Disinilah mereka berada, di ruang keluarga kediaman Aditama.
"Mami tuh pengen kalian sehaaaat, mami gk mau liat kalian itu sakit" oceh shara.
Karena tidak puas mengomeli kedua twins nya itu, shara melanjutkan omelannya di rumah. Alex hanya menonton saja, tidak membela ataupun sama mengomeli anaknya seperti istrinya.
Ia juga sama sama menyujai makanan instan, makanya ia hanya diam saja.
"Iya mihh" jawab keduanya sembari menunduk, dan memainkan kukunya masing masing.
"Lusa mami sama papi pergi keluar kota lagi, jadi mami mau cari tukang masak sama pembantu sekalian, biar kalian gk cape..."ucap sang mami.
"Ehh jangan miiii, kita bisa kok makan di cafe atau di resto, mami gk usah cari tukang masak" tukas genta.
Mereka tidak setuju kalau maminya memenggil tukang masak khusus, mereka masih bisa kalau urusan dengan makanan, tapi kalau pembantu mereka pasti setuju karena kalau mereka berdua dirumah pun sedikit kerepotan mengingat rumah yang segede doblang.
"Mami cari pembantu aja, kan pembantu juga pasti bisa masak" ucap grey.
"Ya sudah, besok mami carikan pembantu tapi kalo kalian masih makan makanan instan, mami stop uang jajan dari senin sampai jumat, selama 3 bulan"-sang mami mengancam.
jika sudah terdengar ancaman si twins akan panik, karena maminya akan benar benar melakukan itu.
"Tpi klo sabtu minggu?"tanya genta dengan Puppy eyes andalannya, sebut saja genta sedang merayu agar uang jajan di hari sabtu dan minggu berjumlah besar.
"Sabtu 10 ribu, dan minggu 15 ribu" jawab maminya dengan enteng.
"Lohh ngga bisa gitu dong miiii" rengek grey.
"Makanya kalian jangan makan makanan instan," timpal sang papi.
Grey yang mendengar itu tersenyum miring.
"Mami ngga adill, klo mami belanja bulanan, papi juga suka ngumpet ngumpet makan mie instan" adu grey membalas timpalan sang papi.
Alex melotot mendengar itu, dan si twins pun lari terbirit birit karena akan ada teriakan maut.
*****
Mentari sudah mulai tumbang, tergantikan oleh sang rembulan yang bersinar indah di atas langit.
Vanila sedang menyiapkan makan malam dengan asya.
"Huuuhh akhirnya selesai jugaaa, cape bangetttt" keluh vanila sambil mengelap keringatnya menggunakan tissue.
"Namanya juga masakk, pasti gerah" ucap asya.
"Semoga papi suka ya mi,"
Tak lama muncul lelaki yang datang dengan wajah kusut, pakaian tidak rapi.
"Papi......" sapa vanila dengan girang.
Davino yang disebut sebagai papi itu terus berjalan tanpa membalas sapaan vanila.
Davino seperti sedang melamunkan sesuatu, terlihat jelas saat ia berjalan matanya hanya menatap kosong ke depan.
Vanila menatap sedih punggung papinya.
"Mihhh" panggil vanila dengan suara bergetar.
"Gk apa apa sayang... mungkin papi lagi capekk, ayo kita makan berdua aja" ujar vanila seakan tahu mengapa vanila memanggilnya.
Vanila makan malam dengan mood yang buruk, ia hanya mengunyah sambil melamun. Terus seperti itu sampai suapan terakhir.
"Mihh... vanila ke kamar duluan gak papa kan?" Tanya vanila.
"Gpp sayangg...biar mami aja yang beresin ini" jawab asya.
Vanila berjalan menuju kamarnya dengan pikiran yang berkecamuk.
Sesampainya vanila dikamar, ia berjalan ke kasur dan menenggelamkan seluruh mukanya di bantal.
Dadanya merasa sesak, entah ia terlalu cengeng, entah ia terlalu terbawa perasaan, dan entah apalagi.
Setelah puas menangis, vanila mencuci mukanya karena air matanya terasa lengket dan ingus yang errr menjijikan.
Ia berjalan ke arah balkon dan membuka jendelanya, memandangi langit yang dipenuhi taburan bintang, ia tersenyum melihat ada beberapa bintang yang bersinar terang.
Ia bergumam sembari melihat beberapa bintang itu.
"Papi berubah.
Aku ngga suka papi bersikap kyk gini," Bibirnya menekuk kebawah, menahan tangis.*****
Kring...kring...kring
Suara alarm yang memekakan telinga membuat genta merasa terganggu.
Ia melemparkan jam waker(gitu bukan sih??) ke sembarang tempat membuat jam itu rusak.
Ia bangun mandi dan bersiap siap ke sekolah.
"Abang... yuhuuuuuu!!!" Teriak genta teramat kencang dari depan pintu kamar grey.
Prangg....
Terdengar suara pecahan dari balik pintu, genta langsung membuka pintu kamar grey dan menemukan jam waker(maap klo salah) yang bernasib sama seperti jam miliknya.
"Banggg.... ayo bangunn" panggil genta.
"Hmmm" jawab grey.
Tiba tiba ide jahat terlintas di pikiran genta, ia berjalan ke kamar mandi di kamar grey lalu ia mengambil kaos kaki milik grey yang sangaaaaaaat bau busuk.
Genta meletakkan kedua buah kaus kaki itu di depan hidung grey, membuat grey tak nyaman saat bernafas. Grey menyingkirkan kaus kaki yang bertengger di hidungnya dan membalikkan badannya ke arah samping kanan.
Karena genta sudah malas untuk membangunkan abangnya itu, ia langsung saja bergegas keluar dari kamar grey dan sarapan.
"Morning..." sapa Genta pada mami dan papinya.
"Morning..., abang mu mana?" balas Alex.
"Kebo ah piiii" adu Genta.
"Kebiasaan ya kalian tuhhh" komentar sang mami.
"Morning...." terdengar sapaan dari arah pintu dapur.
"Morning too" jawab semua.
Grey duduk di samping Genta, sedangkan sang mami duduk di samping sang papi.
"Pihhh genta mau kucing" ujar Genta saat semuanya hening.
"Aku juga mau pihhh" timpal Grey.
"Ko lo nurutin gue sih" ucap Genta pada Grey.
"Udah udah gk papa, nanti papi beliin satu untuk berdua" ujar sang papi menengahi.
"Tpi pilihin kucing yang terrrrrbaik ya piihh" pinta Grey.
"Iya iya, nanti papi pulang dri kantor papi langsung beliin kalian"ujar sang papi.
Setelah itu sarapan mereka selesai dan pergi ke tujuan nya masing masing.
*****
"Bang... ntar nama kucing nya apa?" Tanya Genta, mereka berada di kantin bersama para sahabat lainnya."Papoy bagus nggak" Grey malah bertanya balik.
"Bagus juga tuhh" jawab Genta.
"Lu pada beli kucing?" Tanya aska.
"Bloom, nanti dibeliin papi pulang dri kantor" jawab Genta.
"Ooohhhh" jawab mereka serempak.
*****
voment dan follow supaya author lebih semangat!~
Cerita ini ya begitu begitu aja, tinggalkan lapak klo gk like, tekan bintang klo suka.
Thx for reading!~
KAMU SEDANG MEMBACA
VANILA COKELAT
Teen FictionCerita ini sama kaya yang lain. Klo suka baca, klo gak suka gw ga maksa. *** Vanila. Namaku vanila. Namun hidup dan kisah cintaku tak semanis seperti rasa vanila. Selalu ada kopi tanpa gula yang menyertai kehidupanku. Pahit. Ya itulah kopi tanpa gul...