali kali. Ia ingin bertemu kekasihnya sampai ia melupakan rasa laparnya. Jeno hanya mengiyakan, mau bagaimana lagi, Haechan kekasih sahabatnya.

"Ngomong ngomong, kau tau orang yang berambut pink? Lalu mempunyai mata seperti rusa?"

"Oh, Jaemin?" Orang seperti itu memang hanya Jaemin, dari sekian banyak murid yang mewarnai rambutnya, hanya Jaemin yang berambut pink. Bukannya sekolahnya tidak punya aturan, tapi sekolah memberi kebebasan untuk mewarnai rambut, toh sekolahnya adalah sekolah art terkenal di Korea.

"Kenapa memangnya?" Tanya Haechan.

"Dia lucu."

○○○

Ga yakin sama chapter ini, aneh ga sih?
Maaf ni gua ga update lama banget, karena lagi baca ff lain buat jadi referensi tulisan, bukan cerita. Tuh gua ga berniat plagiat karya orang!

-ry



Selfharm ◎ nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang